Minggu, 08 Februari 2009

Kepercayaan Yang Benar


Yoh 9:1-11

Pertanyaan reflektif:

  1. apa yang dimaksud dengan kepercayaan?
  2. kepercayaan yang benar itu seperti apa?
  3. benar menurut siapa?

Percaya: mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata, menganggap yakin hal itu ada atau nyata.

Kepercayaan: anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yang dipercayai itu benar atau nyata

Ibu-ibu sekalian pernah nonton Kuis Benar atau Salah? Beberapa hari yang lalu, pada acara Kuis Benar atau Salah ada, Sonny Tulung sang pembawa acara bertanya “ bila saya meletakan 4 tetes tinta dalam larutan susu, kemudian saya beri larutan air sabun di tengahnya, maka tinta akan mendekati larutan sabun , benar atau salah? Peserta yang ditanya menjawab: “ akan tetap disitu” dengan alasan, yah karena tempat jatuhnya di situ. Jadi jawabanya salah. Ketika dibuktikan ternyata jawabanya salah itu adalah jawaban yang benar, hanya saja alasannya yang salah. Tinta yang tadi diteteskan ternyata menjauh dan bukan mendekat. Dan alasannya adalah lemak yang terkandung dalam susu dipecahkan oleh larutan air sabun.

Acara itu kemudian membuat saya bertanya pada diri saya sendiri, bila pertanyaan yang dilontarkan oleh Sonny Tulung adalah: Tuhan itu ada, benar atau salah? Jawaban yang akan terlontar dari bibir hampir semua orang Indonesia pasti BENAR. Karena kita adalah bangsa yang mempercayai keberadaan Tuhan. Tapi bila kita ditanyakan apa alasannya, saya ragu sebagian semua orang yang mengatakan benar memberikan ajawaban yang benar. Jangan-jangan kita malah tidak tahu sama sekali alasannya. Sama ketika saya bertanya kepada beberapa anak remaja? Yesus itu Tuhan bukan? Ya kak! Alasannya apa? Kata Pak pendeta, kata mama saya, kata nenek saya Yesus itu Tuhan!!!

Mungkin pertanyaan yang saya lontarkan ini agak konyol ya? Tapi pernahkah kita sungguh berpikir mengapa saya percaya kepada Tuhan, mengapa saya memberikan diri saya dibaptis, menjadi anggota gereja? Apakah sungguh iman percaya kita timbul dari pengetahuan kita akan Tuhan atau jangan-jangan iman percaya kita hanyalah iman ikut-ikutan, iman turunan, bahkan iman feeling. (kalo jawab kuis kan biasanya kalo udah ga tau jawabannya pake feeling). Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena, kepercayaan atau keimanan sebenarnya adalah sesuatu yang bersifat subjektif dan bukan objektif. Kepercayaan bersifat pribadi karena menyangkut bagaimana seseorang memahami dan mengalami Tuhan dalam hidupnya.

Nah, bila kita kemudian merujuk kepada tema kita sore hari ini “ Kepercayaan yang benar”. Pertanyaan yang kemudian terbersit dalam benak saya adalah: benar menurut siapa? Karena kebenaran yang ada di dunia ini relatif ibu-ibu sekalian. Ada yang benar tapi karena tidak punya uang jadi salah, ada yang salah tapi karena punya banyak uang jadi benar, jadi mana yang benar? Oleh karena itu hari ini kita akan belajar bersama tentang seperti apa sih iman/ kepercayaan yang benar itu? Apakah kepercayaan yang 100%, andaipun berarti kepercayaan yang 100% siapa yang bisa mengukur kadar iman kita. kita kan tidak bisa berkata: ”imanmu sih Cuma 20% makanya sakitnya ga sembuh-sembuh” keimanan ataupun kepercayaan di dunia ini tidak ada takarannya, dan tidak seorangpun yang berhak menghakimi orang lain tentang keimanannya.

Mari kita buka Yohanes 9: 1-11, apa yang bisa kita pelajari dari kepercayaan atau keimanan menurut Yesus dalam injil Yohanes:

· 6 Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi 7 dan berkata kepadanya: "Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam." Siloam artinya: "Yang diutus." Orang buta ini mungkin tidak pernah mengenal Yesus, apalagi melihat Yesus. Namun Yesus telah menjadi begitu terkenal pada masa itu. Banyak orang berbicara tentang Dia. Banyak orang yang telah mengalami mujizatNya. Mungkin orang buta ini telah mendengar semua cerita tentang Yesus, namun mungkin juga tidak. Kita tidak pernah tahu dengan pasti apa yang sesungguhnya terjadi pada saat itu. Namun yang ia lakukan adalah menerima kehadiran Yesus. Kepercayaan orang buta itu membuat ia memberi dirinya untuk ‘dioles oleh tanah yang sudah bercampur ludah’. pada masa itu ludah adalah sesuatu yang najis. Apa yang keluar dari tubuh dianggap najis dan kotor, termasuk ludah. Memang ludah memiliki khasiat dalam menyembuhkan luka, namun bila itu terjadi pada kita, masyarakat yang bisa dikatakan telah hidup modern, dengan segala macam pengobatan modern, dari bedah laser hingga lasik yang terbaru, apa yang akan kita lakukan? Tetap saja yang dilakukan Yesus dinilai tidak sopan dan tidak wajar. Tapi Iman orang yang buta sejak lahir itulah yang membuatnya menerima apapun yang Tuhan lakukan kepadaNya. Karena iman baginya adalah bukti dari sesuatu yang tidak pernah bisa ia lihat, mungkin juga bukti dari apa yang tidak pernah ia dengar sebelumnya. SO kunci pertama adalah mempercayakan diri seutuhnya, terhadap segala sesuatu yang terdengar tidak masuk akal sekalipun. Karena bagi Tuhan tidak ada yang tidak mungkin. Apapun dapat ia gunakan untuk mengajar kita, membentuk kita, dan mencintai kita.

· “Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.” Sebagai manusia, wajar sekali bila ia menolak apa yang diperintahkan Yesus. Ia juga bisa berkata: ”Tau apa anda kan kesembuhan, saya ini udah dari lahir begini! Ga mungkin hanya dengan nyebur ke kolam Siloam saya bisa sembuh! Anda jangan mempermainkan saya yaa!!!” Tapi yang dilakukannya adalah taat. Ketaatan adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan dari keimanan dan kepercayaan. Ketika kita sungguh percaya maka kita kan taat kepada Dia yang kita percaya dan yakini. Apapun yang Ia perintahakan kepada kita akan kita jalankan dengan segenap hati, bukan hanya mempertanyakan, tapi sungguh melakukannya dalam hidup kita.

Masalahnya adalah:

Bila kembali kepada KUIS BENAR ATAU SALAH tadi, sering kali kita tidak tahu dengan pasti apa alasan kita untuk percaya kepada Tuhan. Kepercayaan kita hanyalah menjadi kepercayaan yang timbul dari orang tua, lingkungan, pasangan, dan bukan dari pengalaman kita hidup bersama Tuhan. Itulah yang menyebabkan kita susah untuk taat dan mempercayakan diri seutuhnya kepada Tuhan. Karena kita tidak benar-benar kenal Tuhan kita. Kadang sudah tahu dan kenal sekalipun kita masih sulit untuk taat. Karena manusia ini terbatas. Kita ini dapat percaya dan beriman bukan karena kita layak beriman dan sanggup beriman, namun lebih karena kasih karunia Allah yang memberikan kita iman. iman kita adalah anugerah!!

JADI apa yang harus kita lakukan untuk dapat memiliki kepercayaan yang benar, kepercayaan yang sungguh, kepercayaan yang lahir dari kasih kita kepada Tuhan?

  • BELAJAR....belajar untuk mengenal siapa Tuhan kita. karena iman juga timbul dari pendengaran akan Firman Tuhan. Rom 10:17 Bagaimana kita bisa beriman kalau kita tidak tahu apa-apa tentang Tuhan kita. sama seperti menjawab pertanyaan berdasarkan perasaan, dan bukan karena kita tahu alasannya dengan pasti. Masalahnya banyak orang merasa sudah idak perlu belajar lagi tentang Tuhan. Kan sudah ikut ibadah minggu, kan sudah ikut PA, kan sudah ikut persekutuan, dan lupa bahwa pengenalan secara pribadi juga penting untuk menambah pengenalan kita akan Tuhan. Belajar adalah sesuatu yang wajib kita lakukan terus menerus. Jangan merasa sudah tahu siapa Tuhan. oleh karena itu ada ungkapan “belajar itu tidak kenal usia” begitu pula ketika kita mau belajar tentang Tuhan. Tidak ada batasan, karena pengetahuan tentang Tuhan itu besar sekali, luas sekali bahkan tidak akan pernah terbayangkan oleh manusia sebesar apa Tuhan bila Ia tidak pernah menyatakan diriNya secara pribadi kepada manusia. Karena begitu besarnya Allah kita, maka pengetahuan tentangNya juga tidak terbatas.
  • Apakah harus masuk sekolah Teologi, supaya bisa belajar tentang Tuhan?? TIDAK!! Karena sesungguhnya Tuhan hadir dalam setiap detak kehidupan kita. Ia hadir dalam setiap detik waktu kita, dan Dia ada dalam setiap hirup dan hembus nafas kita. ketika kita mau belajar tentangNya, maka kita harus mau belajar dari kehidupan kita. Dengan merasakan Tuhan dalam setiap detik, menit, jam kehidupan kita, maka kita akan menemukan betapa banyak pengetahuan dan hikmat yang Tuhan bagikan untuk kita, setiap hari. SO untuk belajar kita juga harus MENYEDIAKAN WAKTU UNTUK TUHAN, dan bukan hanya sibuk dengan diri kita, dengan rutinitas kita sebagai ibu rumah tangga, sebagai ibu dari anak-anak ataupun sebagai istri. Susah? Yaaaa!!! Banyak manusia di dunia ini terjebak dalam rutinitas yang mengikat sehingga mereka lupa betapa pentingnya mereka menyediakan waktu bagi Tuhan untuk berbicara kepada mereka, termasuk para pendeta, mahasiswa teologi dan calon pendeta. Karena sesungguhnya Tuhanlah sumber segala pengetahuan termasuk jawaban dari segala pertanyaan yang kita cari.

Sering kali kita sebagai manusia tidak sadar bahwa Tuhan berbicara dalam setiap detik kehidupan kita. Bila si buta tadi tidak menyediakan diri untuk mendengar Tuhan. Menganggap lalu apa yang dikatakan dan diperintahkan Tuhan untuk ia lakukan, mungkin ia tidak akan pernah sembuh. Ia sedang duduk di pinggir jalan, dimana banyak orang lalu lalang di sekitarnya. Ia bisa saja menganggap suara Yesus sebagai suara orang iseng yang hendak ‘mempermainkannya’. Namun tidak ! ia mau memberi diri untuk mendengar dan mematuhi. BEGITU JUGA DENGAN KITA YANG KERAP KALI TIDAK MENDENGAR SUARA TUHAN KARENA KITA TERLALU SIBUK DENGAN PEKERJAAN KITA, MASALAH KITA, PERGUMULAN KITA.

Iman akan menjawab segala pertanyaan kita, sekaligus mempertanyakan jawaban kita. dan hanya Tuhanlah yang sanggup memberikan jawaban yang pasti, bukan kebenaran relatif yang biasa kita terima dari dunia. Tapi kebenaran yang sejati. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar