Rabu, 16 September 2009

Tepati Janji
Kejadian 31: 43-55

Pertanyaan:
1. apa arti janji itu?
2. dalam hal apa saja kita sering kali berjanji?
3. apakah janji itu sering kita tepati atau kita abaikan?
4. mengapa sering kali orang lain meminta kita untuk berjanji?
5. untuk apa kita juga berjanji?

Relita:
1. berjanji sering kali digunakan orang untuk lari dari masalah yang sesungguhnya.
2. berjanji juga sering kali menjadi alasan untuk menyenangkan orang yang kita janjikan, atau agar orang tersebut tidak banyak menuntut.
3. janji diucapkan bukan dengan semangat menepatinya, alih-alih menjadi alasan semata.
4. banyak orang Kristen menggunakan kata insya Allah dengan sembarangan, yaitu untuk menunjukkan ketidak seriusan dalam janjinya, tanpa mengetahui bahwa insya Allah berarti melibatkan Allah dalam janji atau sumpah kita.
5. banyak orang diminta untuk berjanji bukan karena ia dapat dipercaya, sebaliknya ia adalah orang yang sering kali mengumbar janji tanpa dapat melaksanakannya.
6. Janji Allah tidak dapat disamakan dengan janji manusia. Janji manusia ditepati apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Sedangkan Allah akan senantiasa memenuhi janjiNya tanpa memandang situasi dan kondisi, termasuk dengan pertimbangan apakah janji yang telah diucapkanNya merugikanNya atau tidak. Janji Allah adalah ya dan amin. Tidak dapat dibatalkan oleh manusia, dan apapun yang ada di bumi. Kesulitan ataupun resiko apapun tidak membuat Allah melalaikan janjinya.

Penjelasan Nats:
1. dengan stigma Yakub sebagai penipu, Laban meminta Yakub untuk berjanji kepdanya, dan agar Yakub dapat memegang janji tersebut dengan teguh. Untuk itu Laban dan Yakub mengikrarkan janjinya dengan menggunakan tugu sebagai bukti atau monumen perjanjian mereka, selayaknya budaya pada masa itu.
2. Yakub berani untuk berjanji kepada Laban bukan karena ia merasa bahwa Ia dengan kekuatannya akan berhasil memenuhi segala yang telah diucapkannya, namun karena dalam janjinya Yakub menempatkan Allah sebagai saksi, lebiih dari itu yakub menjadikan Allah sebagai sumber kekuatan baginya untuk dapat menepati janji yang telah diucapakannya.
3. memang pada awalnya banyak yang berpendapat bahwa perjanjian ini lahir dari rasa saling curiga diantara keduanya. Laban merasa ditipu Yakub perihal pencurian terafim oleh rombongan Yakub sedangkan Yakub merasa ditipu perihal perjanjian kerja yang begitu lama dalam rangka mendapatkan Rahel sebagai isteri.
4. Namun pada akhirnya perjanjian tersebut menjadi suatu tanggung jawab baru yang mereka sepakati bersama di hadapan Tuhan, dengan semangat untuk aling menepati dan bukanuntuk saling mengingkari.

Nilai Kristiani;
1. belajarlah untuk menepati janji kepada semua orang.
2. dengan kesadaran bahwa menepati janji adalah hal yang tidak mudah, karena manusia sering terbentur dengan keegoisan dan ketidakrelaan untuk keluar dari zona nyaman dan amannya, hati-hatilah dalam mengucap janji.
3. berhubung dengan kehati-hatian mengucap janji, bukan hanya karena alasan diatas, namun karena Allah mendengar setiap janji yang kita ucapkan. Maka bila kita tidak menepatinya, kita tidak hanya menipu sesama kita, tapi juga menipu Allah.
4. Janji dilakukan bukan hanya karena ada bukti seperti hitam diatas putih atau tugu seperti yang dibuat oleh Yakub dan Laban, namun karena di dalam janji ada tanggung jawab, ada keterikatan, dan ada kuasa. Ketika kita melanggar janji maka sama dengan melanggar hak sesama kita yang kepadanya kita berjanji.
Ayo Belajar Bertanggung Jawab
Yohanes 7: 1-13

Tujuan:
ASM berani menanggung resiko demi melakukan yang baik.

Pertanyaan:
1. mudahkah bagi kita untuk dapat berbuat baik? mengapa?
2. apa kendala kita dalam berbuat baik?
3. apa yang Yesus kehendaki bagi kita dalam berbuat baik?
4. bagaimana seharusnya kita bersikap dalam berbuat baik?

Realita:
1. berbuat baik adalah hal yang susah-susah gampang untuk dilakukan.
2. tidak semua orang mengerti maksud baik kita.
3. perbuatan baik sering kali tidak dilakukan dengan motivasi baik. banyak orang terburu-buru untuk berbuat baik agar ia dipandang sebagai orang yang penuh inisiatif, untuk mendapatkan pujian, untuk menjadi pusat perhatian, dll
4. tujuan yang baik sering kali tidak disampaikan atau dilakukan dengan cara yang baik, misalnya: dilakukan dengan cara memarahi, membentak, melakukan kekerasan baik fisik maupun psikologis.
5. perbuatan baik manusia tidak dapat disetarakan dengan perbuatan baik Allah, karena manusia dan Allah memiliki standar kebaikan yang berbeda, misalnya: apa yang disebut baik oleh Allah sering kali dikaburkan oleh manusia=>memberikan contekan, membantu teman mengerjai teman yang lain untuk balas dendam, dll
6. termasuk cara Allah dalam berbuat baik juga berbeda dengan cara manusia, misalnya: manusia berbuat baik dengan cara menunjukkan kebaikkan kepada semua orang dengan tetap memikirkan kepentingan diri sendiri, Allah menunjukkan kebaikkan untuk kebaikan manusia itu sendiri, sering kali dengan mengorbankan kepentingan dan bahkan diriNya sendiri. Manusia berbuat baik bila dinilai resikonya kecil, Allah mau berbuat baik walaupun resikonya besar.


Penjelasan Nats:
1. Kepergian Yesus ke Galilea, dan tidak menetap di Yudea bukan karena Ia mau melarikan diri atau melepas tanggung jawab resiko segabai utusan Allah, namun karena Yesus tahu bahwa adanya perselisihan diantara kaum pejabat Yahudi berkaitan dengan pengajaranNya tentang hari Raya Pondok Daun. Mereka ingin Yesus mati bukan demi menjujung tinggi pemahaman mereka, namun karena mereka ingin menunjukan keberkuasaan mereka di tengah-tengah bangsa, dan menjauhkan pengaruh politik Yesus bagi masyarakat pada masa itu.
2. Yesus juga tidak ingin para murid mempertontonkan diriNya di depan masyarakat umum. (Konsep ini lebih jelas bila dibandingkan dengan kisah Yesus membasuh kaki para murid, dan kisah Para Murid yang berselisih tentang siapa yang terbesar diantara mereka) Yesus tidak ingin pamer kekuasaan, kebijaksanaan, walaupun sesungguhnya Ia dapat melakukan segala sesuatu.
3. Yesus mengatakan “waktuKu belum tiba...” bukan berarti Yesus menunda untuk melakukan yang baik bagi manusia. Namun karena ALLAH memiliki cara dan waktu tersendiri untuk menyatakan siapa diriNya. Ke-Allahannya justru nampak ketika apa yang dikerjakanNya, keputusanNya, tidak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi manusia. =>bandingkan dengan realita manusia yang ingin menonjol dan disebut pahlawan.
4. Sayangnya apa yang Yesus lakukan tidak dimengerti bahkan disalahpahami oleh saudara dan para muridNya. Ia bukan Allah yang suka melepas tanggung jawab. Ia juga bukan Allah yang tidak berani menanggung resiko yang berat. Karena kematianNya telah membuktikan bahwa Yesus bukanlah manusia yang pengecut, bahkan Ia menunjukkan bahwa Ia mau memberikan segalanya demi kebaikan dan keselamatan manusia.

Nilai Kristiani:
1. berbuat baiklah kepada siapapun tanpa membeda-bedakan suku, latar belakang sosial budaya dan pendidikan.
2. berbuat baik dengan motivasi yang benar
3. setiap perbuatan baik biasanya diikuti dengan sikap mau berkorban bagi kepentingan orang lain.
4. berbuat baik harus dilandasi dengan kasih Allah : yaitu keinginan untuk membahagiakan orang lain, keinginan untuk menjadikan orang lain menjadi lebih baik (meningkatkan kualitas hidup orang lain) dengan begitu kita dimampukan untuk menanggung resiko (apapun, dan kapanpun)
5. tujuan yang baik bila dilakukan atau disampaikan dengan cara yang tidak baik, maka tidak akan membawa kebaikan.
Hari Kematian Lebih Baik dari Hari Kelahiran
Phk 7: 2-4

Pertanyaan yang perlu direnungkan:
1. apakah kita semua pernah takut mati?
2. lebih takut mana menjalani hidup atau menghadapi kematian?
3. bila Ya mengapa dan bila tidak mengapa?
4. apa yang dimaksud dengan kematian, sehingga manusia takuyt dalam menghadapinya?
5. apa yang dimaksud dengan hidup sehingga manusia berani menghadapinya?

Mati= sudah hilang nyawa, tidak hidup lagi, padam, tidak berasa lagi
Kematian = menderita karena sesuatu yang mati =>sesuatu yang mendatangkan penderitaan
Hidup = masih terus ada, bergerak, dapat bekerja sebagaimana mestinya, tetap ada, masih berjalan
Kehidupan = keadaan dimana seseorang akan terus dapat bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya

Banyak orang yang takut dengan kematian, sesungguhnya karena mereka tidak pernah tau kapan kematian itu menjemput, dan apa yang akan terjadi setelah kematian itu datang menghampiri kita? Apa yang terjadi ketika kematian datang menjempu, apakah akan terasa sakit atau tidak ada sesuatu yang dirasakan
Pengkhotbah dikenal sebagai kitab yang berifat pesimistik , memandang hidup sebagai sesuatu yang sia-sia belaka dan kematian sebagai jawaban bagi manusia atas kehidupan, bahwa segala sesuatu akan dan pasti berlalu, sehingga hidup di dunia ini menjadi kehilangan arti dan makna. Sebenarnya pengkhotah (qohelet) semata mata bukan ingin membuat para pembaca melihat hidup dengan pesimis, melankan pengkhotbah ini para pembaca mencari kunci pengertian makna hidup yang sebenarnya hingga hidup yang singkat ini tidak menjadi sia-sia dan belalu tanpa dapat memberi makna bagi manusia yang menjalaninnya. Pengkhotbah ingin umat memeriksa hidup dari segala sisinya sehingga dapat nememukan kepuasan yang sungguh berarti, tentu dengan melibatkan Allah dalam hidup, karena sesungguhnya Allahlah yang memegang kunci dari hidup itu sendiri.
Hidup memang sebuah teka teki bagi pengkhotbah. Makna hidup tidak terdapat dalam pengetahuan, ilmu, kesenangan hawa nafsu, penindasan, kesibukan keagamaan (rutinitas dan tradisi apalagi kebebebalan. Justru rencana bagi manusia adalah menerima hidup dari tangan Allah sendiri hari demi hari, dan menikmati pemberian Allah tersebut demi Dia yang memberikannya bdg Rom 8:20-25, 28

Ay 2:
2 Lebih baik pergi ke rumah duka daripada ke tempat pesta. Sebab kita harus selalu mengenang bahwa maut menunggu setiap orang.
2 It is better to spend your time at funerals than at festivals. For you are going to die, and you should think about it while there is still time.
Dikatakan bahwa pergi ke rumah duka lebih baik dari pada ke tempat pesta. Karena di tempat pesta kita manusia lebih banyak ‘merayakan’ kehidupan (= dengan mabuk oleh dunia, kenikmatan yang ditawarkan dunia.) menikmati hidup dengan cara yang tidak bijak. Segala yang hanya mementingkan kenyamanan dan kenikmatan daging. Dalam pesta terkadang hanya ada tawa karena kesenangan yang diperoleh. Walaupun bukan berarti kita tidak dapat menjadikan pesta sebagai sarana kita untuk mengucap syukur atas hidup yang dapat kita jalani bersama, hanya pesta seperti apa, kesenangan seperti apa, kesenangan yang membangun jiwa dan roh kita atau bahkan malah menjauhkan diri kita dari keagungan Tuhan.
Sedangkan kematian selalu membawa manusia berpikir tentang hidupnya. Kematian selalu membawa pengajaran bagi setiap manusia. Saat kematian menyambut baik itu kerabat, saudara, bahkan orang orang yang kita kasihi dan mengasihi kita, maka kita akan diperhadapkan dengan pertanyaan kapan giliran kita, besok, lusa, 10-40 tahun lagi atau kapan? Apa yang terjadi bila esok Tuhan meminta pertanggung jawaban kita selama hidup, siapkah kita? Apa yang akan kita katakan kepada Tuhan ketika Tuhan bertnya apa yang telah kita lakukan untuknya selama kehidupan kita?
Mengapa berada di tepat kedukaan lebih baik? Karena disanalah kita diperhadapkan tentang makna sesungguhnya dari hidup. Disanalah kita diperhadapkan dengan suatu refleksi diri, bahwa kita pasti juga akan mati? Dan selama masih ada waktu tersisa bagi kita, kita akan belajar mempertanyakan diri kita bilakan kematian itu datang menjemput kita apakah kita siap untuk menghadapinya?

Ay 3
3 Kesedihan lebih baik daripada tawa. Biar wajah murung, asal hati lega.
3 Sorrow is better than laughter, for sadness has a refining (membersihkan, memurnikan, menjadi lebih berbudaya) influence on us.
Kesedihan disini bukan hanya duka, karena ditinggal oleh orang yang mencintai dan kita cintai. Kesedihan disini namun juga bagian dari segala bagian dari emosi manusia yang seringkali mengganggu seperti amarah, kekesalan yang menyakitkan, kesedihan yang mendalam. Namun ketika kesedihan menjadi bagian kita, kesedihan dapat menjadi sesatu yang lebih memberikan arti, lebih berharga, lebih indah untuk dialami, daripada hanya sekedar tawa yang saling mengejek, mentertawakan orang lain, mencemooh orang lain (berbahagia diatas penderitaan orang lain.)
Oleh karena itu saat kita merasakan kesedihan, kesedihan sering kali lebih dapat membersihkan jiwa kita, memurnikan lagi motivasi kita, menjadikan diri kita lebih baik di kemudian hari, dari hanya sekedar mencari kesenangan yang semu sifatnya. Kesedihan juga dapat memampukan kita untuk menghadapi baik itu masalah maupun segala pergumulan hidup dengan cara yang baru dan cara yang lebih baik. for by the sadness of the countenance the heart is made better.

Ay 4
4 Orang bodoh terus mengejar kesenangan; orang arif selalu memikirkan kematian.
4 A wise person thinks much about death, while the fool thinks only about having a good time now.
Oleh karena itu orang berhikmat akan selalu menjadi orang yang memikirkan kematian, yaitu memikirkan bagaimana ia harus menjalani hidup, bagaimana hidup harus dilewati, bagaimana hidup harus berjalan, dan bagaimana hidup ini seharusnya diarahkan. Ia akan selalu merefleksikan segala tindakkannya dan bukan hanya menjalani hidup sebagai rutinitas yang tidak akan pernah habis dan akan terus berjalan seperti apa yang kita inginkan. Mereka yang dikatakan berhikmat akan mencari jalan terbaik untuk hidup, maka mereka juga akan menjadi orang-orang yang mempergunakan hidup sebaik-baiknya baik bagi diri mereka sendiri, maupun bagi sesama manusia teruatama bagi Tuhan sang pemilik hidup. Sedangkan mereka yang dikatakan bodoh adalah orang-orang yang hanya mengejar kesenangan yang dapat dinikmati hari ini saja, yaitu bagaimana cara bersenang-senang hari ini
Apakah jalan hikmat itu mengejar kesenangan? Atau kekayaan atau pekerjaan-pekerjaan besar?, atau pengumpulkan budak2 (phk 2:3). Tidak, semua itu berakhir pada kematian. Berkali kali penulis mengatakan bahwa keberadaan manusia berlalu dengan cepat, sia sia dan ‘ tak berguna’. Yang paling baik adalah ketika kehidupan ini diterima apa adanya dan hal-hak yang mendatangkan kepuasan harus dinikmati sementara hal itu berlangsung, karena segala hal yang baik pasti berakhir.
Tema kita hari ini dimana dikatakan dalam pengkhotbah bahwa hari kematian lebih baik dari hari kelahiran. Bukan beratI kelahiran di dunia menjadi sesuatu yang buruk, bahwa hidup memang pada hakekatnya sia-sia. TIdak! Yang dimaksud pengkhotbah disini adalah bahwa dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa kematian seringkali lebih banyak memberikan arti yang mendalam tentang manusia, tentang kehidupan dan tentang peran Allah dalam kehidupan manusia. Begitu juga ketika kita berbicara tentang kesakitan, kepedihan yang kita derita ketika ditinggalkan akan memiliki dampak yang mengubahkan, melihat segala sesuatu dengan kacamata / cara pandang yang berbeda dari kesakitan yang ditimbulkan oleh peristiwa kelahiran. Karena peristiwa kematian juga bisa menjauhkan kita dari kebijaksanaan dan kebaikkan bila kita hanya melihat sisi negatifnya. Seseorang dapat menjadiputus asa ketika ia ditinggalkan oleh orang yang dikasihi dan mengasihinya. Bahkan, ia juga bisa menjemput nyawanya sendiri ketika ia sudah tidak mampumenghadapai keputus asaannya itu.
Baik hidup maupun mati adalah sama sama hal yang baik dimata Tuhan. Karena hidup adalah untuk Kritus dan kematian adalah keuntungan (Paulus). Hidup adalah anugerah yang kita terima dari Allah, oleh karena itu sudah sewajarnyalah kita menjalani hidup dengan sebaik mungkin, dengan sebijaksana mungkin, dan dengan terus berjalan dalam terang dan kehendak Tuhan bagi kita. hidup dalam kesenangan, dan sukacita juga tidak selalu menjadi sesuatu yang sia sia dan buruk bila sungguh sukacita yang kita peroleh adalah sukacita Tuhan yang menjadikan kita manusia yang penuh dengan rasa syukur, dan lebih baik setiap harinya, maka sungguhlah kita menjadi manusia yang paling berbahagia. Mengapa? Karena kita adalah manusia yang mampu mengambil nilai hidup baik dalam suka maupun duka, dalam kesenangan maupun dalam kematian. Kita akan menjadi manusia yang sungguh dapat menikmati hidup sebagai pemberian yang patut disyukuri dan menyambut pemberian itu dengan kesungguhan dalam menjalani setiap lembar hidup kita hingga kita kembali ke pangkuan Tuhan. Amin
Perlindungan di Masa Tua
Maz 71:17-18
Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib;
juga sampai masa tuaku dan putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua orang yang akan datang.


Pertanyaan:
1. perlindungan seperti apa yang dibutuhkan oleh para lansia?
2. mengapa mereka butuh dilindungi?

Pertanyaan pertama yang hadir di benak saya ketika saya mempersiapkan bahan ini adalah, apa bedanya perlindungan di masa tua dan perlindungan pada masa kanak-kanak, remaja, pemuda, dewasa? Apakah memang berbeda? Kalau berbeda apa yang membuatnya berbeda? Ternyata memang perlindungan di masa tua berbeda loh dengan masa-masa yang lain dalam hidup! Mengapa bisa begitu? Apa bedanya? KEBUTUHANNYA AKAN PERLINDUNGAN!

Ketika kita masih bakal anak, perlindungan extra diberikan dengan menjaga si ibu, menjaga kandungannya, makanannya agar tetap seimbang nutisi, gizi, vitamin dll, menjaga si ibu dari perubahan emosi yang drastis, Dan lain sebagainya.

Ketika anak tersebut sudah lahir, kebutuhan akan perlindungan juga berubah... lebih banyak...anak membutuhkan perlindungan dari sakit penyakit, dari arena bermain yang mungkin membuatnya celaka:” jangan naik-naik nanti jatuh, jangan lari-lari nanti jatuh, jangan pegang-pegang nanti pecah”, dari lingkungan pergaulan, dari kejahatan dan kriminalitas jalanan, dari nilai yang jelek “ jangan bergaul sama teman yang malas ya, nanti ketularan malas..jangan bergaul dengan teman yang bodoh yaa, nanti keikutan bodoh dan lain sebagainya.

Ketika memasuki masa remaja, maka kebutuhan perlindungan juga mulai bergeser, remaja membutuhkan perlindungan dari pergaulan yang semakin bebas, dari pacaran yang tidak sehat, dari kesalahan menentukan pilihan yang memperngaruhi masa depan “ jangan pacaran dulu, belajar dulu, jangan suka pulang malam, tidak baik dilihat orang, jangan pilih jurusan itu, nanti masa depannya ga jelas!! Mau dapet duit dari mana?

Ketika memasuki masa pemuda, kebutuhan semakin bergeser, pemuda membutuhkan perlindungan dari kesalahan memilih pasangan hidup, dari kegagalan mencari lapangan pekerjaan, kegagalan membina rumah tangga, kegagalan meniti karier “ jangan pilih suami yang malas, yang tidak setia, cari yang kaya, yang bisa memenuhi kebutuhan hidup, jangan kerja di tempat lain ,kerja di toko papa aja, di perusahaan keluarga”

Begitu pula ketika memasuki masa dewasa, kebutuhan berubah, menjadi kebutuhan membina rumah tangga yang lebih mapan, kebutuhan menyekolahkan anak, mendidik, memperhatikan perkembangan kemauan, bakat dan minat anak, membina hubungan suami isteri yang harmonis, penuh pengertian, saling menjaga kesetiaan, dan lain sebagainya

Dan tentunya ketika memasuki masa lansia, kebutuhan manusia juga berubah menjadi semakin banyak membutuhkan perhatian, penghargaan. Membutuhkan suasana yang relatif damai dan tenang. Membutuhkan anak-anak yang rukun, cucu yang sehat dan pandai, namun juga kebutuhan untuk tidak dilupakan dan ditinggalkan.

Nah dalam rentang usia ini, dengan kebutuhan yang berbeda-beda... kadang manusia mengambil jalan yang salah atau menggunakan cara yang salah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Ketika masih dalam masa bakal anak, karena harus menjamin anak yang sehat ketika nanti dilahirkan, ibu memakan apa saja yang dilihatnya...sang anak bisa saja menjadi obesitas ketika ia dilahirkan, bisa juga malah mengidap penyakit yang bahkan tidak diduga-duga. Ketika sang ibu menjaga kandungannya dengan duduk, dan tidur saja, kemungkinan besar sang anak akan susah untuk keluar, karena si ibu malas bergerak.

Ketika masuk ke masa anak-anak, remaja,dan pemuda, larangan yang bisa digunakan untuk melindungi anak-anak dari hal hal yang tidak diinginkan, bisa menjadi bumerang bagi kita.... di satu sisi anak menjadi takut untuk mencoba segala sesuatu atau bahkan ia menjadi anak yang memberontak karena segala sesuatu tidak diperbolehkan. Bahkan degan larangan atau cara yang salah kita dapat menjerumuskan dang anak pada kehendak kita dan bukan kehendaknya, dengan cara yang menurut kita cocok dan tidak menurutnya. Sang anak akan menjadi begitu tergantung pada orang tuanya, dan tidak mampu mengambil keputusan yang baik untuk dirinya sendiri padahal ia yang harus menjalani hidupnya sendiri.

Ketika seseorang masuk ke masa dewasa, kebutuhan memperhatikan kebutuhan anak sering kali berbenturan dengan kebutuhan untuk dihargai dan dihormati oleh anak, sehingga kita menjadi orang tua yang otoriter, yang sering kali memaksakan keinginan pribadi dibanding bertanya akan keinginan anak kita

Dan ketika kita mulai memasuki masa lansia, anak-anak kita mencoba memenuhi kebutuhan kita untuk tidak ditinggalkan dan menjadi kesepian dengan memberi kita suster, pembantu, atau memasukkan kita ke panti jompo...

Yahhh memang terkadang kebutuhan tidak mampu dipenuhi dan dijawab secara benar. Termasuk kebutuhan untuk dilindungi. Sepanjang hidup kita tidak akan pernah terlindung dari rasa takut dan kawatir, takut ditinggal, takut hidup sendiri, takut kesepian dan beragam ketakutan dan kekhawatiran.

Namun hari ini kita diingatrkan melalui firman Tuhan , bahwa sesungguhnya perlindungan yang sejati hanya bisa kita peroleh di dalam Tuhan dan tidak yang lain... begitu juga hanya Tuhan yang memahami dengan benar apa yang kita butuhkan... termasuk memberikan apapun yang kita butuhkan.

Ingat Tuhan memberi apa yang kita butuhkan dan bukan apa yang kita inginkan. Ia adalah Allah yang senantiasa mengetahui kebutuhan kita untuk mendapatkan perlindungan terhadap apapun, termasuk terhadap segala pergumulan yang kita hadapi.

Ketika saya kembali berpikir mengapa tema hari ini berbicara tentang perlindungan di masa tua, saya menemukan jawabannya, karena setiap masa unik dan spesial di mata Tuhan. Tidak ada masa dalam rentang hidup manusia, yang memiliki kebutuhan yang sama, semuanya berbeda. Dan ketika Tuhan memenuhi kebutuhan, Ia tidak menyama ratakan kebutuhan manusia, Ia memenuhi setiap kebutuhan dalam rentang usia dengan segenap keunikannya. Ia adalah Allah yang mengenal kita jauh sebelum kita ada dalam rahim ibu kita. Ia mengenal kita lebih dari yang kita tahu. Oelh karena itu sudah sepatutnya kita bersandar kepadaNya karena hanya Dialah yang mampu memenuhi segala kebutuhan dan melindungi kita dalam setiap masa kehiduoan kita.
Kini setelah kita mendapat jaminan perlindungan Allah apa yang bisa kita lakukan? Kita juga bisa menjadi pelindung, bagi anak-anak kita cucu2 kita sahabat dan saudara seiman kita.... bagaimana caranya? Dengan berdoa, dengan senantiasa memberitakan perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib, memberitakan kuasa dan keperkasaan Allah.

Kita bisa menjadi pelindung mereka dengan terus mendenggungkan Firman Tuhan, kita melindungi mereka dari pikiran jahat, dari pergaulan yang jahat dari pikiran yang jahat dan lain sebagainya....kita bisa menjadi pelindung, ketika kita sendiri telah memperoleh perlindungan dari Allah dan merasakan perlindungan dari Allah. Tanpa itu kita akan terus mencari perlindungan dari tempat dan orang lain dan bukan kepada Allah. Karena perlindungan Allah hadir bagi kita bukan hanya untuk membuat kita aman... tapi terutama untuk menjadikan kita sebagai pelindung-pelindung bagi anak, cucu dan saudara seiman kita yang lain. Amin
Melayani Dengan Sumber Daya dan Dana Terbatas
2 Korintus 8 1-9

Pertanyaan:
1. Apa makna melayani?
2. Apa yang dibutuhkan anak-anak Tuhan untuk melayani?
3. Apa peran sumber daya dan dana dalam pelayanan?

Berapa banyak dari kita yang berpikir bahwa uang adalah segalanya? Munafik memang bila kita berkata bahwa kita tidak membutuhkan uang baik untuk hidup maupun untuk pelayanan. Iman saja tidak dapat menjadikan perut manusia kenyang. Konsep yang sangat manusiawi bukan? namun sekaligus menajdi konsep yang menghantui pelayanan kita. Pelayanan manusia hanya terbatas pada dana. Dana yang kurang membuat pelayanan mandeg, di sisi lain manusia dianggap sudah memberikan pelayanan hanya dengan memberikan dana. Pada akhirnya pelayanan hanya diukur dari seberapa banyak dana yang telah diberikan ataupun digunakan untuk pelayanan tersebut.

Bagaimana dengan sumber daya manusia bagi sebuah pelayanan dewasa ini? Tidak dapat dipungkiri bahwa tuntutan kehidupan masyarakat perkotaan masyarakat dewasa ini begitu mempengaruhi tingkat sumber daya manusia bagi pelayanan gereja. Waktu bagi diri sendiri saja nyaris tak ada, bagaimana mamu memberi waktu buat gereja? Pergi pagi-pagi sekali dan pulang jauh setelah matahari tenggelam, mana mungkin bisa memberi diri bagi pelayanan di gereja?

Hasilnya, dana yang (mungkin di banyak gereja) tidak terbatas itu tidak disertai dengan penambahan para pelayan yang bersedia mengelola dana demi pelayanan. Pelayanan tetap tidak maksimal bahkan tetap mandeg. Untuk apa dana yang begitu besar, tanpa ada manusia yang mau bekerja ekstra untuk bisa mengubahnya menjadi pelayanan. Gereja akan penuh dengan manusia yang pasif, yang hanya ingin dilayani, namun tidak mau memberikan apapun selain persembahan dana.

Tanpa disadari, wajah pelayanan kita telah banyak mengalami perubahan, dan untuk itu kita harus kembali mengingat dan merenungkan apakah pelayanan sesungguhnya. Adakah kita mengerti bahwa pelayanan bukan soal berapa banyak orang yang bersedia melayani ataukah berapa banyak dana yang dapat digunakan untuk sebuah pelayanan? Pelayanan adalah persoalan memberi diri, soal kebesaran hati, kesabaran dan ketekunan. Lebih dari itu melayani adalah persoalan memberi yang terbaik bagi sesama.

Seorang pelayan adalah mereka yang dapat membawa perubahan, orang yang memilih untuk menjadi berkat bagi orang lain walau diterpa kesulitan, kepahitan, penderitaan, dan mereka adalah orang-orang yang tidak pernah bertanya: ”apa untungnya bagiku?” Itulah yang dilakukan oleh jemaat di Makedonia. Di tengah kemiskinan dan penderitaan yang dialami oleh mereka, mereka tetap bersedia melayani, bahkan memberi lebih dari apa yang Paulus harapkan.

Makedonia adalah negara yang indah di dataran teluk Tesalonika. Daerah ini terkenal dengan hasil buminya yaitu kayu dan logam yang berharga. Pada jaman dahulu daerah ini diperintah oleh para bangsawan, yang tentunya kaya dan terpelajar. Namun sejak bangsa ini digulingkan oleh pemerintahan Roma, kehidupan masyarakatnya berubah 180 derajad. Mereka hidup dalam tekanan, sebagai tawanan, sebagai orang buangan bahkan budak bagi bangsa asing di negeri sendiri.
Dapatkah kita membayangkan apa yang terjadi di Makedonia saat itu? Tertekan, teraniaya, menderita, kehilangan kesempatan, kehilangan kuasa, dan segala-galanya dialami oleh jemaat ini, tapi nampaknya segala penderitaan itu tidak membuat mereka putus asa. Bagi Jemaat Makedonia, keterbatasan dana tidak menjadi masalah bagi mereka untuk senantiasa melayani. Kemiskinan tidak membuat mereka miskin belas kasih dan kemurahan. Bagi mereka miskin, bukan berarti tidak bisa melayani, karena pelayanan adalah memberi apa yang dapat diberi, baik itu kebaikan, kasih, perhatian, doa, dan tentunya karena mereka tidak pernah kehabisan kemurahan Allah. Itulah yang menjadikan mereka pelayan-pelayan yang tangguh dalam melayani.

Bagaimana pelayanan yang sesungguhnya menurut jemaat Makedonia?
1. Pelayanan haruslah dilakukan dengan sukacita. Sukacita memberikan kekuatan untuk bisa melayani tanpa keluh dan kesah. Sukacita disini, bukan hanya perasaan senang, dan gembira. Namun sukacita adalah perasaan yang timbul karena merasa begitu diberkati. Melayani adalah memberi, bukan menerima. Kita tidak akan pernah dapat memberi kalau kita tidak pernah merasa menerima apapun. Termasuk di dalamnya memberi dana maupun daya. Tentunya hanya kesadaran bahwa kita telah diberkati dengan luar biasa oleh Tuhan, yang dapat memampukan kita bersukacita. Sukacita yang tidak terbatas oleh situasi dan kondisi, yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan, pergumulan dan permasalahan. Itulah sukacita yang sesungguhnya.
2. Pelayanan haruslah dilakukan dengan kerelaan. Melayani dengan keterpaksaan tidak akan menjadikan pelayanan itu menjadi dan beroleh berkat. Rela adalah memberi dengan keikhlasan, bukan untuk meminta balas, bukan untuk mendapat pujian, sanjungan bahkan berkat yang berlimpah sebagai ‘reward’. Berapa banyak dari kita yang melayani dengan motivasi yang tidak tepat? Berapa banyak dari kita melayani hanya untuk sebuah pujian, sanjungan, hormat? Berapa banyak dari kita yang melakukan pelayanan karena keterpaksaan? Misalnya: masa isteri/suami penatua tidak mau melayani? Masakan orang tua rajin melayani, anaknya tidak mau melayani? Kita melayani dengan mempertimbangkan apa kata orang terhadap kita dan bukan berdasarkan keikhlasan dan rasa syukur kepda Tuhan. Hanya dengan kerelaan, seseorang dapat memberikan lebih dari apa yang bisa ia berikan, bukan dari apa yang tidak ada padanya
3. Pelayananan haruslah didasarkan pada pemberian diri secara total kepada Tuhan. Pelayanan tanpa pemberian diri sama dengan nol besar. Apa itu pemberian diri? Bukan pemberian yang asal, yang setengah-setengah namun yang terbaik. Apa yang akan anda berikan kepada orang yang anda kasihi sebagai rasa hormat? Yang terbaik bukan... itulah pemberian diri. Oleh karena itu pemberian diri bukan terbatas pada pemberian tubuh semata, namun juga pikiran, hati, dan jiwa. Sehingga baik apa yang ada di hati, terbersit di pikiran, nampak dalam perkataan dan perbuatan sungguh menjadi pemberian yang terbaik bagi Tuhan dan untuk kemuliaan Tuhan. Pemberian diri termasuk memberikan yang paling berharga bagi manusia. Itula yang dilakukan Yesus di kayu salib, pemberian diri yang total hingga mati.

Dengan mendasarkan pelayanan kepada sukacita, kerelaan dan pemberian diri secara total kepada Tuhan, maka tidak ada lagi keterbatasan dalam pelayanan kita. Pelayanan kita akan sungguh menjadi pelayanan yang kaya, bahkan kaya dalam segala sesuatu, bukan hanya dana, namun juga daya. Mengapa? karena di dalam Tuhan kita tidak akan pernah kekurangan. Itulah yang sungguh dirasakan oleh jemaat di Makedonia. Mereka tidak hanya kaya dalam kasih, namun juga dalam pengetahuan, perkataan, iman dan kesungguhan untuk membantu.

Tidak pernah ada kata terbatas dalam melayani, karena yang kita kerjakan adalah misi Tuhan bukan misi manusia. Tuhan sendiri yang akan mencukupi segala sesuatu, baik dana maupun sumber daya. Ia yang akan mengirimkan penuai-penuai (Lukas 10:2)
Kristus Mempersatukan Kami
Roma 8:35-39

Efesus 2:14-16
“Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, 15 sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, 16 dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.”

Yohanes 11:51-52
“Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus akan mati untuk bangsa itu, 52 dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai.”

Kolose 3:14
“Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.”

Pertanyaan:
1. Mengapa kita perlu dipersatukan? Karena kita tercerai berai oleh dosa dan keegoisan diri, manusia membangun tembok pemisah antara dirnya dengan manusia yang lain, manusia menciptakan perseteruan antara dirinya dengan yang lain=>Yohanes 11, efesus 2:14
2. Dengan apa kita disatukan? Hidup, kematian dan kebangkitan Kristus => Efesus 2:15-16.
3. Adakah yang mampu memisahkan apa yang telah disatukan Kristus dengan kematianNya? Adakah yang bisa memisahkan kasih Kristus dengan kita=> Roma 8:35-39
4. Apa yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan yang telah disatukan Kristus? => Kolose 3:14
Keberanian Daud
1 Samuel 17: 23-37

Tujuan:
1. Membukakan kepada ramaja latar belakang Daud sebagai seorang gembala
2. Remaja mengerti mengapa Daud memiliki keberanian dalam menghadapi Goliat
3. Remaja bertekad memiliki keberanian yang positif seperti Daud dalam menghadapi tantangan yang lebih besar

“ jangan gue dong... gue ga bisa, suara gue jelek, gue ga bisa doa, gue ga bisa main musik, hingga gue ga punya waktu buat rapat gitu deh... jadi jangan gue yaaa...” saya sering mendengar berbagai keluhan macam tadi dari rekan-rekan remaja dimanapun. Jangan jangan memang sudah menjadi trade mark kebanyakan remaja untuk menolak permintaan termasuk pelayanan. Tapi ternyata bukan hanya anak remaja saja loh yang sering menolak tantangan seperti itu, banyak ibu-ibu dan bapak-bapak juga melakukan hal yang sama. Pertanyaannya sesungguhnya adalah mengapa?

Adakah memang setiap orang yang menolak merasa tidak mampu? Ataukah tidak mau menanggung resiko ketika menghadapi tantangan yang baru? Mmm.... selidik punya selidik banyak sekali dari kita yang lebih suka berada di zona aman dan nyaman kita, dari pada harus keluar menghadapi tantangan baru yang belum tahu berapa besar resiko yang harus ditanggung.

Ketakutan menghadapi resiko itulah yang sering kali menjadikan kita pahlawan yang takut terjun ke medan pertempuran alias kalah sebelum berperang. Hidup ini layaknya sebuah perlombaan. Kalah dalam perlombaan bukanlah hal yang memalukan , yang memalukan adalah ketika karena ketakutan kita, kita tidak mau berlomba, itulah yang membuat kita gagal!!

Sebagai seorang gembala Daud memang bukan gembala biasa. Ia adalah keturunan dari Boas dan Ruth, salah satu nenek moyang bangsa Israel yang terkenal dengan kesetiaannya kepada Allah. Daud dapat memiliki keberanian karena nama besar keluarganya. Keberanian yang didasari oleh motivasi demikian dapat membahayakan dirinya, karena Ia merasa bila nenek moyangnya bisa menjadi besar, maka sudah sepatutnya ia juga menjadi besar. Ia akan menjadi besar kepala dan melakukan sesuatu yang bodoh, yaitu keberanian yang tidak didasari oleh kecakapan dan akal sehat tapi kenekatan dan tindakan yang serampangan.

Sebagai anak bungsu dari 8 bersaudara, Daud juga dapat menjadi remaja yang suka bermain aman, karena perlindungan dan kasih sayang yang bisa didapatkan oleh anak bungsu lebih dari anak lainnya. Dan karena kondisi itu ia menjadi seorang yang tidak berani mengambil resiko, dan lebih suka berada dalam keamanan dan kenyamanannya. Tapi di sisi lain sebagai anak bungsu yang mungkin juga sering kali dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya, Daud menjadi orang yang ingin menonjol dan dari situlah timbul keberaniannya....

Namun ternyata bukan karena itu Daud berani menghadapi bangsa Filistin. Walaupun ia masih muda, dan mungkin masih belum berpengalaman, tapi sebagai seorang gembala ia telah dibekali dan membekali dirinya dengan berbagai macam cara untuk bertahan menghadapi berbagai binatang buas seperti singa, beruang, serigala dan beragam binatang buas lainnya yang mengancam para dombanya. Keberanian Daud didasari oleh pengalaman dan kemampuannya, jadi bukan keberanian asal-asalan, apalagi hanya untuk menunjukkan eksisitensi diri sebagai seorang muda. Sebagai seorang gembala ia dilatih dan melatih diri untuk waspada, untuk melihat kelemahan lawan, untuk tahu kapan lawan akan menyerang dan lain sebagainya.

Alasan ke dua atas keberaniannya, adalah Ay.26. bahwa Daud percaya bahwa Allahnya lebih besar dari Allah manapun, bahwa Allah berpihak kepada umatNya, bahwa Allah akan mendatangkan pertolongan kepadanya. Jadi Daud tidak maju hanya berbekal kemampuan dan ilmu yang ia miliki sebagai seorang gembala, namun ia juga belajar untuk mengandalkan Tuhan. Dengan kesadaran bahwa Allah memberikan segala sesuatu yang ia butuhkan dan memampukan dirinya untuk melawan Goliat, Daud menghimpun keberaniannya.

Bagaimana dengan kita? kita yang teah dibekali oleh berbagai macam ilmu, talenta, adakah dari kita yang berani untuk mengambil tantangan yang lebih besar seperti Daud. Daud bukan juga tidak memiliki rasa takut. Sebagai manusia biasa, Daud juga pasti merasa takut, namun ia tidak membiarkan rasa takut, termasuk takut menghadapi resiko menghalangi dia untuk menjawab tantangan.

Apa pilihan kita? kita memilih untuk berada di jalan aman, dimana kita selalu menjadi juara pertam dengan nilai tertinggi dan tidak mau mencoba untuk meningkatkan kualitas dengan menyambut tantang baru yang lebih berat, sulit dan lain sebagainya. Atau meningkatkan, mengembangkan pemberian Allah dengan menerima tantangan bukan untuk sekedar unjuk kemampuan, unjuk gigi bahwa kita mampu, namun sebagai ungkapan syukur bahwa Tuhan masih memberikan kita kesempatan untuk terus meningkatkan kualitas diri kita sebagai manusia ciptaanNya yang luar biasa.

Daud memiliki keberanian menerima tantangan terutama karena iA tahu bersama siapa ia berjuang dn untuk apa. yaitu bersama Tuhan dan untuk kemuliaan Tuhan, bukan kemuliaan dan pujian bagi dirinya sendiri.

Apapun tantangan di depan kita, hadapilah dengan semangat untuk memuliakan Tuhan karena tantangan ada bukan untuk dihindari, untuk dilenyapkan namun untuk ditaklukan, diatasi dan terutama untuk menjadikan kita lebih baik setiap harinya.

Camkan:
Bila kita tidak rela untuk membuat pilihan dan lebih suka menjalani hidup dalam batasan-batasan yang aman dan nyaman. Maka kita akan kehilangan kesempatan untuk melewati perjalanan yang akan membawa kita jauh lebih besar!!

Pilihan kitalah yang menentukan siapa kita!! jadi mulailah memilih yang baik dan benar!