Kamis, 10 Oktober 2013

Mengubah yang Nampaknya Sulit Untuk Diubah



Kisah 26:1-32

Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku kecuali belenggu-belenggu ini

Berdoa untuk suami, isteri, anak dan orang tua yang tidak mau berubah nampaknya menjadi sesuatu yang melelahkan, bahkan kadang membawa kita pada tingkat frustasi yang tinggi. Kita merasa bahwa mendoakan mereka adalah sebuah kewajiban, karena kita juga ingin semua anggota keluarga kita mendapatkan keselamatan. Namun ketika kita sudah sedemikian lama berdoa, tapi tidak ada perubahan yang kita dapati, rasa lelah dapat saja membuat kita menyerah.
Sebagai tokoh Kekristenan mula-mula yang begitu mengagumkan, Paulus menjadi teladan dalam banyak hal. Terutama dalan ketekunan memikul penderitaan dan kesetiaan terhadap Allah. Penderitaan yang dialami Paulus bukanlah penderitaan ringan, walau tentu tak sebanding dengan apa yang dialami oleh Yesus di atas kayu salib, namun Paulus sebagai manusia mengalami begitu banyak penderitaan bersama dengan para rasul lainnya.
Apa yang menarik dari kisah Paulus hari ini? Coba perhatikan apa yang ia doakan? Apakah ia mendoakan keselamatannya? TIDAK! Apaka ia mendoakan agar hidupnya nyaman dan enak? TIDAK! Apakah dia mendoakan agar orang lain merasakan penderitaan yang ia rasakan? TIDAK! Lalu apa yang menjadi doanya? Dia berdoa agar semua umat yang mendengar kesaksiannya menjadi umat yang radikal dan militan bagi Tuhan. Tentu radikal dan militan dalam artian yang positif, yaitu mampu mengabarkan sukacita keselamatan dan kerajaan Allah kepada dunia dengan kesungguhan dan kesetiaan. Tapi saudara nilai  lain yang luar biasa dari doa Paulus, bahwa Ia tidak menginginkan orang lain merasakan belenggu-belenggu yang ia rasakan. Adakah kita berdoa seperti Paulus?


Menghancurkan Kuasa Ketakutan



Lukas 22:44

Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.

Saudara pernah merasa takut? Apa yang saudara lakukan? Makan? Tidur? Mengalihkan rasa takut itu dengan menonton televisi? Atau dengan hal lain? Banyak orang salah mengalihkan rasa takut yang mereka alami. Mereka mencoba untuk mengatasinya dengan cara yang sifatnya negatif dan destruktif. Misalnya dengan obat-obatan, rokok, miras, yang memang memiliki efek melemahkan syaraf, membuat kita merasa fly , senang dan gembira. Namun, ketika efek dari obat-obatan tersebut hilang, hilang pulalah kesenangan dan kegembiraan itu. Sedangkan rasa takut adalah rasa yang begitu manusiawi, yang mungkin kita alami setiap hari baik secara sadar penuh atau tidak sadar.
Yesus, memiliki cara yang luar biasa mengatasi ketakutanNya yang sangat itu. Ia memilih cara yang lazim dilakukan manusia kepada Tuhan dan bukan Tuhan kepada Tuhan. Karena walau Yesus adalah 100 persen seorang manusia tapi Dia juga adalah Tuhan 100 persen. Mengapa dia yang adalah Tuhan masih tetap berdoa kepada BapaNya. Banyak orang yang salah menafsirkan bagian ini dengan mengatakan bahwa ini adalah bukti bahwa Yesus Kristu bukanlah Tuhan, Dia hanya manusia biasa yang masih tergantung dan berharap kepada TuhanNya. Padahal sesungguhnya bagian Alkitab ini hendak berkata bahwa sebagai manusia Yesus ingin menunjukkan bahwa hanya Tuhanlah yang memapu membuat manusia keluar dari beratnya rasa takut , bahkan ketika manusia itu diperhadapkan dengan sesuatu yang paling ia takuti. Dan hanya Tuhanlah yang memampukan manusia dengan penuh keberanian menghadapi rasa takutnya tersebut tanpa rasa gentar.
Ia ingin menunjukkan bahwa tidak ada jalan lain yang paling baik dan paling tepat untuk mengatasi ketakutan yaitu dengan doa.

Mengusir yang Jahat



Markus 9:29


Jawab-Nya kepada mereka: "Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa.”

Banyak gereja di jaman modern ini melakukan praktik ritual pengusiran setan sebagai bagian dari liturgi ibadahnya. Hal-hal yang sifatnya spektakuler dan fenomenal ini memang mengundang begitu banyak pendapat. Ada yang pro dan ada yang kontra. Ditambah lagi karena manifestasi yang dihasilkan dari pengusiran roh tersebut dapat berupa kejadian-kejadian yang nampaknya mustahil dan tidak masuk akal. Misalnya keluarnya paku dari kepala seseorang setelah didoakan dan lain sebagainya. Salahkah praktek ritual ini? Tidak sama sekali! Tapi! Banyak hal yang perlu dicermati.
Dalam pelayananNya, Yesus juga melakukan beebrapa kali pengusiran setan yang dicatat secara spesifik dalam Firman Tuhan. Tapi pengusiran yang dilakukan Yesus bukan bukan dengan cara yang biasa kita saksikan baik di televisi ataupun di ibadah-ibadah misalnya dengan  berteriak-teriak atau diiringi dengan pujian yang didendangkan secara terus menerus dan bahasa roh yang juga mengiringi proses pengusiran. Kebanyakan pengusiran yang dilakukan Yesus dilakukan dengan perkataan saja. Tentu, juga bukan sembarang kata, namun kata yang diserta dengan iman dan kekudusan hidup.
Namun, ada hal lain yang ingin Yesus ungkapkan dalam kisah ini. Bahwa doa adalah hal yang penting juga dalam pengusiran setan. Kesetiaan dalam memanjatkan doa secara terus menerus menjadi tuntutan bagi kelepasan seseorang dari kuasa jahat. Melalui doa, kesungguhan hati kita diuji. Bukan hanya bertapa kuat kuasa kata-kata yang kita pilih, tapi juga kuatnya hati kita menginginkan saudara kita pulih dan lepas dari jerat si Jahat.Mengusir kuasa jahat sudah pasti menajdi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan beriman. Bukankah setiap hari kita diperhadapkan dengan berbagai pikiran dan kehendak jahat ?

Doa Yang Tidak Egois



Ezra 10:1-19

Sementara Ezra berdoa dan mengaku dosa, sambil menangis dengan bersujud di depan rumah Allah

Pengakuan dosa adalah bagian dari liturgi kita setiap minggunya. Hal tersebut dilakukan karena gereja sadar bahwa dirinya terbatas. Walau gereja sudah mendapat penebusan dan kesempatan untuk hidup baru, nyatanya kehidupan tidak pernah menjadi benar-beanr baru. Ada kalanya manusia jatuh ke dalam dosa, walau dosa tidak lagi mengikat kehidupannya.
Tapi, berapa banyak dari jemaat benar-benar menggunakan waktu untuk melakukan pengakuan dosa yang mendalam. Bukan hanya menjadi suatu rutinitas atau menjadi suatu kebiasaan dalam ibadah. Bila untuk mengakui dosa pribadi saja kita sulit, apalagi berdoa memohon pengampunan bagi orang lain kepada Tuhan.
Ezra berdoa dan menangis, bukan karena ia telah melakukan dosa besar di hadapan Tuhan, sehingga ia merasa begitu menyesal. Bukan dosanya yang ia bawa dalam doa penyesalan tersebut, tapi doa bangsa Israel yang telah melawan kehendak Tuhan dan menjadi tidak taat. Lebih dari doa yang dipanjatkan, seorang Ezra berpuasa karena ia berkabung karena bangsa Israel melakukan perbuatan yang tidak setia.
Mungkin bagi kita apa yang dilakukan Ezra adalah sesuatu yang berlebihan. Tapi tidak bagi Allah. Allah melihat bagaimana Ezra mengasihi bangsa Israel, bukan karena ia sendiri adalah bagian dari bangsa yang besar itu , namun karena ia mengerti bangaimana Allah mengasihi mereka dan menginginkan bangsa ini menjadi bangsa yang besar yang membawa keselamatan bagi bangsa-bangsa lain.
Adakah kita memiliki hati seperti Ezra yang dengan ketulusan hati memanjatkan doa bukan bagi dirinya sendiri dan bahkan bukan bagi dosa-dosanya sendiri tapi bagi dosa-dosa orang lain? Adakah saya dan saudara mau memanjatkan doa agar dosa-dosa orang di sekeliling kita diampuni Tuhan? Sebuah tantangan bukan?

Sebuah Kerinduan Yang Tak Terbendung



Daniel 6:1-28

Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.

Mengapa anda berdoa? Apa yang mendorong anda untuk berdoa? Kebutuhan, atau kerinduan akan Allah, kerinduan untuk mengalami kasih dan penyertaanNya, mendengarkan titahNya dan sapaanNya. Atau mungkin karena sebuah rutinitas menahun yang kini telah menajdi program otomatis di dalam benak kita, hingga ketika mengucapkannyapun terasa biasa saja?
Daniel adalah seorang hamba Allah yang luar biasa. Doa yang dipanjatkannya menjadi sebuah bukti kerinduang kepada Allah dan bukan hanya kebutuhan. Pada masa itu, Daniel tau dengan benar bahwa terdapat larangan untuk berdoa, dan ganjarannya? Bukan hanya sekedar denda atau penjara, namun goa Singa, yaitu sebuah kematian yang mengerikan, dicabik dan disantap binatang yang kelaparan. Tapi larangan tersebut sama sekali tidak menggoyahkan kerinduannya untuk menyembah dan berelasi dengan Tuhan Allahnya. Ia tetap melakukan penyembahan seperti yang biasa ia lakukan setiap hari.
Adakah kita memiliki kerinduan seperti Daniel? Yang patut kita teladani dari Daniel bukan pada banyaknya doa yang dipanjatkan, atau kedisiplinannya dalam menyembah Tuhan. Karena banyaknya doa yang dipanjatkan belum tentu menunjukkan kesungguhan kita menaikan doa tersebuit sebagai sebuah cara untuk senantiasa berelasi dengan Tuhan. Begitu juga dengan kedisiplinan, karena kedisiplinan yang dilakukan dengan keterpaksaan hanya akan mendatangkan sungut-sungut dan bukan sukacita.
Cobalah untuk memupuk rasa rindu kepada Allah. Karena rasa rindu tersebutlah yang akan membawa saudara dan saya untuk senantiasa berelasi, bercakap dengan Allah dan mendengar suaranya yang berbisik dengan lembut di dalam hati kita.