Rabu, 29 April 2009

For Father's Heart

Luke 11: 9-13
Psalm 103:13
Maleakhi 1:6

Tujuan:
• Pemuda menyadari sepenuhnya bahwa Tuhan satu-satunya figur yang dapat membantu kita di setiap kondisi appaun, baik senang maupun susah
• Pemuda memahami bahwa Tuhan pun merindukan umatNya untuk selalu memiliki persekutuan yang intim dengan Dia
• Menyadarkan kepada pemuda akan arti diri kita di mata Bapa, sehingga kitapun memiliki kerinduan yang dalam kepada Tuhan , tidak hanya sebagai juruselamat pribadi yang kita hormati, namun dalam arti yang lebih intim antara bapa dengan anak-anakNya

Pertanyaan:
1. Apa arti seorang ayah dibanding seorang ibu bagi manusia?

“Ayah Memperkosa Anak ABGnya”, “Kesepian Ditinggal Isteri, Kakek Mencabuli Cucunya”, “Ayah Mabuk, Isteri dan Anak Mati Dibacok”, “Kesal Mendengar Tangisan, Rokokpun Bertindak” ... mungkin banyak dari kita yang pernah membaca atau sekedar melihat judul-judul serupa di berbagai media massa kota. Apa yang saudara rasakan ketika saudara melihat, atau mendengar hal tersebut? Adakah perasaan bergidik? Jijik? Marah? Hingga mual? Adakah kita yang berkata dalam hati: “Ko bisa ya?” “Lalu apa bedanya binatang dengan manusia bila manusia bisa menyetubuhi anak dan bahkan cucunya sendiri?”
Ya, manusia seharusnya lebih manusiawi dibanding binatang. Manusia seharusnya mampu menilai apa yang baik dan apa yang tidak baik. Dan terutama manusia seharusnya dapat menempatkan dirinya secara benar, dalam komposisinya dan perannya di dalam masyarakat. Namun realita berbicara lain. Seorang Ayah, yang seharusnya menjadi kepala keluarga, mengayomi dan mendidik anak-anaknya dengan kasih sayang, ternyata menjadi pembunuh berdarah dingin, pelaku kekerasan dan pelecehan. Itulah Bapa ala manusia. Bapa, hanya menjadi sebutan bagi manusia, hanya menjadi sebutan dalam kekerabatan, dalam keluarga, dalam lingkungan sosial, namun tidak dalam peran dan fungsi. Bapa, hanya menjadi wacana, menjadi figur yang harus dihormati, dipuja, disanjung, namun tak mampu memberikan bukti daripada hanya sekedar sebutan dan panggilan. Mengapa itu semua dapat terjadi? Karena Bapa manusia hanyalah orang biasa, yang tidak lepas dari kelemahan dan kekurangan, yang tak lepas dari kedagingan, dan nafsu duniawi.
Kini, bagaimana kita bisa mendapatkan baik itu gambaran, contoh, figur seorang bapa yang tepat bila dalam realita yang ada hanyalah bapa yang begitu terbatas? Alkitab memberi gamabaran yang begitu baik tentang seorang bapa. Seorang bapa adalah seorang yang sungguh mengenal anak-anaknya dan senantiasa memberikan yang terbaik bagi kehidupan anak-anaknya. Ia tidak memberikan Ular kepada anaknya yang minta ikan Ia juga tidak memberikan kalajengking bila anaknya minta telur. Bila melihat kehidupan masa kini, memang fungsi memberi dan merawat bukan hanya, bahkan bukan milik seorang bapa, namun seorang ibu. Lalu mengapa Alkitab menggunakan Bapa untuk menggambarkan sosok Allah yang memelihara kehidupan anak-anaknya?
Sosok Bapa dalam Alkitab yang kerap kali digunakan untuk menyebut Tuhan, bukan mengindikasikan Tuhan adalah seorang laki-laki. Bagi kita memang seorang bapa, haruslah seorang laki-laki, karena perempuan akan disebut ibu. Alkitab menggunakan kata Bapa bukan untuk membuat pembedaan dan diskriminasi antara fungsi laki-laki dan perempuan, namun penulisan alkitab terkait dengan Tradisi orang Yahudi yang menjadikan Bapa sebagai pemegang kuasa dalam setiap rumah tangga. Seorang Bapa adalah seorang yang memiliki kuasa penuh baik terhadap isteri dan anak-anaknya. Bapa adalah sebutan untuk leluhur berjenis kelamin laki-laki, ayah dalam Tradisi Ibrani. Dimana memiliki kuasa penuh terhadap anak-anaknya, baik untuk melamar, untuk merancangkan pernikahan, untuk menjual, bahkan untuk memiliki kuasa atas hidup mati anak-anaknya. Seorang Bapa adalah seorang yang punya kuasa untuk menginstruksikan, memimpin, menguatkan, memelihara, membahagiakan, sadar akan kebutuhan dan permintaan anak-anaknya, mengetahui kesalahan anak-anaknya, menjadi teman bagi anak-anaknya dan lain sebagainya. Wah... ternyata menjalani fungsi sebagai seorang bapa bukanlah pekerjaan mudah. Manusia mana yang sanggup mengerjakan semua tugas dan tanggung jawab itu dengan sempurna? Nyaris tidak ada bukan? Karena Bapa dewasa ini telah kehilangan pamor, bahkan kehilangan fungsi utamanya dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Seorang bapa di masa kini hanya memikirkan bagiamana harus mencari uang dan menyerahkan fungsi seorang Bapa kepada isteri.
Seorang Bapa adalah seorang yang menjalankan fungsi, bukan soal jenis kelamin, ataupun soal pantaskah seorang perempuan disebut Bapa. Tuhan Allah kita juga tidak terbatas dengan kelamin. Penyebutan Ia sebagai seorang laki-laki ataupun perempuan-lah yang sesungguhnya membatasi kemahaanNya. Ia adalah Allah yang tek terbatas oleh deskripsi manusia tentang jenis kelamin. Ia adalah Allah yang menjalankan fungsiNya sebagai pencipta, pemelihara, pengayom, pemenuh kebutuhan, pendidik, yang juga menjadi pemimpin. Oleh karena itu janganlah ragu untuk datang kepadaNya dalam situasi dan kondisi apapun. ALLAH kita bukanlah seperi manusia, yang terkadang tidak mampu merespon dengan positif ketika kita datang dengan masalah. Ia adalah Allah yang sungguh mengerti apa yang ada di hati kita. Ia mengenal kita lebih dari kita dikenal oleh orang tua kita. Ia mengenal kita hingga isi hati kita yang terdalam. Jadi, janganlah kita menyembunyikan apapun dariNya. Karena sesungguhNya kita tidak akan pernah bisa menyembunyikan apapun dari Tuhan. Berharaplah kepadaNya, karena hanya Dia yang mampu memuaskan hasrat kita dengan kebaikan, sehingga di masa muda kita kita menjadi kuat bagaikan burung rajawali (Mazm 103 :5).
Ketika kita mengenal siapa dan bagaimana sesungguhnya seorang Allah Bapa bagi kehidupan kita, tentunya kita juga perlu menyadari bahwa Ia ada bukan hanya untuk memenuhi apa yang kita inginkan sebagai manusia. Layaknya seorang Bapa di dunia. Bapa kita di sorga juga ingin kita memiliki hubungan yang intim dengan Dia. Ya. Dia memang Allah yang maha tahu. Tanpa harus kita meminta kepadaNYa Ia tahu persis apa yang kita butuhkan. Tapi Ia meminta kita for asking, bukan cuma diam saja. Mintalah maka kamu akan menerimanya. Mengapa harus meminta kalau Ia sudah tahu semuanya? Karena Ia mengingkan kita berkomunikasi denganNya. Bukan sekedar memenuhi kebutuhan materi, namun juga psikologis. Sadar atau tidak sadar banyak bapa di dunia lebih mementingkan bagaimana ia harus memenuhi kebutuhan isteri dan anak-anaknya dengan bekerja siang dan malam, tanpa pernah memperdulikan kebutuhan berkomunikasi dengan anak-anaknya. Ia hanya meninggalkan uang di atas meja makan, pergi kerja sebelum anak-anaknya bangun dan pulang setelah anak-anaknya terlelap. Tuhan kita ingin kita menjalin komunikasi dengan Dia, komunikasi yang juga bukan hanya formalitas, namun komunikasi yang berkualitas!!
Tuhan kita bukanlah bapa kita memang adalah bapa yang menganugerahi anak-anaknya keselamatan kekal. Tapi keselamatan macam apa? bukan hanya keselamatan di akherat, namun juga selamat di dunia. Jadi, selama kita masih di duniapun keselamatan itu sudah dan dapat kita nikmati sebagai anak-anakNya. Apa yang masih bisa kita nikmati saat ini adalah suatu bentuk keselamatan, termasuk ketika kita berhasil melewati masa masa sulit, dan pergumulan berat, hingga menentukan pasangan yang paling tepat bagi hidup kita. Peliharalah hubungan dengan bapa kita sejak kita masih di dunia, agar keselamatan menajdi sesuatu yang nyata, bukan hanya sekedar angan dan asa. Ia rindu memberikan keselamatan itu sejak kita masih di dunia. Oleh karena itu marilah kita bersama membangun hubungan yang intim sehingga kita semakin mengenal Bapa kita dan bukan ahanya sekedar mengenal, namun tahu dengan benar, siapa Dia yang telah mengasihi kita dengan begitu rupa.
Kita ini adalah buatan Allah, sebelum kita lahir ke dunia, Ia telah mengenal kita, dan jauh sebelum kita ada dalam rahim ibu kita Ia telah mengasihi kita. Kita ini bagai bola mataNya, yang tidak hanya dirawat dan dijaga, namun dicintai begitu rupa. Mengapa kita disebut bola mata? Bukan hanya sekedar mencari kata yang puitis untukmengungkap bagaimana berharganya seorang manusia di mata Allah. melalui bola mata kita mampu melihat dunia dengan jelas, begitu juga Allah merawat kita bagai bola mataNya, karena Ia sungguh ingin melihat dan memenuhi kebutuhan kita. Dengan begitu kita juga dapat melihat dan merasakan kasih Allah dengan lebih jelas dalam seluruh kehidupan kita.

Jumat, 17 April 2009

Do What Jesus Do!


Kis 2: 41-47
Filipi 4:9
Kolose 3: 17
Wahyu 2:5

Pertanyaan:
1. Apa yang telah Yesus lakukan bagi kita?
2. Apa Alasan Yesus melakukan semuanya itu bagi kita?
3. Apa pentingnya bagi kita untuk melakukan apa yang Yesus lakukan?

Apa arti menjadi Kristen bagi kita? Adakah menjadi Kristen adalah menjadi orang-orang pilihan? Adakah menjadi Kristen adalah menjadi orang-orang yang diselamatkan?
Adakah menjadi Kristen adalah menjadi orang-orang beragama? Adakah menjadi Kristen adalah menjadi orang-orang spesial, yang bisa berkata bahwa:” kalian yang bukan Kristen tidak akan penah memperoleh keselamatan?” atau adakah menjadi Kristen adalah menjadi orang yang dibenci dan dimusuhi dunia? Apakah definisi kita terhadap Kekristenan kita?

Rekan rekan yang terkasih, menjadi Kristen bukan hanya soal beragama!Yesus datang tidak untuk menciptakan agama. Ia datang untuk mengajarkan bagaimana kita harus hidup sebagai ciptaan Allah yang segambar dan serupa denganNya. Ia melakukan apa yang disebut Teaching by doing, yaitu mengajar dengan cara memberikan contoh nyata. Jadi, janganlah kita menjadi seorang Kristen hanya untuk mengisi kolom di KTP, ijasah, rapot, atau hanya untuk sekedar formalitas belaka, ketika ada yang bertanya kepada kita: ”apa agamamu?”

Apa atau lebih tepatnya siapa sih yang disebut orang Kristen? Pertama kali, kata Kristen digunakan untuk menyebut jemaat mula-mula di Anthiokia. Sejak itu Kristen menjadi sebutan bagi para pengikut Kristus di seluruh dunia. Krkristenan bukanlah agama pada mulanya, namun sebuah gerakan; gerakan untuk saling melayani, saling memberi, saling mendoakan; gerakan yang hidup dalam kasih persekutuan, dan bertekun dalam ajaran para rasul. Mereka bertekun dan bersehati untuk berkumpul dalam bait Allah setiap harinya, memecah roti bersama dengan tulus hati. Dan yang terpenting adalah: mereka menjadi jemaat yang disukai semua orang (Kis 2: 47)

Adakah nilai-nilai yang mereka miliki sebagai jamaat mula-mula masih terdapat dalam diri kita sebagai orang Kristen masa kini, orang Kristen modern. Jangan-jangan bukan hanya nilai-nilai luhur Kekristenan mula-mula yang telah hilang dari kehidupan kita, namun juga kehidupan Kristiani tidak lagi menjadi sesuatu yang penting baik untuk dipertahankan ataupun dilakukan.

Apa sesungguhnya keistimewaan jemaat-mula-mula, sehingga mereka disuka oleh semua orang? Mereka yang menyatakan diri sebagai para pengikut Yesus, sungguh mempraktekkan apa yang Yesus lakukan dalam hidupNya. Pertama-tama sekali, Ia merendahkan diriNya hingga menjadi sama dengan kita yang dilayaninya, bahkan Ia menempatkan diriNya lebih rendah dari kita yang dilayaniNya. Hal tersebut juga diteladani oleh jemaat mula-mula. Mereka saling merendahkan diri satu dengan yang lain, dengan tidak memandang diri lebih penting, lebih kaya, lebih berkuasa terhadap yang lain. Apa buktinya? Buktinya adalah ketika mereka mau berbagi, menjual harta mereka dan membaginya dengan rata sesuai dengan kebutuhan. Baik itu kekayaan, makanan, apapun yang menjadi milik mereka, tidak menjadi sesuatu yang harus dipertahankan, namun menjadi suatu berkat bagi yang lain. Adakah kita mau berbagi? “ADA KAK... SAYA SUKA TRAKTIR TEMEN KO... SAYA JUGA SUKA KASIH MAKANAN SAYA, TAPI KALO ADA LEBIH...” Banyak remaja mengatakan suka berbagi dan memberi, mengapa? karena apa yang dimiliki saat ini sesungguhnya bukan milik pribadi, tapi milik orang tua. Akan beda, dan jauh lebih sulit rasanya ketika yang harus kita keluarkan adalah hasil jerih payah kita sendiri.

Kedua, Jemaat mula-mula adalah jemaat yang selalu rindu untuk belajar akan Firman Tuhan. Mereka berkumpul di Bait Allah bukan hanya untuk kongkow2, untuk sekedar bertemu dengan teman, bergosip, atau untuk melarikan diri dari tanggung jawab di rumah. Yang mereka lakukan adalah untuk belajar tentang Firman Tuhan dan untuk berdoa. Dengan Firman yang setiap hari mereka dengar, mereka menjadi orang-orang yang hidupnya, baik perkataan dan perbuatan mereka dikuasai oleh Firman Tuhan. Yesus sebagai Tuhan dan manusia, juga melakukan hal yang sama. Bukan berarti karena Ia adalah Tuhan, maka Ia tidak perlu lagi untuk belajar dan berdoa. Pada usia 12 tahun Yesus juga datang ke Bait Allah untuk mendengar pengajaran yang dilakukan oleh para imam. Ia juga tetap menjalin hubungan dengan BapaNya dengan jalan berdoa. Bagaimana kita bisa rindu untuk selalu mendengar dan belajar akan Firman Tuhan setiap hari, bila untuk diam dan tidak mengobrol selama -/+ 30 menit saja tidak bisa. Bagaimana kita bisa rindu untuk berdoa setiap saat, saling mendoakan saudara seiman kita, bila doa syafaat saja kita gunakan untuk keluar masuk ruangan?, untuk sekedar melihat adakah SMS yang diterima?, atau malah digunakan untuk mengganggu teman yang lain yang sedang sungguh berdoa?

Ketiga, Jemaat mula-mula adalah jemaat yang sungguh memuji Tuhan dalam hidup mereka. Memuji menggunakan kata aineo dalam bahasa Yunani, yang artinya tidak hanya bernyanyi, namun juga memberikan Tuhan untuk menguasai hidup dalam rangka menghormati dan menghargai Tuhan sebagai pemilik hidup. Yesus dalam seluruh hidup dan karyaNya, memuji dan memulikan Tuhan. Ia hidup bukan untuk diriNya sendiri, tapi untuk BapaNya yang di sorga. Ia tidak mementikan diriNya, keinginanNya, cita-cita dan tujuan hidupNya sendiri, namun IA menyerahkan semuanya untuk kemuliaan, Kepentingan, kehendak, tujuan BapaNya yang di sorga. Sehingga Cawan yang pahitpun diterimaNya dalam ketaatan yang penuh, bukan dengan keluh kesah, gerutu, kemarahan dan kekecewaan kepada BapaNya. Kini, adakah dari kita yang lebih mengutamakan kehendak Allah dibanding kehendak kita, kehendak orang tua kita, sahabat kita, kekasih kita, dan orang lain yang berpengaruh dalam hidup kita? Bukankah seharusnya Tuhan yang lebih berpengaruh di dalam hidup kita dibandingkan orang lain? Tuhan yang telah memberikan kita hidup, memberi kita keselamatan yang pasti, tapi mengapa kita lebih mempercakan diri kita kepada manusia yang fana?

Kita boleh saja memiliki argumen terhadap apa yang seharusnya kita lakukan sebagai orang Kristen. Kita bisa saja berkata; “ Itu kan maunya Tuhan dan bukan maunya kita!! Tuhan yang mau menyelamatkan kita kenapa kita sekarang harus repot?” atau bisa juga kita berkata: “ Dia yang mengerjakan keselamatan, seharusnya dikerjakan sampai tuntas dong!!!

Rekan2 sering kali kita menilai Tuhan sebagai orang yang membayar DP, dan kita dipaksa untuk membayar sisanya, atas sesuatu yang tidak kita inginkan. Dengan cara pandang seperti itu, maka melakukan apa yang Yesus lakukan, Do What Jesus Do, akan menjadi suatu beban, bahkan bisa menjadi tekanan batin. Sekali-kali jangan kita berpikir seperti itu! Manusia mana yang tidak ingin hidup dalam keselamatan? Manusia mana yang ingin hidup dalam ketidakpastian? Manusia mana yang kemudian tidak mencari Tuhan ketika tidak ada satupun di dunia mampu menjawab kebutuhan dan pertanyaannya? Kita harus sadar bahawa tidak ada manusia yang tidak mencari keselamatan akan hidupnya, kepastian akan masa depannya, kepastian atas kematian. Tuhan telah memberika itu secara Cuma-Cuma kepada kita, kita tidak dipaksa, atau bahkan disuruh membayar sisanya. Yang Tuhan lakukan adalah membayar lunas dengan hidupNya. Kini adalah pilihan kita mau menyambut karya Nya atau tidak.
Menjadi Kristen itu pilihan! Melakukan apa yang Yesus lakukan, juga suatu pilihan dan bukan paksaan. Kita boleh saja menolak untuk melakukan apa yang Yesus telah contohkan, tapi jangan menyebut diri sebagai orang Kristen. Jangan menulis agama Kristen dalam KTP, Ijasah, rapot, dan keterangan lainnya. Karena melakukan apa yang Yesus ingin kita untuk lakukan bukanlah konsekuensi (bila kita menyebutnya dengan kosekuensi) namun pilihan bebas. Tentunya dengan menyadari bahwa di dalam setiap pilihan hidup memang ada konsekuensi yang harus di tanggung.

Kita semua sudah tahu konsekuensi apa yang ada di depan kita sebagai pengikut Kristus, bukan? Bila tahu, kini mantapkan pilihanmu? Kristus atau yang lain. Bila Kristus menjadi pilihan kita semua, maka jalankan dan hadapilah kosekuensinya dengan hati yang tulus, dan gembira. KARENA HANYA DENGAN KETULUSAN DAN KEGEMBIRAAN DALAM MELAKUKAN KEHENDAK TUHAN, MAKA KITA AKAN MENJADI ORANG –ORANG YANG SUNGGUH DIBERKATI.... SIAPKAH KITA MENJADI KRISTEN?





Berbahagialah Orang Yang Tidak Melihat Namun Percaya

Yohanes 20: 24-29

Pertanyaan:
1. mengapa dikatakan berbahagia orang yang tidak melihat namun percaya?
2. apa kebahagiaan versi manusia?
3. mengapa banyak orang yang baru dapat berbahagia bila ia melihat?

Manusia mana yang dengan mudahnya percaya terhadap sesuatu yang belum jelas, apalagi menurut pandangan orang lain adalah sesuatu yang hanya angan dan imajinasi? Sekian ratus tahun yang lalu manusia tidak percaya bahwa suatu saat nanti bangsanya akan menjejakkan kaki di bulan. Banyak juga yang tidak percaya bahwa bumi ini bulat adanya, dan bukan datar seperti apa yang dikatakan oleh para bapak gereja.
Manusia membutuhkan bukti untuk dapat percaya kepada sesuatu. Lumrahkah? Tentu saja... manusia yang terlalu mudah untuk percaya menjadi manusia yang terlalu mudah untuk dibodohi, bahkan menjadi manusia yang cenderung akan selalu menjadi korban penipuan. Manusia harus mampu menggunakan apa yang dimilikinya untuk tidak mudah percaya terhadap hal-hal yang dianggap sebagai mitos belaka. Untuk apa manusia diciptakan dengan mata untuk melihat dan otak untuk berpikir, bila manusia tidak menggunakannya?
Tapi itulah kecenderungan manusia yang selalu ingin mencari bukti terhadap segala sesuatu untuk bisa percaya kepada segala sesuatu. Termasuk ketika manusia mencari bukti dari keberadaan Tuhan. Manusia lebih suka menantang Tuhan untuk mendapatkan bukti nyata dari keberadaanNya. Hal ini bukan hanya kecenderungan para manusia modern yang katanya memiliki rasionalitas yang tinggi. Jauh sebelum manusia dianggap modern, manusia sudah meragukan ketuhanan Yesus. Yesus dianggap sebagai manusia yang tidak waras, memiliki imajinasi berlebih, dan bahkan menjadikan Yesus layaknya pesakitan yang pantas mendapat salib sebagai hukuman.
Apa yang dilakukan umat Yahudi pada masa itu merupakan upaya merasionalisasikan Tuhan yang Maha dan tak terbatas itu. Bagi mereka adalah sesuatu yang mustahil bila seorang Allah turun menjadi manusia yang lahir dari seoraang manusia yang terbatas. Mustahil bila seorang bernama Yesus yang hanyalah anak seorang tukang kayu, yang dianggap oleh banyak orang sebagai anak haram adalah seorang Mesias yang dijanjikan dan dinubuatkan oleh para nabi ratusan tahun yang lalu dalam kitab suci. Bagi mereka seorang Mesias haruslah orang yang mampu membawa kebebasan, kemerdekaan dan menjadi pemimpin yang berkharisma dan disegani, dan bukan hanya seorang anak tukang kayu yang untuk membela diriNya saja Ia tidak mampu.
Untuk percaya bahwa Yesus adalah mesias yang dijanjikan itu saja tidaklah mudah, apalagi untuk memahami kebangkitan Yesus. Memang benar Yesus pernah membangkitkan orang mati, Ia pernah membangkitkan Lazarus dan mertua Petrus, namun itu saja tidak cukup memberi bukti kepada para murid untuk percaya bahwa Yesus telah bangkit dan telah menemukan kemenanganNya . itulah yang dialami oleh seorang Tomas yang disebut juga Didimus. Baginya kebangkitan Yesus hanyalah rekayasa dan impian rekan-rekan sesama murid yang merasa begitu sedih dan putus asa sepeninggalan Yesus.
Sebagai manusia Tomas lebih memilih untuk menggunakan inderanya manusia untuk dapat menentukan sesuatu dapat dipercaya atau tidak. Inderanya telah menghalangi dia untuk melihat kuasa dan perbuatan Allah dalam hidup manusia. Tomas tidak sadar bahwa apa yang dimiliki manusia adalah terbatas adanya, baik itu mata, pikiran, hikmat dan lain sebagainya. Tomas memilih untuk menggunakan rasionalitasnya untuk menilai kebangkitan Yesus.
Hal yang harus kita ingat adalah bahwa sebagai manusia, mata kita terbatas, pendengaran kita terbatas, pemikiran dan cara pandang kita juga terbatas. Buktinya? Manusia tidak bisa memandang apa yang ada di belakang kepalanya bukan? Tanpa cermin adakah manusia yang dapat melihat hidungnya? Matanya? Alisnya? Bahkan bibir dan mulutnya? Tidak!!! Itulah makna perkataan Yesus bahwa: berbahagialah kita yang tidak melihat namun percaya. Ketika kita lebih percaya akan penglihatan dan indera kita maka sesungguhnya kita telah menjadi bodoh di satu sisi dan sombong di sisi yang lain. Mengapa? karena kita lebih percaya terhadap apa yang terbatas dibanding apa yang tidak terbatas, dan kita merasa bahwa diri sebagai orang yang paling pandai, yang mampu menilai segala sesuatu dengan benar, dan tidak ada kuasa yang lebih besar dari kuasa yang kita miliki sebagai manusia.
Percaya kepada Tuhan, tentu bukan berarti kita menelan mentah-mentah atau bulat-bulat segala ajaran tentang Tuhan. Tuhan memberi kita akal budi untuk dapat memilah dan memilih dengan benar! Karena tidak semua yang ada di dunia ini berasal dari Tuhan. Tuhan ingin kita menguji Roh, menguji ajaran!!! Beriman memang bukan sesuatu yang rasional (masuk akal) semata, tidak juga menjadikkannya irrasional (tidak masuk akal), namun suprarasional (melampaui akal). Beriman adalah ketika kita mampu percaya dan mempercayakan diri kepada kuasa yang lebih besar dari kita, disini, kuasa itu disebut Tuhan!
Tentu bukan perkara mudah untuk percaya sekaligus mempercayakan diri kepada sosok yang tidak pernah kita lihat. Oleh karena itu yang perlu kita lakukan adalah mengenalNya. Bisakah orang tidak melihat namun mengenal? BISA!! Dan itu sudah dibuktikan oleh Abraham, Nuh, Timotius, Titus dan banyak pahlawan iman yang lainnya. Atau kita lebih suka Tuhan memperlihatkan diriNYa kepada kita seperti kepada Tomas dan berkata seperti Ia berkata kepda Tomas?
Bagaimana caranya? Bagaimana cara mengenalNYa hingga kita dapat percaya tanpa harus memandang muka dengan muka?
1. Jalinlah hubungan denganNya. Mengenal itu bukan hanya sekedar tahu, baik nama, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, nomor telepon dan lain sebagainya. Namun mengenal berarti menjalin hubungan yang terus menerus. Mengenal juga berarti kita memiliki pengetahuan tentang Dia yang kita kenal, apa yang Ia suka, apa yang Ia tidak suka, apa yang Ia butuhkan, yang Ia harapkan dari kita. Mau mengenal berarti juga mau bergaul, mau bersahabat, menyediakan waktu untuk berelasi, bukan berlandaskan formalitas belaka.
2. Pertahankan hubungan denganNya. Menjalin hubungan terkadang lebih mudah dari pada mempertahankannya. Mengapa? karena dalam hubungan sering kali kita menemukan beragam hambatan, rintangan yang terkadang membuat hubungan itu retak dan bahkan putus sama sekali. Tentunya dalam menjalin hubungan dengan Tuhan, kitalah yang lebih sering memutuskan hubungan secara sepihak. Mempertahankan berarti mau mengerti, menerima apa adanya, serta belajar untuk tidak mengeluh atau bahkan melarikan diri ketika badai persoalan datang. Mempertahankan hubungan juga berarti mempertahankan keharmonisan, agar tetap terjalin dengan baik, saling memberi dan menerima.

Tentunya pertanyaan utamanya adalah: “ bagaimana kita yang terbatas ini dapat menjalin hubungan dengan Dia yang tidak terbatas itu? “ Ya memang secara rasional tidaklah mungkin kita manusia yang terbatas dapat menjalin hubungan dengan Dia yang tidak terbatas itu. Namun kematian dan kebangkitanNya telah menjadikan pengenalan kita menjadi sesuatu yang mungkin bahkan menjadi sesuatu yang sangat mudah.
Dengan kematian dan kebangkitanNya, seluruh dunia mengenal Dia melalui injil dan surat yang ditulis dan dibaca sepanjang masa, Alkitab. Ya Alkitab memberikan kita kesaksian akan siapa Yesus sesungguhnya, yang adalah Allah dan Tuhan, namun juga manusia dengan segenap kelemahan dan kekuranganNYa. Bagaimana kita mau mengenal Tuhan kita yang tidak nampak itu bila kita tidak mau membaca kisahNya dalam Alkitab? Bagaimana mau mengenal apa yang Ia inginkan, apa yang tidak Ia sukai, bila kita tidak pernah mau memahami apa yang Ia katakan dalam Alkitab?
Cukupkah kita mengenalnya, bila hanya dengan membaca Alkitab saja? Tidak, bila kita juga tidak mau menjalin komunikasi yang baik denganNya melalui Doa. Doa itu bukan hanya sekedar cara ketika kita ingin mengutarakan keinginan kita kepada Tuhan, namun ketika kita juga belajar mendengar apa yang Tuhan inginkan untuk kita perbuat dalam hidup. Lebih dari itu doa menjadi sarana bagi kita untuk menyelaraskan keinginan kita dengan kehendakNya, sehingga tantangan yang sering kali hadir dalam suatu hubungan (perbedaan pendapat dan kebutuhan) dapat diatasi dengan baik.
Namun, Satu hal yang perlu kita ingat dan pahami adalah, bahwa kita bukan sedang menjalin hubungan dengan sesama manusia. Kita sedang menjalin hubungan dengan Tuhan dan Tuan yang memiliki hidup dan menciptakan kita. Tuhan yang jauh lebih berkuasa dengan kita, yang sering kali tidak mampu dipahami dengan keterbatasan kita sebagai manusia. Tuhan yang tidak dapat dikotak-kotakan dengan pemahaman dan hikmat kita... Dia adalah Tuhan yang bebas

Senin, 06 April 2009

Maria Magadala

Maria Magdalena

Tuhanku....
Tak ada kata yang mampu keluar dari bibirku
Yang mampu menggambarkan betapa Engkau begitu berharga bagiku

Kau tidak hanya hadir dalam hati dan pikiranku
Namun terutama Kau hadir dalam hidupku
Mengubah... menjadikannya baru...
Memberi semangat...
Memberi kehidupan yang telah hilang.

Aku tak mampu hidup tanpaMu
Aku tak mau hidup tanpa kasih dan pengampunanMu
Aku yang kotor...
Yang mereka bilang sebagai penzinah
Yang lebih layak mati dirajam, dari pada dibiarkan hidup untuk menajiskan yang lain...
Aku yang tak layak dapat hidup dan belas kasihan

Aku....Kau angkat begitu tinggi...
Kau beri aku kesempatan
Kau beri aku hidup yang sesungguhnya
Kau beri aku kasih yang sejati
Kau beri aku segalanya

Aku takkan menukarkan Engkau dengan Apapun yang ada di dunia.... terima kasih telah memberiku keselamatan....hidup melalui kebangkitanMu
Yudas

Aku....
Aku memang bukanlah salah satu murid yang dikenal
Hanya saja di akhir hidupku, aku menjadi orang yang paling dibenci dunia

Banyak orang menganggap aku tidak percaya
Orang juga menganggap aku kerasukan setan
Mereka mengenalku melalui ciuman kematianku dan bukan karyaku...

Padahal aku bukan seperti apa yang mereka pikirkan...
Aku berpihak kepada mereka yang miskin
Aku juga tidak mengkhianati Yesus...
Aku...
Aku hanya menyerahkanNya kepada penguasa
agar mereka memeriksa ajaranNya.
Cuma itu kok!!!

Tapi mengapa mereka menghakimiku dengan begitu rupa?
Aku dianggap sampah dunia!!!
Dianggap sebagai iblis!!!

Aku tidak tahu apa yang ingin mereka lakukan terhadapNya!!!
Oleh karena itu aku mengembalikan tiga puluh keping perak itu!!
....
Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tidak bersalah!!
Tapi... tapi mereka berkata: ”apa urusan kami dengan itu??” Dan mereka mengatakan bahwa itu menjadi urusanku sendiri!

Aku...aku.... bingung mengapa semuanya jadi begini!
Aku mati saja!!!!

Sabtu, 04 April 2009

Tiada Ketaatan Tanpa Pengorbanan

Tiada Ketaatan Tanpa Pengorbanan
Fil 2: 5-11

Pertanyaan:
1 apa makna ketaatan?
2 mengapa manusia harus taat?
3 mengapa tiada ketaatan tanpa pengorbanan?

Orang Kristen identik dengan orang -orang yang taat, benarkah demikian? Saya rasa bukan hanya orang Kristen yang perlu menjadi orang yang taat. Semua manusia harus memiliki ketaatan dalam dirinya masing masing untuk dapat hidup berdampingan. Mengapa demikian? Karena manusia adalah makhluk yang sering kali tak mampu mengontrol diri, dan lebih suka mengutamakan kepentingan, keinginan, bahkan memiliki kebenaran sendiri.

apa jadinya bila manusia hidup tanpa ketaatan? berantakan, tak terkendali, liar dan berbagai hal lain yang mungkin membuat hiduo menjadi tak tenang dan tak beraturan. Namun pada kenyataannya adalah benar adanya ungkapan bahwa peratuaran dibuat untuk dilanggar. Walaupun undang-undang, peraturan telah dibuat sedemikian rupa untuk mengatur dan menjadikan hidup lebih baik, toh pada kenyataannya, manusia tetap melanggar apa yang telah dibuatnya dengan susah payah tersebut. Hasilnya? Koruptor tetap merajalela; pencuri dan penipu tetap menjadi profesi sampingan dari beragam kalangan, baik itu esmud, pejabat nagara, guru, karyawan, hingga mereka yang menyebut dan disebut sebagai wong cilik (yang sesungguhnya lebih banyak menjadikan 2 profesi tersebut sebagai profesi utama.)

Menjadi taat memang terkadang lebih sulit daripada memecahkan soal-soal Fisika dan Akuntansi. Ketaatan tidak hanya membutuhkan kemampuan, otak, tapi terutama membutuhkan kemauan untuk keluar dari rasa nyaman dan aman. Ketaatan adalah proses pengalihan kekuasaan; yang tadinya dipegang oleh diri, dan ego kita sebagai manusia, kini harus dipindah tangankan kepada orang lain yang memiliki kuasa lebih atas kita; orang tua-kah, guru-kah, kakak-kah, atau Tuhan-kah. Tentunya mengalihkan kekuasaan dan keputusan kepada orang lain bukanlah hal yang menyenangkan, bahkan sering kali membuat hidup yang sudah sulit menjadi semakin sulit. Contohnya: berapa banyak pengendara motor menggunakan helm didasari oleh ketaatan dan keselamatan? Atau, berapa banyak pengendara mobil yang menggunakan sabuk pengaman hanya karena tidak mau kena tilang? Dan, berapa banyak anak-anak taat kepada orang tuanya sekedar untuk mendapatkan hadiah?

Tidak seharusnya ketaatan didasarkan kepada ketakutan, keterpaksaan, bahkan karena ingin mendapatkan sesuatu. Sebagai anak-anak Allah yang telah dipanggil ke dalam keselamatan yang kekal, ketaatan adalah kerinduan yang didasarkan kepada kasih kepada Allah. kasih seperti apa? Kasih yang mau berkorban. Tanpa atau dengan kita sadari Allah mengasihi kita dengan cara mengorbankan diriNya untuk menggantikan kita. Karena kasihNya kepada kita Ia yang adalah Allah sabar menanggung cercaan, Ia dengan begitu murahnya memberikan keselamatan. Ia tidak sombong, tidak juga memegahkan diri bahkan Ia tunduk dalam ketaatan penuh kepada BapaNya, menjadi hamba Allah yang menderita. Ia tidak mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, bahkan iA memberikan segalanya untuk bisa menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih baik. Ia tidak menyimpan kesalahan kita, bahkan sejauh Timur dari Barat dijauhkannya pelanggaran kita, ke dalam tubir laut dilemparkanNya kesalahan kita.

Hanya saja, tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam ketaatan, ada sesuatu yang harus dikorbankan, baik itu kepentingan, keinginan, egoisme kita sebagai manusia. Ketaatan menuntut pengorbanan, mengapa? karena untuk menjadi taat kita harus melawan keinginan kita untuk mengikuti keinginan Tuan Sang Pemilik kita. Filipi 2: 5-11 membantu kita mewujudnyatakannya, dengan meneadani apa yang Yesus lakukan dalam ketaatanNya kepada Allah.
1. Menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus. Mudahkah bagi kita, manusia untuk berempati? Kadang, hanya untuk sekedar simpati saja, manusia tidak mampu, apalagi untuk berempati. Namun melalui ayat ini, kita diajak untuk berempati kepada Yesus, yaitu dengan menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus. Dengan kata lain, kita belajar untuk memandang dari cara pandang, berpikir dengan pikiran Yesus dan merasa dari apa yang Yesus rasa. Sulit? Tentunya! Karena kita lebih suka memperhatikan apa yang kita rasakan dibanding apa yang orang lain rasakan. Jadi KUNCI ketaatan yang 1 adalah empati. Ketika kita hendak berbuat, berkata, berpikir, lakukan itu semua dari sudut pandang Yesus. Apa yang akan Yesus lakukan bila IA menjadi saya? Apa yang akan Yesus katakan bila ia berada dalam posisi saya? Apa yang akan Yesus pikirkan bila Ia menghadapi situasi seperti yang saya hadapi? Bertanyalah What Would Jesus Do?

2. Merendahkan diri Merendahkan diri bukan berarti menempatkan diri kita di bawah orang lain atau menganggap diri kita tidak ada apa-apanya dibandingkan orang lain. Merendahkan diri sesungguhnya adalah kesedidaan kita untuk mau membungkuk dan berlutut untuk melayani orang lain. Setiap orang sama berharganya di hadapan Tuhan, namun tidak semua orang menyadari bahwa ia tidak lebih baik dari yang lain! Merendahkan diri berarti kita sadar bahwa kita ada untuk saling melayani, untuk saling memberi diri, dan bukan hanya ingin dilayani dan yang dipuja-puji.

3. Mengosongkan diri bukan berarti mengosongkan pikiran, tapi melepas reputasi, melepas yang dianggap berharga dan yang dianggap penting bagi seorang manusia. Sesungguhnya, tidak ada yang layak untuk kita pertahankan di dalam dunia ini, mengapa? karena, pertama, tidak ada yang abadi di dunia ini, termasuk diri kita manusia. Kedua, apa yang kita miliki saat ini sesungguhna bukanlah milik kita tapi milik Tuhan! Sebagai Allah, Yesus tidak melihat apa yang Ia miliki, baik itu kuasa, hormat, kekayaan, kemasyuran dan lain sebagainya sesuatu yang layak dipertahankan. Tapi kita manusia, karena rasa memiliki terhadap diri sendiri, seseorang, sesuatu, apapun bentuknya, melupakan ketaatan kita kepada Tuhan yang telah memberikan segalanya itu bagi kita.

Menjadi anak-anak Tuhan yang taat memang tidak mudah. Bila menggunakan bahasa ‘rohani’nya, ada harga yang harus dibayar. Tapi ingat kita tidak membayar harga seperti apa yang Yesus bayar bagi kita. Yang kita lakukan hanyalah sepersekian dari apa yang telah Yesus lakukan bagi kita. Tidakkah itu cukup untuk membuat kita sadar, bahwa kita adalah anak-anak yang begitu dikasihiNya.

Lebih baik jangan taat, bila itu dilakukan dengan keterpaksaan, ketakutan dan karena embel-embel yang lain, tapi juga jangan mengaku sebagai anak-anak Allah. “bila kamu malu mengakui Dia di depan orang banyak, maka Ia juga akan malu mengakui kita di hadapan Bapa!”

Taat bukan sekejap mata!! Taat adalah proses sepanjang usia, sepanjang hidup....tapi mari kita belajar untuk taat, selama masih ada kesempatan bagi kita untuk bisa taat. taatlah dari dalam hati kita, bukan hanya tubuh kita. Karena, walau manusia melihat apa yang nampak, Allah melihat ke dalam hati.

Selamat menaati Allah, dan selamat berkorban untuk Allah...