Minggu, 28 Juni 2009

Relasi Baru Dengan Seluruh Ciptaan
Kejadian 1: 28
Yohanes 3:16
2 Kor 1: 12

Pertanyaan:
1. apa yang dimaksud dengan relasi baru?
2. seperti apa relasi yang lama?
3. siapa saja yang disebut dengan ciptaan?
4. bagaimana mewujudkan relasi baru dengan seluruh ciptaan?

Siapa sih yang tidak ingin memiliki hubungan baik dengan semua orang? Hubungan yang tanpa pertengkaran, prasangka, ketegangan, dan segala sesuatu yang mampu menghancurkan hubungan itu. Semua orang ingin menjalin hubungan ditengah kedamaian, tenggang rasa, kasih dan sukacita. Namun realitanya sungguh berbeda. Beragam relasi yang ada di dunia diwarnai dengan pertengkaran, perselisihan, keegoisan (dan lain sebagainya) yang mampu menghancurkan, bahkan memutuskan relasi yang terjalin diantara mereka.

Hidup tidak lagi diwarnai dengan kedamaian, yang ada malah saling curiga dan saling menjatuhkan satu dengan yang lain. Persaingan yang terjadi tidak lagi sehat, karena persaingan tidak lagi digunakan untuk saling membangun, namun untuk saling unjuk gigi, dan pamer kekuatan. Manusia menjaid serigala bagi manusia yang lain, homo homini lupus. Manusia sibuk memperkaya diri dan melupakan manusia lain yang membutuhkan bantuan. Yang kaya menimbun kekayaan, yang miskin dibiarkan hidup semakin miskin.
• Dalam kenyataan, 24.000 orang mati setiap hari karena mereka tidak punya makanan untuk menunjang kehidupan.
• WFP: setiap hari ada 34.000 anak di bawah lima tahun mati karena kelaparan dan penyakit yang sebenarnya dapat diobati.
• Starvation Net: 50.000 kematian jika ditambah air kotor dan AIDS
• Angka terus bertambah setiap 3,6 detik!!

Orang miskin sakit dan mati karena terlalu sedikit makan
Orang kaya sakit dan mati karena terlalu banyak makan
Masih adakah hati nurani manusia?

Yang lebih memprihatinkan adalah bukan hanya relasi manusia dengan manusia yang lain yang rusak namun juga relasi manusia dengan ciptaan yang lainnya. Manusia menjadi pemburu dan pembunuh bagi banyak satwa. Mereka membunuh untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri. Semakin langka satwa tersebut semakin dicari dan diburu oleh manusia. Studi-studi mendapatkan kepunahan spesies -spesies
– 1850-1950, 1 spesies per tahun
– Sejak 1989, 1 spesies per hari
– Sejak 2000, 1 spesies per jam
Manusia yang diciptakan Allah sebagai makhluk pemakan buah dan biji, beralih menjadi pemakan segala (omnifora).

Manusia juga menjadi musuh bagi beragam flora di dunia. Bahkan beragam studi mengatakan bahwa flora adalah makhluk hidup yang punah paling banyak. Punah berarti bukan sekadar tidak akan tumbuh lagi, melainkan tidak akan eksis lagi dan tidak pernah ada lagi. Penebangan liar, penambangan liar, yang menyebabkan penggundulan hutan tanpa reboisasi menyebabkan bencana dimana-mana. Pemanasan Global atau yang kita kenal dengan global warming merupakan hasil dari efek rumah kaca, hingga lubang pada lapisan ozon yang disebabkan oleh ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Semua yang baik itu sekarang telah rusak. Dirusak oleh egoisme manusia.

Kini apa yang kita bisa lakukan dalam rangka memperbaiki, memperbaharui relasi dengan seluruh ciptaan?

Pertama, Kejadian 1 : 28, yang harus kita ingat adalah, kita, manusia diciptakan bukan untuk menjadi musuh bagi ciptaan yang lain, namun menjadi kepala, yang mengatur, mengendalikan, memimpin, termasuk di dalamnya memelihara dan merawat agar ciptaan yang lain dapat berkembang, berbuah dan dapat menghasilkan segala sesuatu yang lebih baik lagi untuk kehidupan semua ciptaan.

Jadi jangan merasa kitalah tuan dari segala ciptaan. Tuan dan Tuhan bagi kita dan ciptaan yang lain hanyalah Allah seorng dan tidak ada yang lain. Kita diberikan kuasa untuk mempimpin menurut cara Allah dan bukan cara kita sendiri, karena bumi dan seluruh isinya adalah ciptaan Allah bukan ciptaan kita. Hanya Allahlah yang mengetahui dengan benar bagaimana harus memperlakukan ciptaan dengan penuh keadilan dan tanggung jawab. Kita hanyalah pegawai Allah, yang mengusahakan apa yang telah diberikan kepada kita sebagai anugerah, bukan juga sebagai beban hidup.

Kedua, Walaupun manusia telah merusakkan segala yang baik yang Allah ciptakan termasuk merusak relasi dengan sesame ciptaan, namun Allah tidak putus asa dan berpangku tangan melihat kerusakkan yang telah dibuat manusia. Ia turun dari tahtaNya demi memperbaiki pertama-tama, relasi manusia dengan Allah, lalu manusia dengan manusia, dan dengan ciptaan lainnya. Yohanes 3: 16 “ Karena begitu besar Kasih Allah akan dunia ini”. Yohanes mengatakan, karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, bukan hanya kepada manusia, tumbuhan dan binatang, namun dunia. Kosmos dalam bahasa Yunani juga bukan hanya berarti dunia manusia, namun juga bumi dan jagad raya. Kosmos menggambarkan harmoni yang Tuhan ciptakan, keadaan yang baik pada awal penciptaan, yang telah diubah dan dirusak oleh manusia. Ia datang bukan hanya untuk menebus, menyelamatkan manusia, sebagai gambar dan rupa Allah, namun juga menjadikan relasi yang rusak menjadi harmonis kembali. Dan untuk itu IA Berkorban.

Menciptakan sesuatu yang baru, suatu pembaharuan, kadang membutuhkan pengorbanan. Yesus mau melakukannya demi kita, demi terjalinnya suatu relasi yang indah dan baik adanya. Mahal...mahal, apa yang dilakukan oleh Yesus untuk menciptakan relasi baru begitu mahal, nyawaNya menjadi tumbal. Yesus sudah memulai pengirbana itu, bagaimana dengan kita?

Maukah kita sedikit saja mengalah kepada adik, kakak, saudara, teman kita?
Maukah kita sedikit saja belajar untuk memahami orang lain, termasuk orang tau kita, daripada hanya meminta orang lain untuk memahami kita?
Maukah kita memikirkan orang lain terlebih dahulu dan bukan kita melulu?
Maukah kita belajar untuk memberi, daripada meminta terus menerus?
Maukah kita keluar sedikit saja dari rasa nyaman kita demi orang lain?

Dalam setiap perubahan pasti ada pengorbanan, Tuhan telah menjadi teladan bagi kita untuk berkorban. Bukan relasi biasa yang Ia perbaiki melalui kematianNya, tapi relasi yang tidak mungkin dapat diperbaiki oleh manusia manapun, yaitu relasi Allah dan manusia.
Bila Ia mau, bagaimana dengan kita?

Ketiga, sadar bahwa pengorbanan dalam suatu hubungan bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilakukan. Hubungan manusia akan tetap seperti dulu, rusak, penuh dendam dan dengki. Oleh karena itu relasi yang ada harus didasari oleh Kasih yang tanpa pamrih unconditional Love. 2 Korintus 1:12, menyebutnya sebagai kasih yang dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah, bukan dari hikmat dunia tapi kekuatan kasih karunia Allah. Yaitu

Kasih yang memberi bukan meminta.
Kasih yang berkata: apa yang bisa aku beri untukmu? Dan bukan yang berkata:” apa untungnya bagiku?”
Kasih yang jujur dan jauh dari kepura-puraan
Kasih yang tidak self oriented, tapi other oriented
Kasih yang diberikan dengan sukacita dan bukan dengan gerutu.

Tanpa Kasih Allah, kita akan menjadi mayat-mayat hidup, alias zombie, yang hidupnya hanya untuk menghabisi hidup orang lain. Jadi, nikmatilah relasi yang baru dengan seluruh ciptaan, manusia, flora dan fauna yang ada sebagai suatu kesatuan yang harmonis, saling mengisi dan membutuhkan, didasarkan pada Kasih Allah, yaitu Kasih Sang Pencipta!!! amin

Rabu, 24 Juni 2009

Go Green!!!!!
Kejadian 1:28

Tujuan:
1. agar jemaat menyadari bahwa mereka perlu menjaga keseimbangan alm sebagai wujud iman mereka
2. agar jemaat menyadari bahwa perintah Tuhan untuk memenuhi dan menaklukan bumi serta berkuasa tidak sama dengan eksploitasi alam.

Pertanyaan:
1. Apakah anda tahu mengapa Allah menciptakan bumi?
2. Apakah anda tahu mengapa anda diciptakan di atas bumi?

Anda pasti sering sekali mendengar istilah pemanasan Global. Dalam bahasa inggrisnya: “ Global Warming, tapi banyak yang menyebut Global Warning. Ya.... kalau Global Warming didiamkan, lama-lama menjadi Global Warning! Sebuah peringatan bagi kita untuk kita lebih peduli kepada bumi.

Sadarkah anda udara di bumi ini semakin panas dari hari ke hari? Sekitar 15 tahun yang lalu, saya masih merasa kedinginan bila berada di daerah puncak, kini 15 tahun berlalu saya bia keringatan walau di malam hari. 10 Tahun yang lalu camping di Gunung Salak Bogor masih dapat membuat gigi gemeletuk saling beradu karena dinginnya malam, kini dingin bisa diatasi hanya dengan mengenakan mantel tipis.

Tentu rasa panas yang semakin menjadi-jadi ini bukan karena ‘Matahari’ yang membuka cabang di mana-mana, bukan juga jarak bumi dengan matahari semakin dekat. Namun karena apa yang disebut rumah kaca, yaitu suatu kondisi dimana panas matahari yang diserap bumi tidak dapat dilepaskan kembali ke luar angkasa karena terhalang oleh lapisan monoksida, yang seharusnya diserap oleh tumbuh-tumbuhan, mengumpul di udara menciptakan sebuah lapisan yang semakin tebal. Lapisan ozon yang semakin menipis dari waktu ke waktu, paru-paru dunia yang semakin sedikit karena penerbangan liar, lahan kosong untuk penyerapan air digantikan oleh raksasa-raksasa beton, sungai-sungai dipenuhi dengan berbagai sampah rumah tangga, menambah efek rumah kaca bagi bumi.

Adakah kita sadar bahwa setiap kita memberikan sumbangsih baik itu kecil maupun besar akan pemanasan yang dialami oleh bumi ini. Dari penggunaan alat-alat elektronik yang memperlebar lubang ozon dengan tidak bertanggung jawab, penggunaan alat transportasi yang menyumbangkan CO2 ke udara, hingga dengan membuang kertas tisu ke jalan, atau membuang bungkus permen ke luar jendela mobil, atau dengan membuang gelas aqua di kolong mobil angkutan umum. Sadarkah kita ketika kita tidak mau berkorban sedikit saja untuk menyimpan lebih lama bungkus permen, gelas aqua, ataupun mengantongi sampah kertas tisu hingga menemukan tempat sampah, kita tidak ada bedanya dengan mereka yang membuang seember sampah ke kali. bahkan kita lebih buruk dari mereka. Kita yang lebih berpendidikan, lebih mampu memilah mana yang baik dilakukan dan mana yang tidak, dan terutama punya tempat pembuangan yang lebih layak di rumah kita.

Memang nampak sederhana, ketika kita belajar untuk membuang sampah kecil kita ke tempat yang semestinya, namun tampaknya hal sesederhana itupun tidak kita lakukan, apalagi untuk hal yang lebih besar? Perubahan tidak hanya dapat dilihat dari melakukan hal2 besar, misalnya ikut serta menjadi panitia biopori di lingkungan tinggal anda, ataupun dengan kampanye menanam seribu pohon. Tapi terutama ketika kita belajar setia untuk melakukan hal yang dianggap kecil, yaitu membuang sampah kecil kita pada tempatnya

Pertanyaannya mengapa itu semua perlu kita lakukan?
1. Bumi diciptakan baik adanya. Tidak ada yang tidak baik. Bumi dalam keadaan prima pada waktu diciptakan, karenanya kita perlu menjaga dan mempertahankan apa yang telah diciptakan Allah dengan baik itu. Apa yang ada di dalam pikiran anda ketika Allah menyebut ciptaannya baik adanya? Apanya yang baik? Baik disini bukan hanya soal bentuk, warna, tapi juga komposisi. Apa maksudnya? Bahwa bumi dijadikan dalam keseimbangan (yang kerap kali disebut Yin Yang), kaya (dengan beragam jenis flora dan fauna), sempurna (ulung, unggul), makmur dan bernilai. Bumi punya nilai bagi Tuhan. Tuhan tidak menciptakan sesuatu untuk disia-siakan, Ia tidak menciptakan sesuatu untuk dibuang dan diperlakukan dengan semena-mena, karena walau bumi ‘dianggap benda mati’ tapi bumi bernilai dimata Tuhan. Bahkan manusia modern yang seharusnya lebih dapat berpikir modern,menggunakan segala ilmu pengetahuan untuk kebaikan dan kemajuan, tidak mampu memahami dengan bijak, seperti yang dilkukan oleh masyarakat suku dan purba.

2. Bumi diciptakan untuk kehidupan manusia. Bumi (earth) berasal dari kata erets yang arti harafiahnya adalah tanah. Apa jadinya manusia tanpa tanah untuk berpijak. Adakah manusia melayang-layang seperti Roh Allah. tidak ada manusia yang bisa terbang. Tidak ada manusia yang dapat hidup di dalam air tanpa udara. Bumi diciptakan Tuhan sebagai tanda kasih Tuhan bagi manusia. Manusia difasilitasi dengan segala sesuatu yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup. manusia diberikan tumbuh-tumbuhan yang beraneka ragam, untuk dinikmati buah dan sayurnya, malah sekarang manusia juga mulai mengkonsumsi hewan yang pada awalnya disediakan bukan untuk menjadi makanan manusia. Bila bumi tidak dipeliharam suatu saat nanti, entah keturunan kita yang keberapa tidak akan mendapati bumi sebagai tempat untuk berpijak dan untuk hidup. tanah tidak hanya berfungsi sebagai pijakan bagi manusia, namun juga untuk tumbuhnya berbagai tumbuhan berbiji dan pijakan bagi beragam fauna yang ada. Bila kita membiarkan tanah tempat kita berpijak ini semakin rusak: dengan membiarkan pencemaran tanah melalui pembuangan beragam bahan kimia, menggunduli hutan, maka lama kelamaan tanah tidak akan dapat menghasilkan apa-apa lagi. Tanah kehilangan bermacam macam mineral yang penting bagi tumbuhnya beragam tanaman, lebih dari itu tanah kehilangan kekuatannya untuk menjadi pijakan manusia. Hasilnya: longsor, banjir bandang dan musibah lainnya.

3. Bumi diciptakan untuk ditaklukkan dan dikuasai oleh manusia. Salah satu perintah Allah yang ditaati manusia adalah bertambah banyak dan memenuhi bumi. Bahkan bagi sebagian besar manusia itu bukanlah perintah, namun kebutuhan yang harus dipenuhi. Sekarang bagaimana dengan menaklukkan bumi? menaklukkan disini bukan menjadikan bumi dimiliki semata-mata oleh kita, namun melengkapinya, menyempurnakannya, menjadikan bumi semakin kaya dan berbuah (menghasilkan sesuatu yang baik). Tuhan telah memberi bibit dan segala pelengkapnya, baik itu tanah, air, udara dan lain sebagainya, tugas kita adalah menjadikan bibit itu bertumbuh dengan baik sehingga bumi menghasilkan sesuatu yang baik bagi kehidupan manusia. Bagaimana dengan ‘menguasai’? menguasai bukan juga merenggut kebebasan, memperlakukan dengan semena-mena, mengeksplorasi atau bahkan mengeksploitasi. Bumi ada bukan untuk dieksploitasi oleh manusia, bukan juga untuk ‘dijajah’ tapi untuk diatur, dikendalikan, dikepalai, termasuk untuk dirawat, dipelihara dan dijaga sebaik mungkin.

Kini, apa yang bisa kita perbuat bagi kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita, lakukanlah. Ungkapan bahwa kita meminjam bumi dari anak cucu kita ada benarnya. Karena bagaimanapun bumi ini tetaplah tempat manusia untuk berpijak dan hidup dengan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya. Terlepas bahwa kemajuan ilmu pengetahuan mulai menemukan alternatif lain bagi tempat tinggal manusia di masa yang akan datang, tidak akan ada yang dapat menggantikan bumi sebagai tanah yang diciptakan spesial bagi manusia.

Lakukan apa yang bisa kita lakukan, selama masih ada waktu bagi kita untuk bisa menunjukkan dan membuktikan bahwa kita memang manusia yang bertanggung jawab, bukan manusia yang lebih suka menggunakan kekuasaannya yang ‘tidak seberapa itu’ untuk menghancurkan apa yang telah diciptakan dengan begitu baik oleh Allah.
Belajar dari Kegagalan
Markus 9: 14-29

Tujuan:
1. Peserta dapat memahami apa yang menjadi kegagalan para murid dalam menyembuhkan
2. Peserta saling membagikan hal-hal apa saja yang membuat seseorang mengalami kegagalan dalam melaksanakan tugas pengutusannya
3. Peserta dapat menyebutkan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan seseorang agar tetap teguh dan giat berkarya sekalipun pernah mengalami kegagalan.

Pertanyaan?
1. Pernahkah anda megalami kegagalan?
2. Dalam hal apa anda mengalami kegagalan?
3. Apa yang menyebabkan kegagalan anda?


Sering mendengar ungkapan: “ Kegagalan adalah sukses yang tertunda??” ungkapan ini memang mengajak manusia melihat kegagalan dengan cara yang positif. Tentunya setiap kita akan mengharapkan suatu keberhasilan datang di tengah berbagai kegagalan yang kita alami. Pertanyaannya adalah berapa kali kegagalan yang harus kita alami? Bila kegagalan dialami hanya 2-3 kali, maka tertundanya keberhasilan masih dapat diterima dan ditolerir, namun apa yang terjadi bila kegagalan yang dialami lebih dari belasan kali? puluhan kali? atau bahkan ratusan dan ribuan kali? masihkah kita melihat kegagalan sebagai keberhasilan yang tertunda? Atau kegagalan menjadi akhir dari segala perjuangan?

Kegagalan adalah hal yang lumrah dialami oleh manusia. Tidak ada manusia yang tidak pernah gagal, termasuk Yesus sebagai manusia. KematianNya adalah bentuk kegagalan manusia menghadapi maut. Jangan pernah takut terhadap kegagalan, walaupun tidak ada manusia yang menginginkan kegagalan menimpa hidupnya. Tapi belajarlah melihat kegagalan sebagai suatu sekolah yang mengajarkan banyak pelajaran dan pengalaman hidup. disinilah diperlukan yang namanya evaluasi...penilaian, koreksi. Tanpa evaluasi, manusia tidak akan pernah keluar dari lingkaran kegagalan.

Evaluasi dibutuhkan bukan hanya untuk menilai dan namun juga mencari kesalahan, kealpaan, ketidaksesuaian dan masih banyak hal lainnya. Berbahagialah kita ketika kita mendapat kesempatan untuk gagal, karena gagal memberi kita bergam pengetahuan
• bahwa cara yang kita gunakan salah atau tidak cukup baik, sehingga membutuhkan perbaikan dan peningkatan
• bahwa arah yang kita tuju tidak atau kurang tepat, sehingga butuh penyesuaian ulang
• bahwa kekuatan yang kita kerahkan mungkin belum maksimal, sehingga butuh kesungguhan dan ketekunan
• bahwa ada jaminan akan keberhasilan, sehingga butuh iman kepada Tuhan yang adalah sumber dari kekuatan dan keberhasilan kita.

Mari kita lihat apa yang menyebabkan murid2 gagal?
1. Maka kata Yesus kepada mereka: "Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? " 19. murid2 tidak percaya? Rasanya tidak mungkin!! Berapa banyak perbuatan ajaib yang dilakukan oleh Yesus di depan mata mereka? Tidak mungkin mereka tidak percaya bukan? Lalu apa maksudnya? KJV menggunakan kata faithless, unfaithful faithless, unfaithful yang diterjemahkan menjadi: tidak setia, tidak beriman, bebal, bodoh. Mereka tentu tahu dengan pasti bahwa sebagai anak Allah mereka memiliki kuasa untuk melakukan berbagai mujizat, namun mereka ragu. Keraguan akan kuasa Allah menjadi hambatan terbesar bagi manusia yang mau menyaksikan kebesaran dan karya Allah melalui dirinya. Bila para murid saja meragukan kuasa Allah bagaimana mereka dapat melakukan mujizat dengan kuasa tersebut?

2. Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari! Ketidakpercayaan para murid memang disambut dengan kekecewaan Yesus. Tapi Yesus tetap menunjukkan kepeduliannya. Kecewa bukan berarti menelantarkan mereka yang meminta pertolongan. Ketidak percayaan para murid membuat Yesus nyaris kehilangan kesabaran, tapi karena kepedulianNya, Ia tetap memberi para murid termasuk sang ayah kesempatan untuk mengalami mujizat tersebut.

3. Waktu roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangnya, dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling, sedang mulutnya berbusa.nampaknya, ketidakpercayaan manusia bukan hanya dikarenakan kelemahan manusia itu sendiri. Iblis memiliki andil yang sangat besar di dalamnya. Manusia sering membiarkan hati dan pikiran mereka dikuasai oleh Iblis. Bisikkan untuk menjadi ragu atau tidak percaya akan senantiasa mempengaruhi manusia dimanapun, kapanpun dalam situasi apapun. Iblis tidak suka bila kita percaya dan mempercayakan diri kita secara total kepada Allah. Oleh karena itu Iblis senantiasa mencari cara untuk menjauhkan manusia dari Tuhan, termasuk menjauhkan manusia dari keajaiban hidup bersama Tuhan. Iblis akan menyerang pikiran dan hati manusia, bukan hanya tubuh, namun dampak yang ditimbulkannya lebih besar dari sekedar sakit di tubuh. Hati dan pikiran yang tercemar oleh keraguan, akan menjadikan seluruh hidup tercemar. Tidak akan dibiarkannya kita masuk ke dalam kesembuhan dan keselamatan yang sempurna.

4. Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami." Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" mengapa anak itu tidak kunjung sembuh? Mungkin anda mengatakan, karena para murid yang berusaha menyembuhkannya tidak percaya. Ya, memang ada benarnya... tapi ada yang lain, bukan hanya para murid yang mengalami keraguan. Ayah sang anak juga ragu terhadap kuasa Yesus. Oleh karena itu ia mengatakan :” jika Engkau dapat?” Apa yang tidak dapat dilakukan oleh Yesus? Tidak ada...hanya berhenti untuk mengasihi kita manusia yang bebal inilah yang tidak bisa dilakukan oleh Yesus. Tapi Ayah sang anak ini ragu. Ia merasa ‘Yesus mungkin dapat menyembuhkan’. Sekali lagi keraguan membuat manusia kehilangan kesempatan untuk merasakan kuasa kasih Allah. eiitttt tunggu dulu bukan berarti keraguan kita dapat menghalangi kuasa Allah atas hidup kita!!! Sama sekali tidak!!!

KUASA ALLAH TIDAK TERBATAS DAN TIDAK TERBATAS OLEH APAPUN YANG ADA DI DUNIA DAN DI SORGA, TERMASUK KETIKA MANUSIA MERAGUKANNYA.

Bukankah Allah tetap ada walaupun manusia tidak mengakuinya. Bila Allah membutuhkan pengakuan dari manusia, maka sesungguhnya ia bukanlah Allah. Hanya manusialah yang membutuhkan pengakuan dari manusia lain untuk tetap eksis. Tapi melalui bacaan ini kita disadarkan bahwa sering kali yang menyebabkan kegagalan adalah diri kita sendiri. Bukan kita tidak mampu, bukan karena kita tidak bisa, namun karena kita sendiri tidak percaya bahwa kita bisa. Underestimated, baik kepada diri sendiri, maupun kepada Allah. kita melihat bahwa persoalan yang kita hadapi terlalu rumit, terlalu besar untuk dapat diatasi. Ingat bahwa tidak ada yang terlalu besar untuk dapat diatasi oleh Allah, karena Allah lebih besar dari apapun persoalan yang kita hadapi sebagai manusia.

Manusia takut pada kegagalan!! Jadi yang sesungguhnya membuat kita gagal bukanlah kegagalannya, tapi ketakutan untuk gagal. Oleh karena itu belajar untuk mengatasi rasa takut adalah hal yang dapat kita lakukan untuk dapat meminimalis kegagalan dalam hidup kita. Semua hal di dunia ini ada resikonya. Karena itu gagal sesungguhnya bukan ketika kita tidak berhasil mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik, tapi terutama kegagalan adalah ketika anda mengatakan: “saya menyerah!”





Sebagai ‘umat pilihan’ yang telah dibenarkan, dikuduskan, diistimewakan, kita lepas dari berbagai kegagalan. Gagal melakukan kehendak Bapa, gagal mengampuni, gagal menjadi manusia yang sabar, gagal untuk mengasihi tanpa pamrih, gagal berkata penuh kasih yang membangun dan bukan menjadi batu sandungan.... dan masih banyak kegagalan lainnya yang mungkin kita alami sebagai anak-anak Allah. Tapi kesempatan juga tidak akan pernah datang sekali dalam hidup manusia. Layaknya kegagalan, kesempatan juga datang berkali-kali dalam hidup manusia dan itu semua bukan karena kita layak mendapat kesempatan, namun karena Allah adalah Alah yang murah hati, murah dalam pengampunan, dan dalam memberikan kesempatan kepada manusia. Jadi bila anda mengalami kegagalan... belajarlah dari kegagalan itu, tentunya dengan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

JANGAN PERNAH TAKUT GAGAL. ANDA BUKAN MANUSIA, TIDAK BERTUMBUH DAN HIDUP NORMAL, BILA ANDA TIDAK PERNAH MENGALAMI KEGAGALAN. KEGAGALAN ADALAH BUKTI BAHWA KITA MASIH MANUSIA. MANUSIA YANG TERBATAS!!!

Selasa, 23 Juni 2009

Eros
Kejadian 39: 7
Amsal 7: 18
Roma 1: 27
Pertanyaan:
1. Apa makna kata Eros?
2. Dari dan bagaimana eros muncul dalam hati manusia?
3. bagaimana ‘menggunakan’ eros, fungsinya dan dampak negatifnya?
4. apa hubungan Eros dengan ketiga kata yang melambangkan kasih lainnya?

Dalam budaya Yunani, Eros dikenal sebagai dewa cinta berahi yang dipuja oleh orang Yunani. Eros sendiri memiliki arti harafiah: keinginan, nafsu (gairah, dorongan, keinginan), cinta yang mencari pemenuhan diri atau yang dikenal sebagai cinta berahi. Kata eros adalah asal kata dari erotik (berkenaan dengan sensasi seks yang menimbulkan rangsangan). Jadi eros timbul sebagai kasih yang didasari atas ketertarikan jasmaniah secara fisik. istilah ini digunakan untuk menjelaskan cinta searah, namun arahnya adalah dari orang kepada kita karena orang memberikan sesuatu yang kita inginkan atau menyenangkan hati kita.

Eros juga dapat berarti cinta terpesona, benar-benar kita rasanya terpesona dengan penampakannya, kehadirannya, cinta pada pandangan pertama (Kej 29:18, 20, 32), kita menyebutnya JATUH CINTA. Cinta macam ini, atau Eros datang dari mata, dari penglihatan manusia yang menyenangkan, turun ke hati dimana romantisme timbul. Dalam relasi antara laki-laki dan perempuan (pernikahan) eros menjadi unsur yang penting. Tanpa adanya unsur eros cinta itu juga akan kehilangan unsur 'passion' yaitu suatu ketertarikan suatu pendambaan yang kuat. Suatu hasrat, keinginan untuk intim.

Namun, Eros pertama kali, bukan semata-mata hadir sebagai keinginan atau hasrat manusia saja. Eros pertama kali hadir sebagai anugerah Allah bagi manusia untuk dapat beranak cucu dan memenuhi bumi (Kejadian 1:28), lebih dari itu eros hadir sebagai simbol relasi pertama-tama antara manusia dengan Tuhan, lalu antara laki-laki dan perempuan sebagai gambar dan citra Allah (4:1). Di dalam kasih eros ada unsur perasaan, emosi dan kehangatan. Kasih eros merupakan suatu hal yang positif karena eros adalah pemberian Allah.

Eros pada awalnya bukan sesuatu yang dipandang buruk. Adalah wajar kalau setiap orang memiliki kasih eros. Hanya saja, kejatuhan manusia ke dalam dosa tidak hanya merusak hubungan Allah dengan manusia, tetapi juga merusak hubungan manusia dengan manusia lainnya, termasuk di dalamnya hubungan antara laki-laki dan perempuan. Dosa mengubah eros (dorongan, nafsu=passion, desire) yang baik pada awalnya, menjadi sesuatu yang negatif, labil, bahkan bersifat destruktif (merusak hubungan, karena pemuasan diri menjadi yang utama.) Karena sifatnya yang tidak stabil maka eros tidak bisa dijadikan dasar bagi suatu hubungan yang baik di dalam mencintai seseorang, karena hubungan itu tidak akan bertahan lama. Orang yang didominasi oleh kasih eros akan cenderung dikuasai oleh nafsu erotisnya yang selalu ingin dipuaskan.

Sebagai manusia, kita tidak dapat menghindari atau melepaskan diri dari Eros. Eros akan terus hadir dalam kehidupan manusia hingga kapanpun. Eros ada bukan untuk dihindari, ataupun dilenyapkan, eros ada untuk dikendalikan dan diarahkan!!
Kini bagaimana caranya mengendalikan eros dalam diri kita?
1. Proses peralihan dari “subjective love” ke “objective love”Apa artinya?...Kasih itu diberikan Allah bukan untuk memenuhi hasratNya, namun untuk dinikmati oleh manusia sebagai ciptaanNya. Kasih diberikan untuk memberikan kebahagiaan kepada mereka yang kita cintai bukan kepada diri sendiri. Kasih adalah dorongan terbesar untuk memberikan yang terbaik bagi orang yang kita kasihi, dan bukan untuk memuaskan keinginan diri sendiri. Subjective love tidak ada bedanya dengan manipulative love, yaitu ketika kita menipu orang lain untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, karena subjeknya hanyalah diri kita. ¥ MENGUTAMAKAN ORANG LAIN DARIPADA DIRI SENDIRI. Caranya? Mulailah dengan bertanya: Apakah ia nyaman dengan kata-kataku? Apakah ia nyaman dengan perlakuanku? Apakah ia menginginkan apa yang aku inginkan? Apakah ia terpaksa menjalani hubungan bersamaku? Apakah yang kami lakukan baik untuknya? Untuk masa depannya? Untuk perkembangan rohani dan jiwanya?

2. Proses peralihan dari “envious love” ke “jealous love. Dalam setiap hubungan percintaan, kecemburuan adalah hal yang tidak dapat dihindari. Hanya saja cemburu seperti apa yang wajar dan yang tidak. “Envious” sering diterjemahkan sama dengan “jealous”, yaitu cemburu. “Envious” adalah kecemburuan yang negative yang ingin mengambil dan merebut apa yang tidak menjadi haknya, sedangkan “jealous” adalah kecemburuan yang positive yang menuntut apa yang memang menjadi hak dan miliknya. Tidak heran, kalau Alkitab sering menyaksikan Allah sebagai Allah yang “jealous”, yang cemburu, misalnya dalam Keluaran 20:5. Begitu pula dengan pergaulan atau pacaran kaum muda Kristen harus ditandai dengan “jealous love”. Mereka tidak boleh menuntut “sesuatu” yang bukan atau belum menjadi haknya, seperti : hubungan sex, wewenang mengtur kehidupannya, dsb. Tetapi mereka harus menuntut apa yang memang menjadi haknya, sepeti kesempatan untuk berdialog, mendorong dan memajukan prestasi serta pelayanan, hak untuk mengenal, hak untuk mendapatkan kejujuran dan bukan hanya topeng belaka yang seringkali digunakan manusia pada maa berpacaran. Jadi mencari tahu ’sifat asli’ (kesetiaan, kejujuran, keadaan emosional dll) pasangan (dalam batas wajar) adalah hal yang baik untuk dilakukan. Jangan kita mencari pasangan seperti membeli kucing dalam karung!! Kenali pasangan kita dengan benar, dengan juga tidak terburu-buru dalam menjalani hubungan.

3. Proses peralihan dari “romantic love” ke “real love” “Romantic love” adalah kasih yang tidak realistis, kasih dalam alam mimpi yang didasarkan pada pengertian yang keliru bahwa kehidupan ini manis semata-mata. Kaum muda yang berpacaran biasanya terjerat pada “romantic love”. Mereka semata-mata menikmati hidup sepuas-puasnya tanpa coba mempertanyakan realitanya, misalnya:
a. Apakah kata-kata dan janji-janjinya dapat dipercaya?
b. Apakah dia memang orang yang begitu sabar, “care”, penuh tanggung jawab seperti yang ditampilkannya?
c. Apakah realita hidup akan seperti ini terus, penuh tawa ria, cumbu rayu, rekreasi, jalan-jalan atau sekedar mencari hiburan? Pacaran adalah persiapan pernikahan, oleh karena itu pacaran Kristen tidak mengenal istilah “dimabuk cinta”. Pacaran Kristen boleh dinikmati tetapi harus “sadar” dan berpegang pada hal-hal realistis.
Rekan-rekan muda hidup tidak semanis apa yang ditawarkan oleh cerita dalam dongeng, dimana endingnya selalu ditutup dengan cerita bahagia “Happily ever after.” Dalam setiap hubungan pasti ada konflik, perbedaan, permasalahan, yang dapat merusak hubungan itu, tapi dapat juga menjadikan hubungan itu semakin kuat dan kokoh. Mencintai juga bukan melulu soal hati, perasaan, namun juga melibatkan aspek yang lain mis: iman, prinsip hidup, kebiasaan, intelektual dsb. Jadi bersikaplah realistis dalam mencintai, karena realitalah yang akan menguji cinta!
4. Proses peralihan dari “activity center” ke “dialog center” Kalo pacaran ngapain aja sih? Banyak bahkan hampir semua anak muda memusatkan pacaran pada activity. Isi dan pusat dari pacaran tidak lain dari pada aktivitas, misalnya nonton, jalan-jalan, duduk berdampingan, cari tempat rekreasi, dsb., sehingga pacaran 10 tahun pun tetap merupakan 2 pribadi yang saling tidak mengenal. Bersetubuh dalam bahasa ibrani memiliki arti bukan hanya terpusat pada aktifitas seksual. Kata yada digunakan untuk memberi makna saling mengenal, bukan hanya mengenal bentuk tubuh, namun juga mengenal siapa masing-masing individu, termasuk mengenal apa yang diinginkan, diharapkan dari pasangan. Jadi kasih yang sesungguhnya berfokus bukan pada rekreasi itu sendiri, tapi pada dialog, yaitu interaksi antara dua pribadi secara utuh, sehingga hasilnya suatu perkenalan yang benar dan mendalam. “sexual oriented” ke “personal oriented” Persetubuhan yang merupakan ekspresi cinta kasih antara dua orang yang berlainan jenis kelamin, bukanlah saat untuk melatih dan melampiaskan kebutuhan sex, tetapi pada pengenalan pribadi yang mendalam.

Eros, sebagai cinta berahi tidak boleh dibiarkan hadir dalam hubungan laki-laki dan perempuan tanpa didasarkan pada Agape, sebagai dasar dari segala jenis kasih yang ada di dunia. Kasih yang memberi yang terbaik bukan hanya yang baik, yang memuaskan, yang mengumbar nafsu dan hasrat. Eros tanpa Agape hanya akan menjadikan manusia bertubuh binatang.
Nikmatilah Eros sebagai pemberian dari Allah, bukan untuk mengeksploitasi pasangan, namun untuk mengasihinya sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki. Amin
Tetap Bersukacita Walau Duri Tertancap pada Daging
2 Korintus 11: 7-10

Pertanyaan:
1. Apa kebahagiaan dalam kacamata Paulus?
2. Bagaimana cara memperoleh kebahagiaan yang sejati?

Apa devinisi hidup yang bahagia menurut anda? Adakah hidup yang bahagia adalah hidup yang berkelimpahan? Hidup yang senantiasa berbahagia? Hidup yang selalu sehat? Ya memang hidup seperti itu akan membawa kebahagiaan bagi yang menjalaninya. Tapi sayang seribu sayang, hidup tidak selalu semanis madu. Hidup kadang terasa pahit, kecut, dan getir. Hidup kadang menghadirkan segala sesuatu yang tidak kita inginkan, termasuk musibah, sakit penyakit, malapetaka, dsb. Hidup juga kadang tidak berjalan sesuai dengan yang kita harapkan.

Hidup adalah perjalanan panjang. Sebuah perjalanan dapat dirancang sebaik mungkin, seindah dan semenyenangkan mungkin, namun perjalanan membawa manusia kepada ketidakpastian, bahaya yang dapat mengancam setiap waktu: ban yang kempis di tengah perjalanan, tangki bensin yang bocor, hingga rem yang blong! Yang membedakannya adalah, sebuah perjalanan dapat ditunda, dibatalkan untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi, namun hidup tidak dapat ditunda dan dibatalkan. Hidup terus bergulir layaknya sebuah roda tanpa rem, yang digelindingkan dari puncak gunung. Ia akan terus berputar, hingga tiba saatnya untuk berhenti berputar.

Memang resiko, tantangan tidak akan hilang dari pelupuk mata kita. Namun, tanpa kita sadari itulah yang membuat kita tetap hidup dan bahkan benar-benar hidup. Tantangan, halangan, menjadikan kita manusia yang lebih baik, lebih banyak tahu, lebih berkualitas dan bukan menghancurkan, melemahkan, bahkan menghentikan langkah kita untuk terus maju. Sayangnya tidak semua manusia merespon resiko dan tantangan sebagai sesuatu yang positif bagi hidup. banyak manusia melihat tantangan hidup sebagai sesuatu yang harus dihindari dan bukan ditaklukkan.

Hidup Paulus bukanlah hidup yang menyenangkan. Perjumpaan dengan Tuhan yang mengubah seluruh hidupnya, nyatanya tidak menjadikan hidupnya lebih nyaman dan aman. Sebaliknya hidup bersama Tuhan membuatnya ‘lemah’. Bagi Paulus hidup bersama Tuhan adalah mendapatkan segala sesuatu yang ia butuhkan. Ia menjadi orang yang berkelimpahan, kaya raya dalam kasih, menjadi orang yang diberkahi, diselamatkan, dilindungi, bahkan menjadi orang yang mempu mengatasi segala perkara

Tidak ada yang kurang ketika ia sungguh-sungguh menjalani kehidupan bersama Allah. Apa sih yang tidak kita miliki sebagai anak Allah? Segala yang kita butuhkan diberi (ingat bukan segala yang kita inginkan) Tapi... Paulus sadar bahwa dirinya sebagai manusia memiliki kecenderungan untuk memegahkan diri atas apa yang sesungguhnya bukan menjadi haknya. Tanpa Allah manusia tidak memiliki apa-apa termasuk tidak memiliki cinta kasih, anak, orang tua, pekerjaan, penghidupan, dan terutama tanpa Allah manusia kehilangan hidup.

Duri dalam dagingnyalah, yang menyadarkan Paulus akan keterbatasannya sebagai manusia. Ia boleh saja menjadi orang yang pandai, berhikmat, kuat, tegas, berpendirian, tapi ia tetap manusia yang lemah, manusia yang dapat jatuh ke dalam dosa, manusia yang dapat jatuh sakit. Kita boleh berbangga atas segala hal yang dapat kita capai, suami yang mengasihi, isteri yang setia, anak-anak yang pandai dan berbakti kepada orang tua, orang tua yang mengasihi dan senantiasa memberikan yang dibutuhkan, tapi kita tetaplah manusia biasa, manusia yang terikat oleh kedagingan.

Tapi Allah bukan Allah yang kejam bagi kita. Ia adalah Allah yang senantiasa melengkapi hidup kita dengan cara yang kadang tak terduga, tak pernah dipikirkan dan dibayangkan dalam hati manusia. Tanpa Paulus sadari Allah menyempurnakan hidup dengan mengisi semua ruang kosong dalam hidup manusia, yang Paulus sebut sebagai kelemahan. Kebahagian bagi Paulus bukan ketika itusan Iblis itu diambil dari padanya, bukan pada saat duri dicabut dari dalam dagingnya, lalu apa? Kebahagiaan bagi Paulus adalah:
ketika ia sakit Tuhan hadir untuk memberinya kekuatan untuk terus berkarya;
Ketika ia putus asa Tuhan memberinya damai dan sukacita;
ketika ia menjadi lemah karena menahan begitu banyak penolakan, Tuhan memberinya semangat;
Ketika ia ditinggalkan oleh semua orang, ia mendapati Tuhan tetap tinggal bersamanya.

Kebahagiaan yang sejati adalah ketika kita mampu bersukacita senantiasa di dalam Tuhan. Bukan karena kesembuhan, kemenangan, kekayaan, kelimpahan, tapi ketika kita mampu berkata:
Aku bersukacita karena aku memasuki ruang operasi ini bersama Tuhan.
Aku bersukacita karena aku diperkenankan mengalami mujizat dalam kesakitan dan kesesakkanku.
Aku bersukacita karena sakitku, aku dapat memahami dan menolong orang lain .
Aku bersukacita karena ketika aku jatuh, tidak dibiarkannya aku tergeletak, karena Tuhan tetap memegang tanganku.

Paulus paham betul maksud Tuhan memberinya duri dalam daging, bukan sekedar menyadarkan kelemahannya sebagai manusia, namun juga memberinya kesempatan untuk merasakan kuasa Allah yang sempurna. Pengalaman yang dialami oleh Paulus dalam hidupnya adalah pengalaman yang langka, terkesan menyakitkan, namun membawa berkah yang luar biasa. Tidak semua orang mengalaminya, dan tidak semua orang juga diperkenakan untuk menanggungnya, karena setiap perjalanan dan pengalaman hidup adalah panggilan yang berbeda dan unik bagi tiap manusia yang menjalaninya. Oleh karena itu marilah kita menjawab panggilan hidup itu bersama Tuhan yang memberikan kesempurnaan melalui sentuhanNya yang ajaib. amin
40 Hari Yang Mengubahkan
Keluaran 34:27-35
Mazmur 95: 1-11
Kisah Rasul 1: 1-5
Mat 4: 1-11

Tujuan:
- Menjelaskan bahwa Alkitab degan jelas menytakan bahwa Allah senantiasa mengambil empat puluh hari untuk mempersiapkan seseorang bagi tujuanNya, mis: Musa, Elia, Yesus, para murid, dll
- Mendorong anggota jemaat dapat terlibat aktif dalam 40 DOP baik dalam Kebaktian Umum, Kelompok Kecil, maupun secara pribadi

Pertanyaan:
1. Mengapa harus 40 hari?
2. Apa yang Allah persiapkan dalam 40 hari bagi kita kini?

Apakah 40 hari cukup bagi seseorang untuk berubah? bisa Ya, bisa juga tidak, tergantung dari perubahan apa yang hendak dicapai. Dalam kurun waktu 40 hari seseorang bisa berubah menjadi lebih gemuk ataupun semakin kurus. Tapi dapatkah seseorang mengubah karakter atau kebiasaan buruknya dalam jangka 40 hari? Wah itu hal yang sulit dilakukan ya! Lebih mudah untuk mengubah bentuk tubuh daripada harus mengubah kebiasaan buruk. Bahkan Israel membutuhkan waktu 40 tahun untuk dapat masuk ke dalam tanah Perjanjian, hanya karena tidak mau mengubah kebiasaan mereka yang kerap kali bersungut-sungut dan memberontak kepada Allah.

Bila 40 tahun saja tidak mampu mengubah tabiat bangsa Israel, lalu apa yang dimaksud “40 hari yang mengubahkan” sebagai tema kita minggu ini? Apakah 40 hari adalah waktu yang ideal bagi manusia untuk dapat berubah dan diubahkan? Wah jangan terlalu cepat menjawab pertanyaan yang satu ini. Karena 40 hari bukan hanya soal rentang waktu, namun karya yang dilakukan Allah di dalamnya. 40 hari bisa saja tidak bermakna, di sisi lain 40 hari dapat menjadi waktu yang cukup bagi Tuhan untuk dapat mengubahkan kita. Sekali lagi, ini bukan soal kurun waktu semata.

Dalam tradisi Yahudi, angka 4 adalah angka yang dianggap istimewa, seperti angka enam dan tujuh. angka empat melambangkan kesempurnaan dan kelengkapan. Dari berbagai pemakaian angka empat dalam budaya Yahudi, angka empat puluh adalah angka yang memiliki nilai simbolik paling berpengaruh. Biasanya angka ini juga digunakan untuk menandakan suatu periode waktu yang panjang untuk menandakan eksistensi dan ketahanan manusia. Quran menulis bahwa empat puluh tahun adalah usia bagi manusia dimana kekuatannya ada pada puncaknya, karena pada usia itulah Nabi Muhammad menjawab panggilannya.

Angka empat juga menggambarkan masa yang panjang dilalui seseorang untuk dapat menunjukkan ketahanan dan kesungguhannya. Dalam masa tersebut, panggilan Tuhan tidak hanya didengungkan saja, namun juga diuji. Alkitab menceritakan bahwa Allah sering kali menggunakan masa 40 hari untuk menguji dan mempersiapkan hamba-hambaNya untuk suatu tujuan tertentu. Apa yang diuji dan apa yang dipersiapkan? Mari kita coba lihat apa yang Allah persiapkan melalui tokoh Musa Yesus, dan para murid:



Musa
28. Musa mengalami perjumpaan dengan Allah 40 hari 40 malam. Selama waktu itu Allah bertemu muka dengan muka, berbincang dengannya. Perubahan apa yang dialami oleh Musa? Perubahan tidak saja hanya pada bentuk tubuh, karena ia berpuasa selama 40 hari 40 malam, lebih dari itu, kulit wajahnya bersinar karena berbicara dengan Allah. bersinar disini bukan persoalan kulit mukanya yang mengeluarkan sinar, namun berarti bahwa perjumpaan dengan Allah selalu membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Sinar adalah simbol dari kekudusan, kemuliaan, kekuatan, yang membawa dampak bukan hanya kepada mereka yang mengalami Tuhan secara pribadi namun juga bagi orang-orang yang ada di sekeliling mereka. Itulah yang dialami oleh Harun dan bangsa Israel ketika melihat Musa turun dari gunung Sinai. Harun bukan takut dalam artian yang negatif namun rasa hormat, pujian, karena keagungan Allah yang ‘ditularkan’ kepada kita manusia, yang memberi inspirasi.
Seseorang yang sungguh bertemu dengan Tuhan, adalah seseorang yang memberi perubahan, yang mampu memberi dampak dan inspirasi bagi sekelilingnya. Ia tidak hanya menjadi manusia yang pandai memilih kata namun berkata dengan bijak, tidak hanya memiliki kepribadian, namun menjadi pribadi yang semakin segambar dan serupa dengan Allah setiap harinya.

Murid-murid
Kebangkitan Yesus memiliki dampak yang luar biasa bagi para murid, bukan dampak positif pada mulanya. Murid-murid menjadi putus asa ketika mereka ditinggal Yesus dengan cara yang mengenaskan. Lebih dari itu, hilangnya jasad Yesus membawa mereka pada hidup yang tanpa arah, mati enggan hidup tak mau, mereka kehilangan visi, kehilangan semangat, dan tujuan. Mereka berhenti. Tapi Yesus tidak membiarkan keputusasaan merengut harapan mereka. Yesus menampakan diriNya selama 40 hari kepada murid-muridnya untuk memberikan perubahan. Perubahan yang memberi lebih dari sekedar harapan, namun semangat yang mengisi hidup untuk terus berkarya bagi Yesus hingga akhir hayat. 40 hari digunakan Yesus untuk memberi bukti dan bukan janji semata. Ia memberi bukti bahwa Ia adalah Allah yang hidup, yang menjadi jalan bagi manusia kepada hidup, menunjukkan jalan kepada hidup, bahkan Ialah hidup itu sendiri. Tanpa Dia, manusia hanyalah debu, tulang, dan daging yang fana. Itulah yang sungguh dialami oleh murid-murid, mereka merasakan hidup yang benar-benar hidup, karena Yesus telah menjadikan hidup mereka lebih hidup. Hidup yang bertumbuh, menghasilkan buah, dan menjadi berkat bagi banyak orang.
Itulah yang akan dialami oleh setiap orang Kristen yang mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Ia sadar bahwa hidupnya tidak sia-sia bersama Kristus, maka itu ia akan menggunakan hidup dengan kesungguhan, hingga sungguh hidupnya menjadi hidup yang bermakna, hidup yang menjadi berkat.

Yesus
Perubahan apa yang dialami oleh Yesus selama 40 hari berpuasa? Tentu sebelumnya kita harus memahami dengan benar apa makna puasa. Puasa bukan hanya menahan makan dan minum, dan bukan juga untuk menurunkan berat badan. Banyak orang Kristen berpikir bahwa dengan berpuasa maka apa yang mereka harapkan dapat terwujud. Rekan-rekan yang terkasih dalam Tuhan, puasa bukan sarana untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Puasa adalah untuk menekan kemanusiaan kita, nafsu kita dan membiarkan Tuhan menguasai hidup dan memberikan rancanganNya yang indah bagi kita. Jadi anda semua akan kecewa bila mengandalkan puasa untuk mendapatkan sesuatu yang menajdi harapan anda. Puasa makan dan minum adalaha hal yang mudah untuk dilakukan. Seseorang yang ingin mengurangi berat badan akan dengan senang hati melakukan semuanya. Tidak makan seharian demi mendapatkan tubuh yang idealpun akan dilakukannya. Tapi bagaimana puasa marah, puasa bersungut, puasa mengeluh, puasa membicarakan orang, puasa menjelek-jelekkan orang, puasa malas, puasa...segala hal yang negatif yang biasa kita lakukan, mudahkah? Wah ini urusan lain... tapi itulah makna puasa sesungguhnya. Orang yang berpuasa harus menunjukkan perubahan, pengendalian diri, dan ketahanan yang lebih dari mereka yang tidak berpuasa. Selesai berpuasa bukan hanya kemenangan yang kita peroleh namun juga perubahan menjadi hidup yang lebih baik. Karena orang yang sungguh mendapatkan kemenangan adalah orang yang sungguh mau mengubah diri men jadi lebih baik. Bila hasil yang diperoleh sama saja, maka sesungguhnya orang itu belum berpuasa. Bukankah kita sebagai orang Kristen setiap hari harus semakin serupa dengan Yesus????

40 hari hanyalah simbol yang membawa perubahan, namun perubahan itu sendiri datang bukan dari banyak hari yang dilalui, tapi terutama kemauan dan kesungguhan setiap kita. 40 tahun sekalipun bila kita tidak memiliki tekad, ketekunan untuk berubah, maka kita tidak akan pernah berubah.

Jadi yang penting adalah siapkan diri kita masing masing untuk berubah dan mengalami perubahan yang permanen, bukan “anget2 tahi ayam”, yang hari ini memiliki semangat tinggi sedangkan besok melempem lagi. Tapi perubahan yang lahir dari kerinduan untuk mengasihi Tuhan melalui hidup kita. Siapkah kita? Berubah? Siapa takut!!

Kesusahan sebagai Kesempatan

Ayub 38:1-11
Mazmur 9: 10-21
2 Korintus 6;1-13
Mar 4: 35-41

Pertanyaan:
1. adakah hidup tanpa kesusahan?
2. apa yang dikategorikan dalam kesusahan?
3. bagaimana, sebagian orang menilai kesusahan?
4. apa respon terbaik untuk dapat mengatasi kesusahan hidup?

Apa respon pertama ketika anda menjumpai kesusahan menempa hidup anda? Menjawab pertanyaan ini tentunya bukan hal yang sulit bagi kita semua bukan? Setiap hari kita menjumpai berbagai macam kesusahan. Dimulai dari susah bangun di pagi hari karena tidur terlalu larut mengejar pekerjaan yang menumpuk, hingga susah buang air besar, yang menjadi penyakit kebanyakan orang kota yang lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji dibandingkan makanan 4 sehat 5 sempurna.

Kesusahan memang menjadi teman yang paling setia dalam kehidupan manusia sejak manusia jatuh ke dalam dosa. Sesungguhnya kesusahan adalah teman sejati kita, sejak manusia pertama memilih untuk tidak taat kepada Tuhan. Seorang laki-laki akan bekerja keras membiayai anak dan isterinya, ia akan bekerja di tengah sengatan matahari. Sedangkan seorang perempuan akan menahan kesakitan ketika ia melahirkan.

Walaupun kesusahan menghampiri setiap manusia yang hidup, tapi respon yang ditimbulkannya beragam, berdasarkan cara pandang manusia terhadap hidup, tantangan, keberhasilan dan lain sebagainya. Seseorang yang memandang hidup sebagai anugerah, akan melihat apapun yang hadir dalam hidup merupakan bagian dari anugerah Sang Pencipta. Seseorang yang memandang hidup sebagai sesuatu yang telah digariskan, akan melihat kesulitan sebagai sesuatu yang biasa, tidak ada yang spesial, sesuatu yang memang harus datang dan pergi. Seeseorang yang memandang hidup sebagai suatu keterpaksaan, akan memandang kesusahan sebagai ganjalan terbesar bahkan, dalam kapasitas tertentu akan menimbulkan keputusasaan yang terus menerus menghantui kehidupannya.

Setiap manusia berhak memilih apapun bagi dirinya, dengan menyadari bahwa di dalam pilihan selalu ada konsekuensi, dan seringkali konsekuensi itulah yang menjadi kesusahan dalam hidup. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi definisi kesusahan sebagai kesukaran, hidup yang terasa semakin berat, perasaan tidak aman, gelisah dan khawatir. Segala perasaan manusiawi yang timbul ketika merasa hidup sudah semakin tidak bersahabat dengan manusia, ketika manusia ditarik keluar dari kenyamanannya karena pilihannya. Apakah kita sebagai orang Kristen bebas dari kesusahan hidup? Tidak sama sekali, bahkan sering kali kita harus menanggung lebih, yaitu apa yang Yesus sebut sebagai salib Nah.. kini tinggal kita yang memilih dengan apa kita merespon kesusahan yang telah dan akan datang dalam kehidupan kita sebagai manusia. Mari kita belajar dari tokoh-tokoh Alkitab sepanjang masa kita:

Ayub
Siapa dari kita yang tidak mengenal Ayub? Ia adalah salah seorang tokoh yang mejalani hidup dengan kesetiaan kepada Tuhan yang luar biasa. Kesetiaan yang luar biasa ini ditunjukkannya bukan dengan kemampuan menghadapi segala kesusahan hidup yang datang menghampiri dia dan keluarganya. Ayub tetaplah manusia biasa, yang bisa melakukan kesalahan, ia tetap manusia yang bisa mengeluh, marah, sedih, dan kecewa dalam menghadapi hidup yang tak bersahabat kepadanya. Namun, kesusahan yang datang dalam rupa-rupa bencana dalam kehidupannya, tidak membuat Ayub marah. Ia bahkan memuji dan membesarkan Allah. Ketika ia kehilangan segalanya, ia tidak mengutuki Allah, ia malah berkata: “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?”

Ditengah kesulitan yang menerpa Ayub, sahabat-sahabatnya datang mendesak ayub untuk bertobat dan mengakui kesalahan-kesalahannya. Bagi mereka, tidak mungkin Allah memberi “azab” bila kita melakukan kesalahan. Menghadapi tuduhan tersebut, ayub mengatakan bahwa ia sama sekali tidak bersalah bahkan ia menyatakan keinginannya untuk membela diri di hadapan Allah. Tapi melalui semuanya itu Ayub tidak mempersalahkan Allah atau ingin meninggalkanNya. Masalah Ayub sesungguhnya bukan penyakitnya, ataupun segala bencana yang hadir baginya. Namun masalah teologis, MENGAPA ALLAH TIDAK BERTINDAK (Teodise) sesuai dengan teori dan pengalaman manusia terdahulu, yang tergambar dari ungkapan Elihu. Penolakan Allah terhadap ucapan Elihu bukan karena apa yang diungkapkan tidak benar, namun kedangkalan cara berpikir mereka. Mereka terpaku dengan cara berpikir orang fasik. Gambaran Allah yang mereka ciptakan lahir dari pengalaman manusia yang terbatas.

Allah menjawab segala pergumulan batin Ayub dalam Ayub 38. Allah ingin Ayub bersama dengan teman-temannya menyadari bahwa: 1. apa yang mereka pikirkan baik itu tentang hidup, berkat maupun penghukuman adalah terbatas adanya. Tidak melulu kesusahan adalah tanda keberdosaan manusia. 2. kesusahan yang hadir dalam hidup manusia bukan tanda bahwa Allah meninggakan mereka. Hanya kadang manusia tidak mengerti apa yang Allah inginkan dalam hidup mereka, termasuk tidak mengerti mengapa Allah memberi manusia kesusahan. 3. bahwa pemilik hidup dan segalanya adalah Tuhan seorang. Ialah yang berkuasa atas segala makhluk dan ciptaan di muka bumi, termasuk dalam setiap kesusahan manusia untuk mendatangkan kebaikan bagi manusia.

Paulus
Setiap manusia memiliki masa lalu, baik itu yang pahit, yang buruk, memalukan hingga memilukan, termasuk Paulus di dalamnya. Masa lalunya adalah suatu bagian hidup yang kelam, namun karena Allah telah berkenan kepadanya, mendengar, menyelamatkan dan menolongnya tanpa memandang siapa Paulus dan masa lalunya, itulah yang mengubahkan Paulus. Perjumpaan dengan Allah tidak hanya mengubah cara pandangnya terhadap hidup, tapi terutama mengubah seluruh cara hidupnya. Setiap kesulitan dihadapi dengan hati yang terus berharap kepada Allah dan menjadi wujud kasihnya kepada Allah yang telah memberinya kesempatan untuk mengalami pertobatan yang sesungguhnya.

perjumpaannya dengan Allah memberinya pilihan untuk menjalankan hidup dengan cara hidup yang baru bersama ALLAH. walaupun pilihan itu mengandung beragam resiko yang kerap kali membuatnya sulit untuk hidup dengan rasa aman, ia berani untuk mengambil dan menjalaninya hidup sebagai perjalanan yang membawa berkah dan bukan kutuk yang membuatnya menderita.

Para Murid
Mengapa Yesus membiarkan diriNya tertidur, dan membiarkan para murid mengalami hal yang menakutkan? Menjadi pengikut Kristus tidak menjamin hidup kita bebas dari bahaya. Bahaya akan tetap mengancam, musibah akan tetap menghampiri dan mewarnai kehidupan umat pilihan Allah sekalipun. Yesus mengungkapkannya dengan perkataan “marilah kita pergi ke seberang” ini adalah ajakan Yesus bagi setiap pengikutnya untuk mau pergi dari batas nyaman dan aman, mengarungi samudera hidup yang bergelora dan mengancam kehidupan bersama Dia.
Sering kita merasa bahwa ketika kita melalui jalan hidup kita bersama Tuhan, maka hidup kita akan aman-aman saja, sukses akan datang senantiasa, kebahagiaan dan sukacita akan terus menaungi hidup hingga kita dipanggil kembali ke pangkuan Tuhan. Kenyamanan itulah yang menjadikan manusia malah melupakan Tuhan dan bukan mengikut sertakan Tuhan untuk mengendalikan hidup. Tuhan tak berbeda dengan jimat yang disimpan di saku baju, yang dengan memilikinya kita sudah dapat merasa aman dan tentram. Kita lebih suka menempatkan Tuhan di buritan bila hidup dirasa aman-aman saja. ketika ombak datang dan mulai merasuki kehidupan, kita mulai mencari, menyalahkan dan menghakimi Tuhan yang kita anggap tidak peduli. Ketika masalah datang baru kita teringat akan jimat itu, jangan-jangan jatuh dan hilang.

Kesusahan hidup akan selalu datang dalam hidup kita, namun kesusahan, kesulitan di dalam Tuhan selalu mendatangkan kesempatan. Kesempatan seperti apa?
1. Bagi Ayub kesusahan memberinya kesempatan untuk lebih mengenal siapa Allahnya. Tanpa kesusahan hadir dalam hidupnya, Ayub tidak akan pernah berjumpa dan bercakap dengan Allah, Ia tidak akan pernah tahu bahwa Allah punya rencana bagi hidupnya.Ia tidak akan pernah sadar bahwa Allah adalah Allah yang sungguh berkuasa, bukan sekedar memiliki kuasa. Ayub mendapatkan kesempatan yang berharga itu bukan ketika ia berada dalam kelimpahan, bukan ketika semuanya dalam keadaan baik-baik saja, bukan ketika isteri dan anak-anaknya masih bersamanya, ketika hidupnya berada dalam kenyamanan. Kesusahan telah membuka matanya akan kebesaran Allah.
2. Bagi Paulus, kesusahan memberinya kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang lebih berkualitas, menjadi pelayan Allah yang menjadi berkat. Paulus melewati banyak hal yang sesungguhnya dapat membuatnya kembali ke kehidupan lamanya. Namun Paulus memandang kesulitan sebagai sesuatu yang mendatangkan ketekunan, tahan uji dan pengharapan. Ia mengalami Tuhan dalam hidupnya. Tuhan bukan sekedar dogma atau teori baginya, namun realita yang dapat dialami dan dirasakan secara langsung. Kesusahan telah membentuk dirinya menjadi pribadi yang tangguh, matang, dan dewasa dalam iman, pengharapan dan kasih. Duri dalam dagingnya menjadi sarana Tuhan untuk menyempurnakan hidupnya. Dalam kelemahan Paulus menjadi sosok yang kuat, karena Tuhan.
3. Bagi para murid, diterjang ombak dan badai di tengah kelamnya malam, tidak hanya memberi mereka tamparan atas ketidakpercayaan dan ketidakbergantungan mereka kepada Tuhan. Tanpa kesusahan para murid lupa bahwa keajaiban penyertaan Tuhan akan selalu mengiringi langkah mereka. Tanpa adanya ombak besar yang mengancam hidup mereka, mereka tidak menjadi peka terhadap karya Allah dalam sepanjang perjalanan. Semakin sulit keadaan yang dialami, semakin besar kesempatan untuk melihat pekerjaan dan karya Allah yang tidak dapat dibatasi oleh pengalaman manusia manapun. Apa yang tidak mungkin dan tidak pernah terpikirkan oleh manusia, itulah yang diperbuat Allah bagi kita. Kesusahan telah memberi para murid pengalaman menakjubkan bersama Allah yaitu menyaksikan Ke-Maha-an-Nya

Kesusahan adalah bagai api dalam hidup manusia. Api dapat menjadi malapetaka bagi manusia bila ia tidak paham cara menggunakannya. Sebaliknya api dapat menjadi penghangat, memberi rasa nyaman bahkan membantu manusia menjalani hidupnya. Respon positif, itulah yang dibutuhkan untuk menyikapi berbagai kesusahan. Kesusahan bukanlah kata akhir, jalan buntu, ataupun pintu mati, namun kesempatan untuk meraih kemenangan surgawi. Setiap badai pasti berlalu.... dan setiap badai pula dapat memberiku kesempatan kepadaku untuk mengenal siapa Tuhanku!!Amin

Rabu, 10 Juni 2009

Menjadi Anak Bapa Yang Kudus

Yesaya 6:1-8
Mazmur 29
Roma 8:12-17
Yohanes 3:1-17

Tujuan:
Anggota panggilannya sebagai anak Bapa yang kudus.

Pertanyaan:
1. siapakah yang dipanggil Bapa yang Kudus?
2. bagaimana seharusnya sikap seorang anak?

“ Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.” Banyak atau bahkan mungkin hampir semua dari kita pernah mendengar istilah tersebut tentunya. Ya, memang buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya, namun pernyataan itu tampaknya hanya akan timbul bila hal-hal negatif dilakukan oleh sang anak. Apa yang akan dikatakan para ibu bila sang anak memiliki sifat negatif ayahnya? “Ini anak setali tiga uang sama bapaknya ya...” sebaliknya, sebagai seorang kepala keluarga juga tidak membuat perbedaan, bahkan ungkapan yang sama juga keluar dari bibir para ayah ini.

Mengapa manusia lebih suka melihat buah-buah yang buruk dibandingkan mengingat sudah berapa banyak buah yang baik yang dihasilkan si pohon baginya. Nampaknya manusia memang perfeksionis dalam menjalani hidupnya. Perfeksionis untuk mencari kesalahan sesamanya manusia. Banyak manusia yang hanya mau hidup enaknya saja. Anak lebih suka untuk menyalahkan orang tua atas segala yang terjadi dalam hidupnya, daripada mencoba untuk memahami perasaan kedua orang tuanya. Banyak anak sering kali menuntut orang tuanya yang tidak dapat memberikan apa yang diinginkan oleh sang anak. Tanpa menyadari bahwa orang tua senantiasa memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, sering kali sang anak senantiasa mencari keuntungan dari kedua orang tuanya..

Itulah juga yang kerap kali kita lakukan sebagai anak-anak Bapa. Siapa yang tidak mau menjadi anak Raja? yang mendapat begitu banyak warisan berharga? Memiliki kuasa dan diberkahi oleh begitu banyak hal? Yang kita inginkan adalah keselamatannya, harta warisannya, berkat rohaninya, tapi tidak ketaatan dan penderitaannya. Kita lebih memilih untuk menuntut daripada menunjukkan hormat dan ketaatan dalam kasih. Menuntut menjadi pekerjaan kita setiap harinya. Kita lupa bahwa menjadi anak-anak Allah yang Kudus bukan semata hanya mendapatkan keistimewaan yang menyenangkan, namun juga mengambil bagian dari kesengsaraannya.

Manusia, seperti kacang lupa pada kulitnya. Manusia lupa bahwa sebelum mereka menjadi seorang anak, mereka hanyalah budak belian yang tidak memiliki hak hidup karena dosa. Manusia lupa bahwa tanpa Allah mereka hanyalah jasad, mayat yang tidak ada artinya. Yesaya menyadari itu semua, bahwa ia hanyalah seorang yang najis bibir, yang tidak layak untuk menghampiri tahta Tuhan sekalipun apalagi menjadi nabi, orang kepercayaannya. Yesaya sadar, bahwa perjumpaan dengan Allah dapat membawanya kepada kematian, karena begitu kudus dan sucinya Allah, hingga sesungguhnya tanpa perkenan-an-Nya ia tidak akan pernah dapat melihat Allah muka dengan muka. Tidak ada satu halpun yang ada di dunia mampu menghapus kesalahan dan menguduskan manusia selain kasih Allah. Tidak ada yang dapt membenarkan manusia di hadapan Allah, kecuali Dia sendiri yang membenarkan manusia itu.

Kesadaran itulah yang mulai hilang pada diri gereja masa kini. pikiran manusia hanya dipenuhi dengan hal-hal yang menyenangkan menurut paradigma manusia dan bukan menurut pandangan Allah. Kenyamanan beribadah, janji-janji indah, dan sebutan sebagai umat pilihan telah membius manusia, dan menjadikan mereka lupa diri. Lambat laun manusia juga semakin melupakan bagaimana seharusnya mereka bersikap sebagai anak-anak Allah.

Bapa kita bukanlah bapa yang sembarangan, bukan Bapa yang penuh kelemahan seperti bapa ala dunia. Seorang anak akan diragukan bila ia tidak punya kemiripan dengan ayah dan ibunya. Oleh karena itu, berkaitan dengan ungkapan ‘buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya’, kita yang menyatakan diri sebagai anak-anak Bapa, sudah sepatutnya menunjukkan kualitas yang ‘diwariskan’-Nya kepada kita.

Apa kriteria seorang anak Allah?
1. apa yang saudara inginkan dari seorang anak? Tentu saudara mengharapkan seorang anak yang patuh, anak dapat dibanggakan, mampu menjaga nama baik orang tua bukan? Begitu juga Allah. Ketika kita menyebutnya sebagai Bapa, maka kita juga diharapkan dapat menjadi anak-anak yang sungguh taat, tidak merusak nama baik orang tua, alih alih memuliakan dan mengharumkan nama Allah sebagai Bapa. Allah ingin kita menjadi anak-anak yang hidup oleh Roh dan bukan menurut daging. Roma 8: 13. Anak-anak Allah adalah anak-anak yang patuh kepada kehendak dan perintah Bapanya, bukan anak-anak yang memberontak dan menjadi musuh bapanya. Bagaimana cara hidup oleh Roh? Hidup Oleh Roh berarti hidup yang dipimpin dan dikuasai Roh setiap saat. Apapun yang kita lakukan, apapun yang kita pikirkan, apapun yang ada di dalam hati kita dikendalikan oleh Roh Allah dan bukan oleh nafsu atau kedagingan kita sebagai manusia.
2. anak-anak yang dilahirkan kembali dari air dan Roh, Pertanyaannya mungkin: Apa yang akan anda lakukan bila suatu ketika anda sudah berada diambang kematian, lalu diberikan kesempatan hidup satu kali lagi oleh Allah? adakah dari anda akan mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya, menjadi orang yang sunguh berguna dan menjadi inspirasi? Ataukah anda lebih memilih untuk melakukan segala sesuatu yang menjadi kesenangan bagi anda? Second Chance. Bagaimana anda menggunakan kesempatan kedua anda? Setiap kita telah dianugerahi kesempatan kedua... bahkan lebih dari dua kesempatan yang datang dalam kehidupan kita, tapi sudahkah kita mempergunakan kesempatan baik itu dengan cara dan hal yang baik pula? Atau keadaan tetap sama seperti sedia kala?Yoh 3:5. Kita tidak akan dapat hidup oleh Roh bila kita tidak membiarkan diri kita dilahirkan kembali oleh air dan Roh. Bukan berarti kita harus masuk kembali ke dalam rahim ibu kita dan lahir dengan cara terbaru yaitu lahir dalam air, yang marak dilakukan oleh ibu-ibu muda masa kini yang ingin mengurangi rasa sakit ketika persalinan. Air memiliki makna magis dalam ritual umat Yahudi. Air tidak hanya menjadi sumber kehidupan bagi manusia, namun juga menjadi simbol penyucian dan pembersihan. Air digunakan untuk membasuh, mencuci, membersihkan. Lahir dari air berarti membiarkan kita dibasuh bersih oleh Allah, yaitu juga, membiarkan baju lama kita dibuka dan dibuang, digantikan oleh baju baru. Lebih dari itu air juga menjadi simbol kematian. Seseorang yang lahir dari air, menjadi manusia yang baru, yang telah mati bersama dengan kematian Kristus, dan bersedia menjalani hidup baru telah dianugerahkan, yaitu mempergunakan kesempatan kedua dengan sebaik-baiknya.
3. Mereka yang menjadi anak-anakNya adalah mereka yang percaya. adakah kita sekedar percaya atau berani mempercayakan diri kita di tanganNya yang cukup kuat untuk menopang kita? Percaya bukan sekedar beriman atau mengimani, tapi berani mempertaruhkan segala sesuatu untuk mempertahankan apa yang dipercaya dan diimani itu. Adakah kita berani mempertaruhkan segalanya untuk mempertahankan Allah dalam hidup kita? Percaya juga perlu dibuktikan bukan hanya sekedar ucapan yang keluar dari bibir kita namun juga dari apa yang nampak dalam keseharian kita. Menjadi percaya adalah menjadi orang yang sungguh menyandarkan diri kepada Tuhan, menjadi orang yang tidak mengandalakan kekuatan, kepandaian, hikmat dan kefasihan diri.
Percaya adalah merasa aman,
ketika dunia memberi kita berbagai macam bahaya.
Percaya adalah merasa damai
Ketika dunia memberi kita beragam kegelisahan
Percaya adalah merasa sukacita
Ketika dunia hanya menawarkan kita dukacita dan ratap tangis
Percaya adalah memiliki pengharapan penuh
Ketika dunia berkata tidak!
Percaya adalah tetap memandang ke atas
Ketika semua orang menarik kita ke bawah
Percaya adalah tetap memberi yang terbaik
Ketika semua orang mengecam dan mengejek apa yang kita lakukan
Percaya adalah bertahan
Ketika tidak ada satupun yang dapat dipertahankan

Percaya adalah....
Dengan pikiran, hati, dan tubuh yang dianugerahkan kepada kita,
kita melayani dan memberkati banyak orang dengan Kasih Allah

menjadi anak Allah memang bukan paksaan, namun panggilan. Setiap kita dapat memenuhi atau menolak panggilan itu. Tapi bagi kita yang bersedia memenuhi panggilan itu, penuhilah dengan kesunguhan. Bukan hanya dengan menuntut hak sebagai anak Allah, namun juga bersedia menjalankan dan menjawab tantangan sebagai anak-anak dari Bapa yang Kudus, yaitu menjadi anak-anak yang juga menjaga kekudusan. Tentunya pilihan tetap di tangan kita, untuk menjadi anak-anak yang memuliakan atau mempermalukan, tapi setiap kita perlu sadar bahwa di balik setiap pilihan ada konsekuensi yang harus kita tanggung. Siapkah?

Pelayan Pendamai

Pertanyaan:
1. Apa makna dari damai?
2. Apa makna dari pelayan?

Adakah kita dapat merasa damai tanpa Allah? Dari mana manusia sesungguhnya memperoleh kedamaian? Adakah manusia yang dapat menciptakan damai? Wah...nampaknya pertanyaan yang gampang-gampang susah ya? Gampang jawabnya susah melakukannya! Banyak orang berikrar untuk menciptakan damai di dalam komunitas, keluarga, negara bahkan di atas bumi, tapi dalam pelaksanaannya, tidak sedikit dari mereka yang mengalami nol besar. Contoh nyatanya adalah kampanye wakil rakyat. Tidak sedikit bahkan hampir semua caleg mempromosikan diri sebagai pembawa perdamaian, perubahan yang mendamaikan. namun yang terjadi setelah kursi panas itu diperoleh, merekalah yang menjadi sumber ketidak-damaian, keresahan, bahkan kemarahan rakyat.

Yah... memang menjadi pendamai bukanlah pekerjaan ringan. Banyak yang dikorbankan, banyak yang harus dilepaskan terutama keegoisan dan harga diri. Siapa yang suka harga dirinya diinjak-injak, siapa yang suka dilecehkan, diremehkan? Banyak manusia lebih memilih untuk menjadi bensin dibandingkan air dalam menghadapi api kerusuhan dan pertengkaran. Tidak mengherankan damai telah menjadi kata yang asing dalam realita kehidupan. Damai hanya ada di janji-janji palsu, penebar pesona, bahkan iming-iming yang tak akan pernah diwujudnyatakan.

Sampai kapanpun manusia tidak akan pernah menjadi pendamai. Sejak diciptakannya manusia lebih memilih untuk merusak kedamaian dan harmoni yang telah diciptakan Allah dengan segala kesempurnaannya. Manusia memilih untuk menjadi sekutu perusak kedamaian, yaitu dosa. Tapi apa reaksi Allah???? Wah ini yang luar biasa dan yang tak tertandingi.... Allah yang telah dikhianati kepercayaannya, yang telah dinodai kesucian dan kekudusannya, yang telah direndahkan harga diriNya oleh kita manusia yang tak tahu diuntung ini, tetap menjadi Allah yang mau berdamai!!

Allah telah menjadikan dirinya korban pendamaian. Dengan cara apa? dengan melakukan apa yang tidak mampu dilakuka oleh manusia. Yaitu memberikan diri untuk mengampuni, untuk direndahkan, untuk menanggung segala sesuatu yang tidak seharusnya Ia tanggung. Untuk menjadi pendamai antara manusia dengan Allah dan dengan sesamanya, seorang bernama Yesus menjalankan proses yang menyakitkan, memilukan bahkan menyedihkan. Yesus adalah korban dari kepongahan dan idealisme manusia. Karena kita Dia sungguh menjadi korban salah tangkap yang tidak pernah mendapatkan kebebasannya. Mengapa korban? Karena Ia yang tidak bersalah mau dipersalahkan atas segala sesuatu yang tidak pernah Ia lakukan. Tidak pernah Ia memperhitungkan kesalahan dan pelanggaran kita. Dengan menjadi korban pendamaian Ia juga memberi dirinya untuk membenarkan, menyucikan dan mengahapus segala pelanggaran.

Pendamaian bukan milik manusia, tapi milik Allah. manusia tidak akan pernah memiliki inisiatif untuk dapat berdamai dengan sesamanya apalagi untuk dapat berdamai dengan Allah. untuk itulah Yesus hadir sebagai pendamai antara manusia dengan Allah dan sesamanya. Namun kehadiranNya lebih dari sekedar menjadi pendamai bagi manusia, Ia jugalah kedamaian itu. Ia mewarnai dunia dengan kedamaian yang sejati selama kurang lebih 3 tahun dalam pelayananNya. KedamaianNya ditunjukkan dengan memberikan pembebasan yang sejati. Bukan sekedar kesembuhan ragawi, jasmani namun jiwa dan roh. Ia tahu bahwa manusia tidak hanya butuh kesembuhan ragawi yang fana namun juga suatu perjumpaan yang mengubahkan dan memberi pembaharuan. Untuk itu ia bukan hanya menjadi tabib dari segala tabib, tapi Ialah Tuhan yang berkuasa mengampuni dosa manusia. Inilah pelayanan pendamaian yang dilakukan Allah bagi manusia. Kedamaian yang bukan soal perasaan semata namun keadaan yang tak terbatas dan terikat ruang dan waktu, namun kedamaian yang tak dipengaruhi oleh beragam situasi dan kondisi manusia.

Tentunya Yesus tidak ingin kedamaian hanya ada ketika Ia ada di dunia. Untuk itu ia mengajak kita untuk ikut serta menjadi pelayan-pelayan pendamaian bagi dunia, agar dunia sungguh dapat berdamai. 2 kor 5:18. Menjadi pelayan pendamaian ini adalah panggilan yang membutuhkan jawaban, kesediaan dan komitmen oleh karena itu bukan sembarangan orang yang dapat menjalankan panggilan ini. Tapi bukan berarti kita melepas tanggung jawab ini, karena semua pengikut Kristus sungguh dipanggil untuk menjadi pelayan pendamaian bagi sesamanya.

Sulitkah ? tentu!! Karena dengan sungguh menjawab panggilan ini, kehadiran kita haruslah sungguh dapat membawa kedamaian, bukan perpecahan. Sudahkah kita menghadirkan kedamaian di tengah keluarga? Di tengah masyarakat? di tengah persekutuan? Ataukah dengan kehadiran kita, suami, isteri dan anak jadi tidak betah di rumah. Ketika kehadiran kita di tengah masyarakat membawa kebencian, pertikaian, kesalahpahaman, dendam. Ketika perkataan dan perbuatan kita dalam persekutuan menjadi batu sandungan bahkan kutuk, dan bukan menjadi berkat dan sukacita.

Lalu bagaimana caranya agar kita dapat menjawab panggilan tersebut?
1. berikanlah dirimu diperdamaikan oleh Allah. 2 Kor 5: 20. Untuk menjadi pelayan pendamaian maka kita harus memberikan diri kita didamaikan oleh Allah. Apa artinya? Memberikan diri kita disembuhkan dari luka batin, dari kemarahan, dendam, kepahitan. Memberi diri kita diubah dari manusia lama yang penuh dengan nafsu dan keegoisan menjadi manusia yang penuh belas kasih. Memberikan diri kita menjadi katalisator , yaitu pelayan yang merubuhkan tembok pembatas, dan bukan malah membangun tembok yang semakin tinggi. Tentu bukan hal yang menyenangkan karena benturan-benturan yang datang kepada kita akan lebih keras. Oleh karena itu kita juga harus menjadi manusia yang tahan banting, tahan uji, tidak mudah menyerah, dan tekun.
2. berikanlah dirimu di’isi’ oleh Allah Kol 1: 9. Kita tidak akan pernah menjadi pendamai-pendamai Allah bila kita tidak pernah membiarkan diri kita diisi oleh hikmat, pengertian untuk memahami kehendak Allah dengan sempurna. Sadar bahwa kesempurnaan adalah milik Allah semata, dan bukan milik kita maka menjadi pendamai yang sejati juga hanya Allah, dan bukan kita. Kita ini hanya alatnya, jadi jangan merasa bahwa Allah memanggil kita menjadi pendamai karena kita mampu menjadi agen pendamai, tapi karena Allah berkenan memakai kita di tengah ketidak sempurnaan kita sebagai manusia. Dengan membiarkan diri kita diisi oleh Allah maka kita akan menjadi pelayan-pelayan yang bekerja menggunakan standar Allah, dan bukan standar manusia biasa, yaitu satndar kedamaian menurut Allah, shallom dan bukan irene.
3. berikanlah dirimu dikuatkan Allah Kol 1: 11. Dengan kesadaran bahwa kita bukanlah manusia super, yang dapat melakukan segala sesuatu dengan sempura. Kekuatan kita sebagai manusiapun terbatas. Apalagi untuk mengemban tugas yang ‘bukan gue banget’, karena pendamaian hanya milik Allah dan dapat dilakukan oleh Allah sendiri. Tanpa Tuhan menguatkan kita, kita hanyalah pahlawan kesiangan. Mengapa harus meminta kekuatan dari Tuhan? Karena Ialah sumber kekuatan kita. Apapun dapat kita kerjakan dengan kekuatan dan penyerahan diri yang total kepadaNya.
Menjadi pendamai saja sudah sulit, apalagi menjadi pelayan. Seorang Pelayan haruslah memiliki kerendahan hati, inisiatif untuk bekerja bagi orang lain dan memberikan perubahan yang positif. Pelayanan yang sejati tidak bisa dilakukan hanya dengan tangan dan kaki atau hanya dengan perkataan, karena pelayanan datang dari hati yang rindu untuk melakukan hal yang baik bagi orang lain. Buat apa tangan dan kaki bekerja, bila hati tidak rela. Buat apa lidah dan bibir berbicara yang baik sedangkan hatinya dikuasai oleh motivasi yang jahat. Sama saja dengan menyebar kepalsuan. Seorang pelayan juga bukan seorang yang hanya ingin bekerja untuk mencari pujian dan sanjungan semata. Ia haruslah orang yang mau bekerja di belakang layar. Ia adalah orang yang tetap memberikan yang terbaik walau tidak seorangpun memandang dan memujinya.

Semakin sulit bukan? Tapi bersama Yesus tidak ada yang susah selama kita mau memberikan hati dan tubuh kita untuk benar-benar menjadi alat ALLah. pertanyaan terakhirnya.... maukah kita memberi diri untuk dipakai? Amin

Memandang Ke Depan

Filipi 3: 13
“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku”

Ibrani 12: 2-3
“Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.”


Pertanyaan:
1. apa arti memandang?
2. apa arti ke depan?

Memandang: memandang memiliki arti harafiah mengarahkan padangan, mengarahkan mata untuk dapat melihat dan mengamati. Memandang tidak hanya berarti sesuatu yang dapat dilakukan oleh mata. Mata memang adalah jendela dunia. Dengan mata kita memperoleh banyak pengetahuan, pengalaman dan lain sebagainya. Tapi nampaknya bukan hanya mata yang mempu menjadi jendela dunia, karena pun orang yang memiliki mata belum tentu dapat melihat kebenaran. Mata adalah organ yang terbatas dan memiliki kelemahan.

Bagi Paulus menatap ke depan, bukan berati melihat apa yang ada di depan mata manusiawinya, namun apa yang berada di depan mata imannya. Yaitu rencana dan rancangan Allah baginya. Ketika ia berbicara tentang apa yang ada di depannya, bukan berarti ia sudah tahu dengan pasti dan jelas apa yang akan ia hadapi. Apa yang didepannya masih tampak buram bahkan tak nampak apapun, tapi itulah bukti dari keberimanannya kepada Allah. imannya-lah yang menuntun ia untuk dapat menatap apa yang ada di depan bukan hanya menatap masa lalu.

Baginya menatap ke depan juga bukan karena ia telah benar-benar menjadi manusia baru, telah benar-benar menjadi serupa dengan Allah, telah benar-benar mengenal Allah, dan telah sempurna. Ia tahu dengan pasti ketika ia tidak mampu melepaskan masa lalunya, maka masa lalu akan menjadi rantai yang menahannya untuk dapat maju. Ia sadar bahwa masa lalu dapat menjadi pusaran air yang menariknya hingga ia sungguh tenggelam dan akhirnya mati.
Apa masa lalu bagi kita?
- perasaan bersalah: gue berdosa
- perasaan tidak berharga: gue ga layak
- perasaan ditinggalkan: orang tua, sahabat, pacar gue meninggalkan gue
- perasaan dikhianati: gue dibohongin
- perasaan disakiti: gue dipukulin
- perasaan diremehkan: gue dibilang bodoh
- perasaan dilecehkan, dsb...

kita tidak akan dapat maju menjadi pelayan yang berfungsi secara utuh dengan terus digelayuti oleh masa lalu.
Tentunya menatap masa depan bukan sembarang masa depan. Masa depan yang ada di hadapan kita tetap terdiri dari berbagai jalan dan berbagai cara untuk melewatinya. Jadi, sebelum melangkah kita juga perlu menentukan dan memilih masa depan seperti apa yang kita harapkan dan impikan. Masa depan yang pasti, yang tidak pasti, yang mudah menggapainya atau yang sulit tergapai?
Bagaimana caranya?
1. Tentukan tujuan hidup! Kemana kita akan membawa hidup kita? Hidup yang berkemenangan atau hidup yang merana oleh berbagai masalah penghidupan?

Bila kita menginginkan hidup yang bekemenangan, maka carilah sosok yang mampu menunjukkan dan menuntun kita kepada kemenangan. Tentu ia haruslah menjadi orang yang tahu apa itu kemenangan, lebih dari itu ia sendiri harus juga telah merasakan kemenangan. Bagi Paulus, sosok itu adalah Yesus seorang. Kenapa?
1. karena hanya Yesus yang mampu membawanya kepada kesempurnaan iman.
2. karena hanya Yesus yang memberinya teladan untuk dapat tekun memikul salib.
3. karena hanya Yesus yang dapat memberikan sukacita yang sejati itu dalam dirinya.
4. karena hanya Yesus yang menjadikannya pribadi yang tekun
5. karena hanya Yesus yang membuatnya dapat menahan hinaan dan bantahan dari manusia
6. dan hanya Yesus yang membuatnya kuat, tidak lemah dan putus asa.

Bagi paulus tidak ada satupun manusia yang bisa melakukan apa yang Yesus lakukan baik sebagai manusia, maupun sebagai Allah. Ia adalah sosok yang dalam hidupnya mampu menunjukkan kesempurnaan total, tanpa cela sedikitpun.

Masa depan bukan hanya milik Allah semata, namun juga milik kita, kita yang memilih, menentukan kemana kita akan melangkah. Tuhan telah memberi kita jalan, Dia jugalah yang telah memberi kita teladan untuk dapat melakukan apa yang baik. Tapi ingat bahwa andil kita sangatlah besar dalam menentukan masa depan. Tuhan tidak akan mengubah nasib kita bila kita sendiri tidak mau mengubahnya. Itulah kehendak bebas!!