Rabu, 05 Desember 2012

Berpegang Teguh


Ulang tahun adalah hari yang ditunggu oleh kebanyakkan manusia. Dari anak kecil hingga orang dewasa, menjadikan hari ulang tahun sebagai hari yang istimewa. Apa keistimewaannya? Bagi seorang anak, hadiah dan kue ulang tahun adalah hal yang istimewa. Apalagi, hanya pada saat ulang tahunlah, ia mendapatkan hadiah yang lebih banyak, dan biasanya hadiah yang diberikan adalah kesukaannyia atau sesuatu yang memang sudah ia inginkan.

Bagi sebagian besar remaja dan pemuda ulang tahun adalah saat- saat menuju kedewasaan yang semakin matang dan ....semakin bebas. Bebas kontrol dari orang tua, bebas dari aturan, hingga kebebasan dalam menggunakan uang, karena kini, tak perlu lagi meminta lagi dari orang tua.

Bagi sebagian besar orang dewasa, mampu merayakan ulang tahun adalah sebuah momen yang mampu menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang sukses dan  diberkati. Apalagi, bila perayaan ulang tahun diselenggarakan oleh para kolega dan sahabatnya. Kebanggaan menjadi sosok yang penting dan dicintai menjadi keistimewaan tersendiri.

Bagi sebagian besar lansia, ulang tahun adalah saat- saat melepas rasa kesepian, setelah ditinggal sekian lama oleh anak dan cucu karena kesibukan dan pekerjaan masing- masing. Ulang tahun menjadi saat yang dinanti karena hampir seluruh anggota keluarga hadir dan berkumpul. Apalagi bila seluruh anak cucu mencapai kesuksesan yang tidak mampu dicapainya ketika masa muda. Walau di hari yang sama masih terselip rasa kesepian karena seusai perayaan, anak dan cucu kembali ke kesibukan mereka masing- masing.

24 tahun GKI, apa yang kita rasakan sebagai jemaatnya? Adakah kita merasakan kegembiraan, kebebasan, kepuasan, kebanggaan atau malah kesepian karena anggota jemaat semakin menurun, ruang kebaktian yang biasa penuh sesak, kini semakin longgar karena ditinggal oleh anggotanya. Mengapa ? Apakah mungkin karena kita, sebagai anggota GKI tidak mampu berpegang teguh pada tugas dan panggilan Tuhan? Bahkan kita memilih untuk tidak menjalankan tugas dan panggilan kita sebagai gereja Tuhan? Gereja bukanlah gedung, gereja bukanlah menara, gereja adalah kita!! Ya kitalah gereja Tuhan, kitalah perpanjangan tangan Tuhan, kitalah saluran yang Tuhan panggil secara khusus untuk melakukan perbuatan- perbuatan besar. Kita dan bukan yang lain!

Selamat ulang tahun, selamat berpegang teguh pada tugas dan panggilan Tuhan.

Indahnya Keberagaman


Berbicara tentang pluralisme, saya teringat akan tokoh yang begitu saya kagumi, Alm. Pdt. Eka Darmaputera. Dalam berbagai tulisannya tetang pluralisme tergambar dengan begitu jelas betapa ia mengaggumi dan menghormati keberagaman yang ada di bumi Indonesia ini. Bukan hanya soal kepercayaan dan agama, namun juga soal budaya, hingga sifat dan karakter manusia. 

Ya! Berbicara soal pluralisme, tidak hanya dapat dikaitkan dengan kepercayaan dan agama. Pluralisme sudah ada sejak bumi diciptakan. Allah menciptakan segala sesuatunya berbeda, tidak ada yang sama, beragam jenis benda penerang, tumbuhan, binatang, hingga manusia. Tidak ada satupun manusia diciptakan sama satu dengan yang lain, semuanya memiliki fungsi, keunikkan, kelemahan, dan kelebihan masing- masing yang sangat original. 

Tuhan melihat perbedaan itu baik adanya, karena perbedaaanlah yang mmbuat hidup menjadi indah, dimana setiap ciptaan dapat saling melengkapi, memperkaya satu dengan yang lain. Dengan begitu setiap manusia dan ciptaan yang menyatu itu akan dapat merepresentasikan Tuhan yang maha agung, maha besar, maha sempurna, dan...maha kreatif.

Sayangnya, sejak manusia jatuh ke dalam dosa, mereka tidak mampu lagi melihat perbedaan sebagai sebuah pemberian yang indah bagi kehidupan. Mereka hanya mampu melihat perbedaan sebagai sesuatu yang dipertentangkan, diadu, dan dibandingkan terus menerus. 

Tidak mengherankan, agama dan kepercayaan, sebagai salah satu karya anak manusia, dalam rangka mencari Allah juga dipertentangkan. Setiap manusia memiliki cara berpikir, berefleksi yang beragam, sesuai dengan hidup dan pengalaman, latar belakang sosial, pendidikan, budaya dan masih banyak faktor penting bagi manusia dalam mendefinisikan siapa Allah bagi mereka.

Apalagi Allah yang merrka coba untuk definisikan secara sederhana melalui kepercayaan dan agama, bukanlah Allah yang sederhana. Bahkan Allah yang terlalu kompleks untuk dipahami oleh manusia. Allah itu supra- rasional, atau melampaui rasio manusia. Dia terlalu tinggi untuk dicapai, terlalu besar untuk direngkuh, terlalu dalam untuk diselami. Tapi, bila tidak begitu adanya, apa bedanya Allah dengan manusia. Hal tersebut melatarbelakangi berbagai macam pandangan dan refleksi tentang Allah. Hasilnya: kepercayaan dan agama yang beragam. Tidak ada yang salah  bukan?

Namun, nyatanya, cara pandang plural ini juga membahayakan! Bukan berarti pluralisme harus dibasmi, karena perbedaan dan perubahan adalah hakekat dari kehidupan. Tapi dalam praktiknya, pluralisme dapat menekan bahkan menghilangkan keunikan dari agama dan kepercayaan itu sendiri. Padahal di dalam agama dan kepercayaan terdapat keunikan yang menyangkut tidak hanya yang kelihatan namun juga yang tidak kelihatan. 

Misalkan saja, ketika seorang pluralis mengatakan, "Banyak jalan menuju ke Roma, maka banyak Jalan juga menuju keselamatan." Tentu kita tidak akan menerima pernyataan ini, karena Alkitab menyaksikan bahwa Keselamatan kekal hanya dapat kita peroleh melalui penebusan Yesus Kristus, dan bukan yang lain. 

Kekristenan unik, karena adanya iman kepada Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia, yang lahir, hidup dan mati, lalu bangkit. Itulah inti iman Kristen yang tidak dapat dibandingkan apalagi disamakan dengan kepercayaan lain. Oleh karena itu GKI dan gereja- gereja protestan pada umunya memilih untuk tidak menjadi pluralis, namun inklusif. 

Dalam pemahaman ini setiap keunikan agama dan kepercayaan manusia tetap berarti, tidak ada yang yang dilebur, tidak ada yang dihilangkan, namun semuanya mengarah kepada Kristus. Mungkin pertanyaan bagi banyak orang adalah, bagaimana semua agama dan kepercayaan dapat mengarah kepada Kristus? Sedangkan mereka tidak mengajar tentang siapa Kristus dan apa yang dikehendaki Kristus. Disinilah iman dan pengakuan manusia terhadap Allah berperan, yaitu bahwa Allah dapat bekerja dengan cara yang tidak terduga dan dengan cara yang bebas dalam setiap agama, kepercayaan dan pribadi manusia. 

Dengan begitu kita, manusia tidak mengkotakkan Allah hanya di dalam kotak agama dan kepercayaan kita. Karena bila demikian, Allah bukan Allah yang bebas, dan iIa tidak akan dapat menjadi Allah yang sesungguhnya bila Ia tidak bebas. 

Allah kita adalah Allah yang menghargai perbedaan, karena Dia jugalah yang menciptakan perbedaan itu. perbedaan itu indah dan baik adanya. Bila kita, manusia kini memisahkan diri satu dengan yang lain karena berbeda, maka sesungguhnya kita tidak menghargai dan menghirmati apa yang telah diciptakan Allah, yang baik adanya. 

Allah dapat bekerja pada diri siapapun, agama dan kepercayaan apapun, usia tua atau muda sekalipun. Jangan kita kotakkan Dia dengan paradigma kita, dengan demikian Dia menjadi Allah yang sungguh bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikkan bagi mereka yang mengasihi Dia. Jangan pula kita menilai seseorang tidak mengasihi Allah, karena hanya Allahlah yang mampu menilai kedalaman kasih seorang manusia kepadaNya. Jadi, selamat menghargai perbedaan, karena perbedaan itu indah.