Rabu, 25 Maret 2009

Kiri dan Kanan Salib

P1: Keselamatan macam apa yang Kau tawarkan? Keselamatan dari kematian?

Huh... jangan meracau....Kau sendiri tidak dapat menyelamatkan DiriMu dari kematian!!!

P2: Tuhan, ampuni aku, aku yakin Kau adalah Mesias itu... Mesias yang dijanjikkan dan dinantikan dunia. Selamatkanlah aku Tuhan.... aku bersalah kepadaMu dan kepada Allah.

P1: Buktikan keselamatanMu?!! Kau hanya mampu membiarkan diriMu digantung di kayu salib bersama pesakitan seperti kami!! Mana kuasaMu? Mana Kemaha-anMu?

Kau tidak lebih dari pemimpi!!

P2: Tuhan, ampunilah dia, dia tidak mengerti apa yang ia katakan...ampuni dia Tuhan! Aku percaya Kau mampu memberi lebih dari sekedar keselamatan bagi tubuhku....namun jiwaku!!!

P1: Pemimpi kalian semua!!!! Kalian hanya berharap kepada ketidak pastian, bahkan kepada khayalan!!! Allah mana yang mau mati!! Hanya Allah yang bodoh dan gila yang mau mati!!! Semua janjiNya hanyalah obsesinya yang tak kesampaian! Kau sama gilanya denganNya, bila kau percayakan hidupmu kepadaNYa!

P2: Aku yakin... aku yakin Ia lebih dari seorang manusia...Kita memang pesakitan yang layak mendapatkan penghukuman... tapi Dia... tidak ada kesalahan yang Ia perbuat. Tidak ada!!

P1: Dia melakukan kesalahan!! Ia menyebut diriNya Allah!!!, padahal untuk menyelamatkan diriNYa saja Ia tidak mampu... Cuihhh!!!

Anakku Yesus

Anakku...untuk sebuah kepedihankah aku melahirkaMu dengan susah payah?

Untuk ratapankah? Aku merawat dan membesarkaMu?

Tak mengertikah Engkau, bahwa ibu menangis di dalam hati?

Bahwa ibu menelan kepahitan ini sendiri, tanpa orang lain mau perduli?

Apakah ibu harus rela melihatMu ditangkap?

Apakah ibu harus rela melihatMu menangis?

Melihatmu dicerca, dipukul, diludahi, dicambuk?

Mengertikah Engkau bahwa ketika Kau biarkan mereka menangkapMu, mereka menangkap ibu?

Mengertikah Engkau, ketika Kau biarkan mereka membuatMu menangis, menahan sakit dan pedih, mereka juga membiarkan ibu menangis dan terluka?

Mengertikah Engkau, ketika Kau biarkan mereka membunuhMu, mereka juga membunuh ibu?

Tapi ibu harus rela membiarkanMu Yang Sempurna...menyelesaikan karya keselamatan yang sempurna.

Senin, 23 Maret 2009

Mati Untuk Berbuah

N1: Siapa yang mau berbuah lebat???

N2: Berbuah lebat itu apa sihhh?

Emang kita taneman? Musti berbuah segala?

N1: Bebuah lebat disini bukan kaya tanaman mangga di depan rumah loh?

Maksudnya adalah kita sebagai orang Kristen harus menghasilkan segala sesuatu yang baiki!

N2: emang gimana caranya?

N1: caranya kita harus mati dulu!

N2: Hah mati? Kaka bercanda yaaa? masa mati sihhh? Kalo udah mati kan dikubur? Bagaimana bisa berbuat baik lagi?

Ato jangan jangan kaka nunggu tua yaaaa... biar udah bau tanah... udah mau mati baru berbuat baikk??

N1: yah engga gitu kali... mati disini berarti manusia lama kita musti kita gantikan dengan manusia baru... yaitu manusia yang melakukan kehendak Allah dalam hidupnya gitu d....

N2: ohhhhh gitu yaaaaa... berarti kaka belum berbuah dong?

N1: lha, ko gitu? Kenapa?

N2: kan Tuhan Yesus bilang harus menjaga alam sekitar, tadi saya liat kaka buang sampah sembarangan..

Jumat, 20 Maret 2009

Pemuridan Tuhan Yesus

1 Kor 4: 1-21

Lukas 4: 18-19

Matius 28: 19


Pertanyaan:

Apa arti pemuridan?

Mengapa Yesus mengambil murid?

Apa yang Yesus kehendaki dari para murid, untuk dilakukan?

PL:

Murid=Limmud (pembelajar), diajar dan belajar. Nara didik.

PB:

Mathetes (nara didik) mereka yang belajar

Mengapa sejak kita kecil, kita sudah belajar? Mengapa kita dijari bagaimana berbicara, bagaimana cara berjalan, bagaimana menulis dan membaca? Mengapa ketika kita sudah cukup umur untuk bersekolah, orang tua kita berlomba-lomba menyekolahkan kita ke sekolah ternama dan terbaik? Apa gunanya kita bersekolah? Apa gunanya kita belajar?

Rasanya kita semua tahu jawabannya bukan? Bahwa karena manusia memang perlu belajar untuk bisa berkembang, termasuk belajar berjalan, berbicara dan lain sebagainya. Tanpa belajar, dan latihan maka manusia tidak akan terbiasa untuk melakukan apapun itu. Walaupun pada kenyataannya di satu sisi, banyak anak yang merasa menjadi murid sebagai suatu beban. Pendidikan rasanya hanya sebuah formalitas dan keharusan. Di sisi lain, banyak juga yang merasa bahwa pendidikan memiliki fungsi agar anak menjadi pandai, dapat memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang baik. Oleh karena itu, banyak orang tua yang berkata: ” ayo sekolah yang rajin biar pintar yaaa...” atau “ Ayo belajar yang tekun agar jadi orang pandai”. Mengapa? Karena katanya orang pandai itu mudah hidupnya. Ia akan menjadi orang yang mudah mendapat pekerjaan, bahkan pekerjaan itu yang mencarinya.

Banyak manusia belajar hanya untuk menjadi pandai dan mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Dalam bahasa sederhananya, banyak orang ingin menjadi pandai agar bisa punya pekerjaan yang menghasilkan uang untuk hidup. Jadi dapat dikatakan yang menjadi tujuan pembelajaran bukan pada pembelajaran itu sendiri tapi pada materi semata. Hasilnya: makna pembelajaran yang sesungguhnya hilang, pendidikan bukan lagi menjadi hakekat dan proses hidup yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri, bahkan sebutan guru dan murid hanyalah menjadi status yang sifatnya formal. Tidaklah mengherankan, bahwa pendidikan dewasa ini, tidak lagi menjadi kebutuhan manusia, namun menjadi ajang adu prestise. Lembaga pendidikan tidak lagi menjadi alat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun hanya menjadi pemeras-pemeras siswa dan akhirnya, pendidikan ada untuk mencari keuntungan dan menjadi bisnis semata. Lebih dari itu, seperti apa yang diungkapkan oleh Paulo Friere, bahwa selama ini praksis pendidikan membelenggu anak didik, bukan membebaskan, malah menjadi penjara intelektual.

Di dalam dunia dewasa ini, pendidikan tidak semata-mata hal diperuntukan atau dihubungkan dengan segala sesuatu yang bersifat sekuler. Pendidikan juga hadir dalam kehidupan spiritual manusia. Dalam bahasa Kristiani pendidikan dikenal dengan sebutan pemuridan. Bila dalam dunia pendidikan formal, kita memiliki guru yang mengajarkan kita segala hal yang kita butuhkan untuk menjadi pandai. Dalam Kekristenan kita juga memiliki guru, bahkan guru yang paling agung dan yang Maha yang pernah dimiliki oleh dunia dalam sepanjang peradabannya, Yesus! Ya... Dialah guru yang sesungguhnya. Dialah guru yang tidak hanya bisa mengajar seperti guru dunia kebanyakan, namun juga mendidik dan menjadi teladan yang hidup bagi murid-muridNYa.

Allah punya maksud ketika Ia memanggil kita sebagai muridNya. Ia memiliki misi, yang untuk mewujudkannya Ia ingin kita, sebagai manusia ciptaanNya mengambil bagian. Apa misi Allah itu? Lukas 4: 18-19 memaparkan apa yang menjadi misi dan visi Allah dalam dunia. Bahwa ia ingin membebaskan manusia dari segala macam belenggu yang membatasi dan menghalangi manusia untuk berjumpa dengan Allahnya. Itulah misi pemuridanNya, dan sudah sepatutnya misi itu menjadi misi kita dalam memuridkan. “Jesus As A Limit Breaker” Yesus datang bukan untuk membangun tembok namun untuk merontokkan dan merubuhkan tembok-tembok pembatas yang telah dibangun manusia untuk membatasi, mengkotak-kotakkan manusia yang satu dengan yang lain.

Namun sebelum menjadi guru seperti Yesus yang tidak hanya pandai mengajar tapi juga mendidik dan menjadi teladan bagi murid-muridNya, tentunya kita juga harus terlebih dahulu menjadi murid. Pertanyaan bagi kita kini adalah siapakah murid? Orang seperti apakah yang dapat dikatakan atau dikategorikan sebagai murid? Perlu apa sajakah kita untuk dapat menjadi seorang murid yang baik?

1 Korintus 4: 1-21

- seorang murid harus mau belajar. Banyak dari kita yang tentunya mengenal pepatah: “Belajarlah hingga ke negeri Cina” pepatah itu benar adanya. Sebagai manusia kita perlu memacu diri kita untuk terus belajar. Mengapa? Karena tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada manusia yang pantas merasa bahwa ia telah memahami segala hal yang ada di dunia maupun di sorga. Semua manusia terbatas adanya, tidak ada yang mampu memahami segala sesuatu dengan sempurna. Bila seseorang tidak memiliki kerinduan untuk terus belajar maka ia tidak akan pernah bisa menjadi seorang murid.

- seorang murid tidak boleh sombong. karena tidak ada satupun manusia yang sempurna di muka bumi ini.. maka sudah sepantasnya manusia tidak boleh menyombongkan dirinya. Siapakah kita tanpa Tuhan? Hanyalah debu dan tanah, tidak bernyawa, tidak mampu hidup, tidak dapat berkerja dan berkarya. Kita ini bukan siapa-siapa, tanpa Tuhan yang telah memberikan kepada manusia segala hal untuk hidup. Sayangnya, ketika manusia merasa sudah mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya dengan segala kepandaiannya, maka manusia merasa sudah cukup memiliki kuasa untuk dapat unjuk gigi dengan kesombongan dan dengan mudahnya menghakimi orang lain dengan ilmu yang dimilikinya. (6-8) Misalnya: Sudah merasa cukup belajar teologi selama 5 tahun, di STT menjadi orang yang maha tahu di gereja, merasa yang paling kenal, dan memahami Tuhan.

- seorang murid harus memiliki ketaatan. Untuk apa kita menjadi murid, kalau untuk menjadi taat saja kita tidak mau? Sama seperti seorang anak yang bertanya pada gurunya berapakah 4 dikali 4, namun ia kekeuh pada jawabannya yang salah, yaitu 15. tanpa ketaatan kita tidak dapat menjadi seorang murid. Seorang murid haruslah memiliki ketaatan karena yang tahu kebenaran bukanlah dirinya, namun gurunya, dalam hal ini adalah Yesus, yang memiliki kebenaran mutlak. Sebagai ‘guru’, kita manusia masih bisa melakukan kesalahan, masih terbatas dan tidak sempurna, baik dalam pemikiran, dogma, cara beriman dan lain sebagainya. Oleh karena itu janganlah kita mendewakan, bahkan menuhankan manusia. Manusia tidak akan pernah menjadi seperti Tuhan, dan tidak akan pernah menjadi Tuhan!

- seorang murid harus siap menerima tegoran dan kritikkan. Siapa sih yang suka dikritik? Mungkin kebanyakan manusia memang tidak suka dikritik. Namun dengan kesadaran bahwa kita ini lemah dan tidak lepas dari kesalahan, maka kita juga mebutuhkan orang lain untuk mengingatkan kita bila kita salah, bila pekerjaan kita belum maksimal dan lain sebagainya. Sebagai murid Kristus, kita harus dapat memandang kritik bukan dari sisi negatif, namun dari sisi positif, yaitu bahwa ternyata kita diberikan kesempatan untuk memperbaiki apa yang salah, apa yang belum berkenan, bukan untuk sekedar memperbaiki, namun juga meningkatkan kualitas kita sebagai manusia ciptaan Allah yang luar biasa.

Kini, setelah kita mengetahui apa yang kita butuhkan untuk menjadi seorang murid, kita juga perlu memahami apa artinya menjadi guru. Karena baik menjadi guru sama sulitnya dengan menjadi murid, bahkan lebih sulit dari hanya sekedar menjadi murid. Mengapa? karena seorang guru memiliki beban bukan hanya untuk mengajar ataupun mendidik, namun mempertahankan integritas.

Banyak guru di dunia yang lebih pandai mengajar daripada mendidik. Mengapa ? karena mendidik tidak butuh pintar semata, namun juga butuh hati, dan butuh menjaga integritas diri. Sehingga apa yang diajarkan tidak hanya bersifat teoritus namun juga realistis. Lebih mudah mengajar anak perkalian daripada harus mendidik anak patuh pada nasihat orang tuanya. Yesus, sebagai guru, tidak hanya pandai dalam berkata namun terutama Ia pandai dalam memberikan teladan, sehingga manusia tidak hanya pintar membaca dan mendengar segala yang baik, tapi juga pandai dalam melakukan apa yang baik itu. Misalnya: seorang pendeta yang sedang berkotbah di atas mimbar berkata dengan berapi-api, bahwa kita harus menjaga alam sekitar karena alam adalah anugerah yang Tuhan percayakan kepada kita manusia, namun dalam kehidupannya, untuk membuang sampah pada tempatnya saja ia tidak mampu. Bagaimana ia bisa mempertahankan integritasnya sebagai seorang pengajar, guru, bila ia hanya mampu berkata, namun tidak mampu melakukannya.

Hal lain yang menjadi penghambat terbesar bagi para guru adalah ketika ia tidak rela melihat anak didiknya lepas dari genggamannya. Ingat, menjadi guru bagi seseorang bukan berarti kita menguasai mereka yang kita ajar dan didik. Tujuan pendidikan bagi Yesus bukan menjadikan manusia sebagai alat tanpa otak yang hanya mampu taat dan tidak mampu berkembang dan berpikir sendiri! Karena pendidikan yang Yesus beri adalah pendidikan yang memberikan kebebasan bukan mengikat. Maksudnya? Bahwa Tuhan mengajarkan segala sesuatu kepada kita agar kita menjadi dewasa, dalam iman, perbuatan, perkataan, dan bukan menjadi anak kecil yang manja dan selalu bergantung kepada orang tuanya sepanjang hidupnya. Tentu, bukan berarti suatu saat nanti ketika kita telah dewasa, dan merasa sudah bisa berpijak dan berpikir sendiri maka kita boleh meninggalkan Tuhan, tapi ketika kita diberikan oleh Tuhan kepercayaan untuk memuridkan manusia lain, kita juga harus membiarkan mereka menjadi dewasa, berkembang dan berbuah. Jangan buat murid-murid kita tergantung pada kita, sehingga ketika suatu saat kita pergi, mereka akan bingung seperti orang kehilangan kehilangan tempat untuk berpijak dan berpegangan. Kita ini alat Tuhan agar murid-murid kita mengenal dan bersandar kepada Tuhan, sang pokok anggur itu, bukan mengenal dan bersandar kepada kita bukan?

Jadi apa yang bisa kita lakukan untuk memuridkan?

  1. teladanilah Yesus, karena Dialah guru yang sejati bagi kita. Ajarkan apa yang Yesus ajarkan. Gunakan sudut pandang Yesus dan bukan sudut pandang kita.
  2. jadilah teladan, karena teladan adalah cara yang paling ampuh untuk mengajar dan mendidik.

Jumat, 13 Maret 2009

Salib Adalah Kekuatan Allah

Keluaran 20: 1-17

Maz 19

1 Korintus 1: 18-25

Yohanes 2: 13-22

Apakah anda percaya bila saya mengatakan bahwa batu yang saya pegang ini sesungguhnya namanya bukan batu melainkan roti? Alih-alih percaya, mungkin anda mengatakan saya yang gila bukan? Mengapa? Karena dari pertama kita melihat batu, orang tua kita telah mengatakan bahwa ini adalah batu dan bukan roti. Batu tidak bisa dimakan, karena memang bukan makanan.

Namun pertanyaanya bagi kita kini adalah; siapa yang bilang bahwa itu batu dan bukan roti? Siapa yang pertama kali mengatakan bahwa ini adalah warna kuning dan bukan hitam? Bisakah anda menguju kebenarannya? Paling banter kita mengatakan bahwa kata orang tua saya ini yang namanya batu dan ini yang namanya roti, yang seperti inilah yang namanya kuning dan yang seperti itulah yang namanya biru. seperti itulah kita melihat dunia, yaitu dengan kacamata kita sendiri, bahkan mungkin bukan kacamata kita, namun kacamata leluhur kita. Apakah dapat dibenarkan? Sudah terujikah semua itu? Paling jawaban kita berikan adalah: ”Udah dari sononya begitu ya ikutin aja, susah amat sih!”

Tanpa kita sadari sesungguhnya banyak kebenaran yang tidak pasti, yang relatif, namun karena telah menjadi kebenaran umum, baik dalam tradisi, budaya, dan bahkan ilmu pengetahuan, kita menerimanya sebagai kebenaran mutlak, yang tidak boleh dipertanyakan dan bahkan tidak boleh diganggun gugat. Padahal kebenaran mutlak tidak akan pernah dapat kita temui di dunia. Kebenaran mutlak hanya milik Allah dan bukan milik manusia yang terbatas dan berdosa. Sayangnya banyak manusia yang tidak menyadari hal itu, sehingga banyak dari mereka juga merasa bahwa kebenaran adalah milik mereka sendiri. Hasilnya: banyak manusia yang terlalu cepat menghakimi orang lain tanpa mau mencoba melihat baik itu persoalan hidup, cara pandang, kehidupan sosial, politik dan segala aspek yang menopang hidup manusia, dari cara pandang yang berbeda, yang sesungguhnya dapat digunakan untuk saling melengkapi dan menyempurnakan, dan bukan menjadi ajang perdebatan bahkan untuk saling menyalahkan.

Realitas tersebut tentunya bukan hanya terjadi pada masa kini, namun juga pada masa lalu. Masyarakat Yahudi memandang salib sebagai sesuatu kenistaan, suatu lambang kebodohan dan keterbuangan seseorang dari komunitas. Salib digunakan bukan hanya untuk menghukum, namun terutama untuk mempermalukan sang pesakitan. Salib adalah lambang penolakkan, kehinaan, ketidak berdayaan dan kekalahan. Ya memang Yesus sempat dikalahkan oleh maut, Dia mati. Namun, berbeda dengan manusia, Ia tidak hanya mati lalu selesailah kisah seorang manusia yang bernama Yesus. Pada hari yang ketiga Ia menyatakan kemenanganNya dengan kebangkitanNya dari maut.

Tapi lihat, apa respon manusia atas kebangkitanNya? Banggakah? Senangkah? Bersukacita penuh kemenangankah? TIDAK yang dipikirkan manusia adalah: Mayat Yesus dicuri! Yesus yang selama ini dibanggakan dan dielukan ternyata hanya manusia biasa yang bisa mati dan sekarangpun jasadnya lenyap bak ditelan bumi. Rasa putus asa, takut, kecewa bahkan marah melanda mereka yang ditinggalkan oleh Yesus. Pengharapan yang selama ini membuncah di hati dan pikiran mereka akan keselamatan dan dunia baru, seakan lenyap dalam sekejap. Itulah ketika manusia tidak mengerti apa yang Tuhan rancangkan, yaitu ketika manusia lebih suka menggunakan kacamata kuda dari pada kacamata Allah untuk memandang dunia.

Manusia terjebak dalam tradisi dan budaya dunia yang memiliki pandangan sendiri tentang segala sesuatu. Lumrahkah? Ya lumrah!! Manusia dapat berpikir sendiri karena manusia bukan robot. Hanya saja sering kali manusia merasa lebih benar, paling mengerti segala sesuatu, termasuk ketika mereka mencoba memahami Allah, rencanaNya, cara pandang dan kehendak dan karyaNya.

Bagi Allah Salib bukanlah kebodohan, namun kekuatan Allah, mengapa kekuatan, bukankah Yesus mati, dan mati menunjukkan kelemahan dan ketidakberdayaan manusia? Ketika kemudian manusia menyerah, dan pergi untuk selamanya? Dimana kekuatan itu? Apa yang dimaksud kekuatan? Saudara sekalian kekuatan Allah tidak dapat diukur hanya dengan melihat bagaimana Ia menciptakan dunia ini hanya dengan ucapan, tidak juga diukur hanya ketika Allah mampu membelah laut Teberau, mendatangkan tulah , mengirim air bah, dan perbuatan penuh kuasa lainnya. Melalui salib manusia disadarkan betapa kuatnya Allah mau menanggung malu, menanggung derita, menanggung segala keburukan, penyakit, luka yang diderita manusia. Manusia mana yang tahan dipermalukan seperti itu, manusia mana yang mampu bertahan menerima segala siksaan itu.

Lihat para koruptor... yang terbiasa hidup nikmat, berlimpah materi, hidup nyaman dengan segala fasilitas, mana bisa disatukan dengan tahanan kelas teri? Rumah tahanannya saja ada televisi dan AC, bahkan mungkin ada treadmile untuk tetap memelihara kebugaran tubuhnya! Seorang anak pejabat yang biasa diantar jemput dengan mobil mewah plus plus, mana tahan harus berdesak desakkan di dalam bis kota, atau kehujanan dan kepanasan ketika menunggu angkot lewat? Seorang pengusaha yang biasa berpakaian necis, dengan wewangian terbaru yang dibeli dari Eropa, hilir mudik dengan mobil sport keluaran terbaru, mana tahan disuruh berdekatan dengan anak jalanan? Untuk duduk bersebelahan dengan supir pribadinya saja ia tidak mau! “Yang namanya Bos di belakang dong... nyaman sedikit”, sambil laptop di pangkuan atau menjelajah dunia maya dengan blackberry mungil di tangan.

Itulah gambaran manusia... tapi Allah???

Saya yakin 100% di surga tempat Allah berdiam dan bersemayam ytidak ada yang namanya kesusahan, kepanasan, ratap tangis, derita. Yang ada di sana adalah segala kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, dan kegembiraan. Dia yang terbiasa dengan segala sesuatu yang baik itu rela turun ke dunia, berkarya di tengah tengah orang tertolak, orang –orang buangan, sakit, terkutuk, jijikkah Dia? TIDAK, bahkan Ia mau mati dengan cara yang paling memalukan di jaman itu, menderita lahir dan batin... tapi Ia tahan menjalani semua itu. Ia jalani dengan tidak mengeluh, tidak juga memberontak. Ia jalani segala sesuatu dengan tekun dan hati yang lapang? BUTUH KEKUATAN YANG LUAR BIASA UNTUK MENJALANI SEGALA SESUATU YANG TUHAN ALAMI DI DUNIA UNTUK KITA. Dan salib itu adalah bukti yang paling nyata untuk membuktikan bahwa Allah memang kuat dan bahkan adalah sumber kekuatan bagi kita manusia.

Kini, setelah kita mengerti mengapa Paulus mengatakan bahwa salib adalah kekuatan Allah apa yang bisa kita lakukan? Kita tahu dengan pasti, bahwa Allah menginkan kita memikul salib. Bisakah? Pasti bisa LIHAT ALLAH ADALAH SUMBER KEKUATAN YANG TIDAK AKAN PERNAH HABIS!!! Tapi, mau nggak? Rela ga meninggalkan segala yang enak menurut manusia? Bersedia ga untuk menaati apa yang Ia inginkan untuk kita lakukan dalam hidup kita?

Lakukanlah dengan SaLiB

1 Salibkan manusia lama. Lakukan apa yang Tuhan ingin kita lakukan. Lakukan dengan ketaatan penuh dan dengan hati bukan karena paksaan, bukan karena takut hukuman, bukan karena tidak ada pilihan. Tapi lakukan dengan kesadaran bahwa Allah telah mengerjakannya terlebih dahulu untuk kita. Salibkan ego kita, salibkan keinginan daging kita, salibkan nafsu kita, salibkan cara pandang manusia lama kita, salibkan dan tinggalkan!!! Karena itu semua sudah mati. Dan jadilah manusia yang benar-benar baru dalam proses!

2 Lihat ke depan. Apa yang sudah ada di belakang adalah pelajaran berharga, jangan dilupakan, atau disangkal, tapi jadikan itu sebagai titik tolak untuk berjalan dan berlari ke depan. Setiap peristiwa adalah kepingan yang berharga, termasuk masa lalu manusia yang pahit, buruk dan tercela. Sadar bahwa kita adalah manusia yang pernah melakukan dosa dan tidak akan pernah dapat lepas dari dosa, oleh karena itu jadikanlah masa lalu sebagai tolok ukur. Sudahkah kita maju? Atau malah mundur? Sudahkah kita lebih dewasa dalam iman? Atau malah berjalan di tempat? Sudahkah kita lebih mengandalkan Tuhan, atau malah lebih mengandalkan diri sendiri?

3 Berjalanlah bersama Tuhan. Kita sadar bahwa konsekuensi yang akan kita tanggung sebagai anak-anak Allah tidak akan mudah. Banyak orang menilai, membicarakan, menghasut, memfitnah, menjelek-jelekkan, bahkan mencoba untuk menghabisi dan membunuh kita. Tapi berjalan dan bergandengan tangan dengan Tuhan akan memberikan kita perlindungan lebih dari yang kita butuhkan. Ialah sumber segalanya bagi kita, kekuatan dan keselamatan kita. “Bila Tuhan di pihak kita , siapa berani melawan kita? TIDAK ADA” AMIN...

Sabtu, 07 Maret 2009

Apakah Makna Salib bagimu?

Apakah makna salib bagimu?

Hanyalah perhiasan yang memperindah leher jenjangmu?

Menjadi suar dari keyakinanmu?

Menjadi bukti imanmu?

Menjadi bentuk tanpa makna yang kau letakkan di sudut rumahmu?

Menjadi pelindung kala melewati masa sukar dan pahit?

Menjadi penangkal mara bahaya?

Menjadi sumber kekuatan atau pengharapan?

Tahukah kau bahwa salib lebih dari sekedar bentuk!

Lebih dari sekedar hiasan, lebih dari sekedar simbol keagamaan!!!

Ia adalah kutuk, penistaan, penghianatan!

Simbol penolakan manusia terhadap kasih Allah yang tak terbayangkan dan tak terbayarkan

Salib yang hina itu telah memberi kekuatan bagi manusia untuk tetap berjalan... untuk tetap hidup... tapi apa balas kita? Salib tetap menjadi simbol yang hadir dalam ruang dan waktu, bukan dalam relung hati, bukan dalam perbuatan dan perkataan, bukan dalam tindakan dan teladan. Itukah makna salib bagimu?

Manusia Yang Mempertahankan Nyawa

Hidupku bukannya aku lagi, tapi Kristus....huh!!!mana bisa??? Aku yang hidup... aku yang menjalani, aku juga yang merasakan susahnya! Mana mungkin aku tidak mempertahankan hidupku? Tidak masuk akal!

Mana ada orang yang mau kehilangan nyawa? mana ada yang tidak berusaha mempertahankan nyawa? mana ada orang yang tidak mau mempertahankan nyawa orang yang dikasihinya?

Banyak orang yang seharusnya sudah mati sekalipun, dipertahankan dengan beragam alat kedokteran! Lihat!Bagaimana sebuah nyawa itu berharga bagi manusia!! JADI TIDAK MUNGKIN MANUSIA MAU KEHILANGAN NYAWANYA!

Bagaimana mau menikmati hasil kerja keras sepanjang hari, bila harus kehilangan nyawa?

Bagaimana mau menikmati hidup berkelimpahan, bila kehilangan nyawa?

Bagaimana mau mengasihi anak-cucu, suami isteri, bila tanpa nyawa?

Bagaimana bisa tetap hidup, bila nyawa tidak dipertahankan?

Ini nyawaku Tuhan....dan kurasa aku berhak mempertahankannya....kurasa...

Ini kehidupanku dan....dan kurasa aku berhak menikmatinya....dengan caraku....kurasa....

Tapi...apakah hidupku akan tetap berharga?

Apakah hidupku akan menjadi sempurna...tanpa cela???

Aku tidak tahu

Tertidur

Aku telah lama tertidur.... terlalu lama... hingga aku begitu enggan untuk bangun.

Untuk membuka mataku saja, aku membutuhkan begitu banyak kemauan dan tenaga.

Aku malas.... sangat malas.... aku begitu terlena dalam tidurku yang panjang dan lelap. Berat rasanya untuk meninggalkan kasurku yang begitu nyaman dan harus bangun untuk menghadapi dunia. Aku tidak bisa.....atau mungkin....lebih tepat aku tidak mau. Terlalui nyaman Tuhan, terlalu tenang, dan menyenangkan....

Aku tahu Kau menginginkan aku untuk bangun dan berjalan....namun rasa kantuk ini seakan menyekapku dan membiarkanku mati lemas di dalamnya.

Tuhan, bagaimana aku dapat bangun???? Bagaimana aku dapat melenyapkan rasa kantuk ini?? Bagaimana aku dapat bangun? Bagaimana aku bisa berjalan? Bagaimana Tuhan....bagaimana?

Masih dapatkah Engkau membantuku... masih maukah Engkau menyelamatkanku....aku mati suri Tuhan!! Aku mati suri dalam aibku, dalam kutukku, dalam dosa dan kesalahanku... bagaimana bisa aku hidup kembali....

Berikan aku jawabnya Tuhan.....

Jumat, 06 Maret 2009

Wajah Cinta

Dimanakah dapat kutemui wajahmu?

Dimanakah dapat kurasakan sentuhanmu?

Dimanakah aku dapat merasakan hangatmu?

Bila kau memilih untuk tetap membisu dibalik senyummu?

Seyummu menjadi senyum tanpa arti

Keindahanmu hanyalah menjadi duri dalam daging

Pesonamu tidak mampu menghidupkan raga, hanya memberikan angan palsu

Kemegahanmu takkan bertahan dimakan waktu dan zaman

Bila kau memilih untuk diam seribu basa

Mempertahankanmu untuk tetap hidup hanya akan mengundang luka

Memilih untuk membencimu juga mematikan jiwa

Bak memakan buah simalakama...

Tapi hidup akan terus menjadi hidup yang tak mampu terbingkai tanpamu

Kau Kuat sekaligus lembut

Hangat sekaligus membekukan

Kau tenang namun menghanyutkan

Kau mencelikkan sekaligus membutakan

Sungguhkah kau mampu menampakan siapakah dirimu sesungguhnya?

Dirimu yang apa adanya?

Dirimu yang telanjang?

Dirimu yang tanpa dibalut kata rayuan dan tindakan?

Siapakah engkau sesungguhnya?

Kau datang tanpa diundang dan pergi ketika kau bosan

Kau meneteskan darah dan air mata sekaligus menumbuh kembangkan semangat yang bergelora

Kau menghidupi hidup dan membunuh hidup

Tampakkanlah wajahmu!!

Tampakkanlah ketampanan dan kecantikkanmu yang mampu menggoda manusia dimanapun di segala jaman!!

Tapi jangan kau buat manusia membencimu!

Kau hanyalah sebatas asa... hanyalah sebatas angan...dan impian yang takkan mungkin diraih, digenggam oleh para penikmatmu

Kau hanya berani bersembunyi dalam raga

Hanya menutup dosamu dengan rangkaian nada dan cita

Namun sesungguhnya kau hanyalah nihil, kekosongan yang tanpa batas!!

Untuk apa kutatap wajahmu? Untuk apa kudamba hadir dan lakumu!!

Kau hanya mampu memulai tanpa menyelesaikannya.

Pergilah jauh-jauh dan jangan pernah kau kembali untuk merusak sebelum kau mengerti siapa kau sesungguhnya!

Sepi

Hidup berteman sepi laksana pepohonan berteman dengan semilir angin yang hanya dapat membelai. Tanpa suara, tanpa bisikkan hanya buaian yang menentramkan.

Sepi memberi kesempatan untuk berpikir

Sepi memberi kesempatan untuk merenung

Sepi memberi kesempatan untuk melihat

Sepi memberi waktu untuk sendiri

Namun sepi tidak pernah benar-benar tanpa suara

Sepi tidak pernah benar-benar sunyi

Sepi tidak pernah benar-benar hening

Sepi memberi sejuta arti dalam kesunyian, keheningan yang tanpa suara dan riuh keramaian.

Sepi membuka batin

Sepi menjadi teman setia yang tidak pernah berhianat

Sepi selalu menjadi pintu bagi kejujuran

Sepi selalu memberi tempat bagi hati untuk berbicara dalam ketulusan

Sepi memberi jiwa untuk benar-benar hidup

Sepi tidak akan pernah menjadi pembunuh

Sebaliknya sepi menghidupkan nurani yang nyaris mati

Persimpangan

Kembali aku diperhadapkan dengan persimpangan

Kemana kini aku harus melangkah

Aku tak tahu dengan pasti

Yang ku tahu hatiku memberontak dan pikiranku meracuniku

Dengan memberi arti yang baru dalam hidup dan memberi kobaran semangat dalam hariku

Tidak mudah untuk memilih

Karena kali ini aku dihadapkan dengan sebuah jurang menganga

Walaupun aku yakin dapat melewatinya

Ku tahu akan banyak orang yang melarangku untuk memilihnya

Kacau yaa.... kacau hatiku

Menata hati sendirian tidakan mampu kulakukan

Aku butuh seseorang yang mampu menemani dan membantuku

Mungkinkah aku akan menemukan persimpangan lain dalam hidupku?

Ataukah ini adalah persimpangan terakhir sebelum akhirnya aku dapat berlabuh?

Aku sadar hidup akan terasa berbeda dan berwarna ketika aku memilih menempuh jurang itu...jurang yang seakan tidak akan pernah terjembatani...padahal dengan mudah kulewati.....

Aku yakin aku bisa melewatinya.... hanya saja untuk kali ini aku tidak yakin orang banyak akan mendukungku untuk meraih impianku itu.

Kecewa? Ya ada setitik kecewa dalam hatiku.

Karena apa yang kudamba diikat oleh dunia

Apa yang kuharap dibatasi oleh tembok

Apa yang kuimpikan dimusnahkan oleh asa manusia

Sulit untuk dilalui, namun aku ingin persimpangan itu akan tetap ada bagiku sampai selamanya....

Nb: terima kasih telah datang menghampiriku dan memberiku pilihan untuk berlabuh...

Yang Menyelamatkan Nyawa Akan Kehilangan Nyawa

Kejadian 17: 1-7

Mazmur 22: 23-32

Roma 4:13-25

Markus 8: 31-38

Pertanyaan:

  1. mengapa manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan nyawa?
  2. mengapa yang menyelamatkan nyawa akan kehilangannya?
  3. apa arti sebuah nyawa bagi Tuhan?
  4. apa arti sebuah nyawa bagi manusia?

Melihat ungkapan Yesus: “Yang menyelamatkan nyawa akan kehilangan nyawa”. satu hal yang terbersit di benak saya adalah apakah ketika kita menghilangkan nyawa kita maka kita akan mendapatkan nyawa? atau ketika kita tidak berusaha menyelamatkan nyawa kita maka sesungguhnya kita akan mendapatkan nyawa ? apa makna sesungguhnya dari perkataan Yesus?

Apakah arti sebuah nyawa bagi seorang manusia? Banyak bahkan yang paling berarti dalam hidup manusia sesungguhnya bukanlah kekayaan, bukan juga hormat dan kuasa, namun terutama nyawanya sendiri. Nyawa adalah bagian dari manusia yang membuat manusia dapat tumbuh, berkembang, dan bahkan menikmati apapun yang disediakan dunia untuk dapat ia nikmati, termasuk di dalamnya kekayaan, kuasa dan hormat. Tanpa nyawa manusia tidak akan dapat bekerja, tanpa nyawa manusia tidak akan dapat mencintai dan dicintai, tanpa nyawa manusia tidak akan dapat meraih apapun impiannya. Nyawa adalah sesuatu yang tidak hanya penting namun itulah hidup bagi manusia. Karena tanpa nyawa manusia tidak akan pernah dapat merasa hidup, walaupun dengan nyawa sekalipun, manusia hidup belum tentu benar-benar hidup, bisa saja menjadi hidup yang asal hidup, hidup yang kebetulan hidup, ataupun hidup yang tanpa kehidupan.

Sekarang apa bukti bahwa nyawa adalah yang paling berharga dalam hidup manusia? Berapa banyak uang yang manusia berikan untuk mempertahankan sebuah nyawa? dengan menggunakan beragam alat kedokteran untuk memperpanjang hidup? Berapa banyak orang berobat ke luar negeri untuk mempertahankan kehidupan? Berapa banyak orang rela berdesak desakan menanti dukun cilik bernama Ponari mencelupkan batu saktinya ke dalam air demi sebuah mujizat kesembuhan? Berapa banyak orang menjual kepercayaannya untuk nyawanya ataupun nyawa orang-orang yang terkasih? berapa banyak orang rela membayar demi kebebasan sebuah nyawa?

Segala-galanya dipertaruhkan, diberikan, dikorbankan demi nyawa, termasuk kuasa, harga diri, harkat martabat, kekayaan dan kehormatan. Namun ternyata nyawa kita yang kita anggap paling berharga ini telah dibeli dengan harga lunas dengan nyawa yang jauh lebih berharga dari nyawa manusia manapun yang ada di muka bumi. Yaitu oleh nyawa yang tidak dapat diganti oleh apapun yang ada di bumi dan di sorga, nyawa Allah sendiri. Ia membayarnya dengan lunas, jauh sebelum kita berbuat dosa. Mungkin kita bisa berkata mana mungkin sepadan? Bila disepadankan dengan nilai uang, membayar di muka dapat menimbulkan kerugian bagi si penjual bila terjadi inflasi, kenaikan harga dan lain sebagainya. Begitu juga dengan nyawa Tuhan yang telah dikorbankan bagi kita, sepadankah dengan seluruh dosa umat manusia? YA SANGAT SEPADAN!!! KARENA IA ADALAH ALLAH BUKAN MANUSIA. Nyawa manusia tidak akan pernah sepadan untuk menebus manusia lain. Berbeda dengan nyawa Allah, nyawaNya lebih dari cukup untuk menebus dosa seluruh dunia, dosa kita hingga turunan kita. Pertanyaannya mengapa?

Karena Allah yang dulu telah mengikat perjanjian dengan Abraham dan keturunannya, tetap memelihara perjanjian itu hingga masa kini, karena kita jualah keturunan Abraham, yaitu orang-orang percaya. Allah tidak pernah melupakan umatNya.. tidak pernah pula Ia menenantarkan apalagi meninggalkan umat yang dikasihiNya dengan begitu rupa. Tapi apa balas kita? Banyak dari kita menganggap anugerah yang diberi karena kemurahan Allah menjadi suatu yang murahan. Anugerah Allah memang cuma-cuma tapi tidak menjadikannya murahan, sehingga kita bisa mempermainkan Dia yang sudah memberi keselamatan dengan Cuma-Cuma itu.

Abraham, bapa leluhur kita telah menjadi teladan yang luar biasa bagi kita bukan hanya dalam imannya tapi terutama dalam perbuatannya. Apa yang bisa kita teladani darinya?

  1. Percaya. Berapa banyak dari kita yang percaya ketika Tuhan berkata seorang perempuan berusia 90 tahun akan dapat melahirkan seorang anak? Berdiri menopang badan saja sudah sulit, belum lagi harus menopang bayi dalam perutnya. Mungkinkah ia akan dapat melahirkan bayi yang sehat, kuat atau bahkan normal. Rasanya tidak mungkin bukan? benih seperti apa yang dapat diberikan seorang laki-laki berusia seratus tahun dan perempuan sembilan puluh tahun. Abraham-pun tertawa, mengapa? Karena percaya terhadap sesuatu yang menurut kacamata manusia mustahil adalah hal yang tidak mudah. Tapi, Abraham tetap beriman bukan? Apa yang membuatnya tetap beriman? Apakah karena Abraham memiliki iman yang kuat dan kokoh, iman yang unggul? Tidak! Iman yang dimiliki Abraham adalah iman yang seadanya, iman yang kepadanya, Tuhan berkenan memberikannya. Iman Abraham bukan hasil perjuangan dan usahanya, tapi anugerah Tuhan. Percaya disini juga bukan percaya di mulut saja, namun dengan sungguh mengaku percaya di dalam hati, pikiran dan terutama perbuatan.

  1. Iman percaya tanpa perbuatan = mati, jadi ketaatan adalah keteladanan ke-dua yang perlu kita lakukan. Walaupun untuk percaya tidaklah mudah, namun iman yang sekedarnya itu telah membuahkan perbuatan yang taat kepada titah Tuhan. Apa bukti ketaatan Abraham? Abraham mau dibawa keluar dari kenyamanan menuju ketidakpastian. Abraham mau meninggalkan semua yang ia miliki demi apa yang disebut sebagai “Tanah Perjanjian”. Abraham tidak pernah berjumpa Allah secara langsung. Ia hanya mendengar Allah berfirman kepadanya. Bila hal tersebut terjadi di jaman sekarang, misanya ada seseorang yang berkata: “semalam aku mendengar suara Allah berfirman kepadaku untuk pergi dari rumahku.”, apa tanggapan kita? Wah tukang khayal nih!! Atau gila!! Aneh!! Dan lain sebagainya. Mungkinkah abraham takut akan pendapat orang lain kepadanya? Seperti yang terjadi juga kepada Nuh? TIDAK Abraham tidak takut apa kata orang lain kepadanya, yang ia lakukan hanyalah berjalan dalam ketaatan dengan hidup tidak bercela di hadapan Allah.

  1. berani melepas yang paling berharga. Adakah dari kita yang berani melepas anak kita? Suami isteri yang kita cinta, orang tua demi kristus? Adakah kita malu mengakui Kristus di tengah-tengah lingkungan kerja kita, lingkungan sekolah, tempat kuliah dan masyarakat sekitar kita? Adakah kita lebih memilih untuk memikirkan apa yang orang lain akan pikirkan dan katakan tentang kita dari pada apa yang Tuhan inginkan? Adakah kita berani melepas keinginan kita, keakuan kita? Adakah kita berani menyangkal diri kita, melupakan keinginan manusiawi kita dan lebih mengutamakan keinginan yang ilahi? Beranikah kita memikul salib, menanggung penderitaan, menanggung cercaan, fitnah, cemooh karena iman kita kepada Kristus? Kembali kepada pertanyaan awal kita tadi, adakah kita berani melepas nyawa kita untuk Kristus? Berapa banyak dari kita yang lebih memilih untuk berbohong untuk menyelamatkan diri? Realitanya: Nyogok? Hari gini ga nyogok? bisa ngak lancar urusan. Bagi sebagian anak remaja dan pemuda hari gini ga dugem, ga gaul tau! Bagi ibu rumah tangga hari gini ga gosip ga asik tau, di jalan raya hari gini ngalah....bakalan terlambat terus!

Menjadi anak-anak perjanjian, tidak membuat kita hidup dalam serba istimewa, nyaman, aman dan tanpa kesulitan dan persoalan. Tahukah Yesus meminta kita untuk menyangkal diri, memikul salib? Bukan hal yang mudah untuk dilakukan!! Kita harus mengalahkan diri kita terlebih dahulu untuk bisa benar-benar mengikut Tuhan. Karena mengikut Tuhan bukan berarti berjalan di belakangNya, namun meneladani apa yang telah ia lakukan bagi kita. Yesus bukan jalan tol, ketika kita melewatinya maka kita akan sampai pada keselamatan yang kekal. Yesus menunjukkan jalan keselamatan itu dengan hidupNya, karyaNya dan pengorbananNya.

Kini bagian kita untuk memenuhi perjanjian itu. Allah telah mengikat perjanjian yang sampai kapanpun tidak akan dapat dibatalkan oleh kuasa manapun, oleh manusia manapun. Tapi kita? kita bisa membatalkan perjanjian itu dengan memilih untuk tidak taat dengan aturan perjanjian itu. Allah tidak akan pernah melanggar apa yang telah dikatakanNya. Sedangkan kita lebih suka melanggar dari pada menaati apa yang telah disepakati bersama! Ketika kita memberikan diri untuk mengaku percaya di hadapan Allah dan di hadapan manusia, maka secara tidak langsung kita telah menyepakati dan mengikat diri dengan perjanjian dengan Allah, namun dalam perjalanannya, kita juga yang mengingkari perjanjian itu ketika kita merasa terancam, merasa tidak aman dan nyaman.

Sebuah tantangan bagi kita, tantangan yang memang berat, namun tidak mustahil untuk dilakukan bila kita sungguh beriman dan taat... karena rancanganNya adalah selalu menjadi rancangan yang terbaik dalam hidup manusia. Perasaan malu, takut, kuatir memang tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia, manusiawi, tapi janganlah perasaan yang manusiawi itu menghalangi kita untuk mendapat berkat sorgawi!

Rabu, 04 Maret 2009

Pembentukan Karakter VS Pembunuhan Karakter


Kejadian 39:1-23

Diakui atau tidak, setiap manusia punya karakter yang berbeda. Setiap manusia dijadikan unik dan berbeda satu dengan yang lainnya, termasuk juga hidup di lingkungan yang berbeda, dididik dengan cara yang berbeda, dengan orang tua yang berbeda, sekolah yang berbeda, pergaulan yang berbeda bahkan tahun hidup yang berbeda. Tanpa disadari, segala sesuatu tersebut menjadi faktor yang mempengaruhi pembentukkan bahkan yang ikut serta membentuk karakter tiap manusia, baik itu karakter baik maupun karakter yang kurang baik. (karena pada dasarnya manusia diciptakan baik adanya, hanya saja ketika manusia memilih untuk melakukan apa yang dilarang Allah, karakter baik itu ‘tercemar’)

Namun sebelumnya tentu kita perlu mengetahui apa sesungguhnya arti dari karakter itu sendiri? Orang menyebut karakter sebagai watak, sifat, perangai ataupun ciri. Namun nampaknya kartakter tidak hanya terbatas pada sifat saja, karena ternyata karakter bukan semata-mata bawaan genetik yang tidak dapat diubah. Misalnya dengan mengatakan: “dari sananya Bapak A adalah bapak yang pemarah, maka sepanjang usianya ia akan menjadi orang yang pemarah, tidak mungkin berubah!!” salah besar!! Karena karakter tidak dibentuk semata-mata oleh gen, namun oleh pengalaman, oleh lingkungan, oleh pengalaman manis dan pahit, bahkan oleh tekad manusia itu sendiri.

Memang benar ada karakter yang sifatnya menetap dalam diri manusia, yang dapat dikatakan sebagai karakter dasar. Namun bukan berarti tidak dapat dibentuk. Ada istilah “ kita ini adalah lempung di tangan Yang Maha” benar adanya.... apapun karakter dasar kita, kita ini adalah lempung yang tetap dapat dibentuk, tergantung bagaimana, berapa lama dan siapa yang membentuknya.

Pembentukan karakter sesungguhnya berkaitan dengan apa yang sering disebut orang sebagai pembunuhan karakter. Lho, mengapa pembunuhan? Karena ternyata baik lingkungan, pengalaman, orang tua, dan apapun yang disebut seagai faktor pembentukan tadi sekaligus juga dapat menjadi faktor yang membunuh karakter. Air misalnya, dalam kacamata teologi dan hubungannya dengan alam memiliki sifat untuk membersihkan, membasuh, dan mencuci. (itulah juga alasan kita membaptis menggunakan air dan bukan pasir atau lumpur) namun sifat dasar air yang seharusnya dapat membersihkan dan memasuh itu tercemar oleh lingkungan, sehingga secara tidak langsung karakter baik dari air tersebut dirusak bahkan dibunuh oleh lingkungan, oleh manusia. Mencuci baju dengan air yang tercemar, tidak akan dapat membuat baju yang kita cuci itu menjadi bersih.

Ira Indrawardana, seorang sahabat dan dosen antropologi di Universitas Padjadjaran memiliki definisi sendiri tentang pembunuhan karakter ini yaitu: “penistaan, jugdement, stereotipe negatif yang diperluas untuk mendiskriditkan sekelompok atau seseorang dalam bentuk agitasi atau kekerasan (violence) oleh hukum dan lain sebagainya.” Tentunya pembunuhan karakter menjadikan manusia tidak mampu melihat hidup sebagai sesuatu yang layak untuk diperjuangkan, dihargai, dipergunakan dengan sebaik-baiknya atau ketika hidup menjadikan manusia semakin terbatas, dan tidak mampu menjadi wadah bagi setiap individu untuk berekspresi serta mengembangkan diri dengan kebebasan yang bertanggung jawab. Itulah yang disebutnya “KEMATIAN DALAM HIDUP”

Kini, bagaimana kita dapat mengaitkan perbincangan kita di atas tadi dengan kisah Yusuf dari Kejadian 39: 1-23? Bagaimana karakter Yusuf dibentuk? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, baiklah kita mencari tahu bagaimana Yusuf bisa menjadi pembesar di Mesir. Yusuf adalah anak kesayangan Yakub, karena Yusuf adalah anak yang ia peroleh di masa tuanya. Karena begitu kasihnya kepada Yusuf, Yakub membuat jubah yang maha indah baginya. Dan tentunya hal tersebut membuat saudara-saudara Yusuf iri kepadanya.

Hal pertama yang perlu kita perhatikan adalah, secara psikologis, Yakub sebagai ayah membuat Yusuf menjadi orang yang besar di antara saudara-saudaranya. Ia menjadi lebih berharga, lebih penting dan lebih dikasihi. Secara tidak langsung ini membuat Yusuf juga menjadi orang yang besar, berpikiran besar, berjiwa besar, dan berperilaku besar. Walaupun suatu ketika sang ayah menegurnya, karena mimpinya, tapi sang ayah tetap memperlakukannya sebagai pembesar, dengan menyimpan perkara itu di dalam hatinya (Kej 37:10). Pertanyaannya adalah, mengapa itu semua tidak membuatnya menjadi orang yang sombong?

Kedua, Yusuf membiarkan dirinya dijual ke tanah Mesir. Ia tidak memberontak, tidak bertanya, tidak marah dan bahkan cenderung tidak melakukan apa-apa padahal ia dididik oleh sang ayah untuk menjadi besar. Ia mendapati dirinya diperlakukan dengan tidak adil, didiskriminasikan, dilukai, ditekan namun tidak menjadikan segala sesuatu itu menjadi batu sandungan, mengapa itu bisa terjadi?

Ketiga, melalui bacaan kita kali ini, Yusuf juga mendapat perlakuan tidak adil dari Potifar. Ia mengalami apa yang disebut Ira Indrawardana sebagai agitasi (hasutan) dan kekerasan oleh hukum. Ia harus menerima hukuman atas apa yang tidak dilakukannya. Lebih dari itu dia dihukum karena ia mempertahankan apa yang benar. Toh ia pun tidak mencoba untuk membela dirinya., sebaliknya ia taat dan setia, menerima dengan hati yang lapang, bahkan tetap melakukan yang terbaik yang dapat ia lakukan sebagai manusia terbatas. Mengapa?

Bayangkan bila kita mengalami apa yang Yusuf alami! Bila sejak kecil kita diperlakukan dengan begitu istimewa, begitu dihargai, dan dibuat besar, mungkinkah kita bisa berlaku seperti Yusuf berlaku? Atau jangan-jangan kita akan tumbuh menjadi pribadi yang arogan, pribadi yang sombong dan egois, memandang diri yang paling benar dan paling berharga dan memandang orang lain dengan sebelah mata?

Ketika kita dijual oleh saudara-saudara kita, dizolimi, dibuat merana, dibenci bahkan ‘dibunuh’, mungkinkan kita dapat berlaku seperti Yusuf yang dengan tangan terbuka menyambut, memeluk, dan senantiasa mengasihi mereka bukan dengan cinta yang pura-pura namun dengan cinta yang ikhlas. Atau kita akan memilih menajdi manusia yang memiliki dendam kesumat yang tidak mau memperbaiki relasi, bahkan berusaha untuk membalas segala sesuatu yang telah menimpa hidup kita?

Dan ketika kita diperlakukan dengan tidak adil, dengan dibiarkan menanggung apa yang menurut kita tidak layak kita terima, dihujat, difitnah, dizolimi, apakah kita akan tetap bersikap tenang seperti Yusuf, menerima dengan jiwa besar? Atau kita akan menuntut balik, mengajukan banding taupun kasasi, seperti yang dilakukan oleh sebagian besar manusia ketika haknya diinjak-injak?

Yusuf yang diberikan kuasa dan kepercayaan begitu rupa dari Potifar, SEBAGAI PENGUASA di rumahnya bisa saja menggunakan kesempatan untuk tidur dan bersetubuh dengan isteri Potifar. Tapi hal tersebut tidak ia lakukan, bukan karena kuasa yang dimilikinya tidak termasuk untuk menguasai isteri Potifar, namun karena ia tidak mau kelakukan apa yang dianggapnya kejahatan besar dan dosa kepada Allah (39:9). Inilah sesungguhnya yang menjadi jawaban atas 3 pertanyaan tentang Yusuf di atas. Yusuf adalah manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan. Dia bukan semata-mata seorang pemuda gagah yang memiliki karakter tabah, sabar, tekun dan senantiasa berpikir positif. Ia melakukan itu semua karena ia mengenal Allah, dan bukan semata-mata karena dirinya sendiri. JADI SEBENARNYA FAKTOR-FAKTOR DI ATAS PERLU DILENGKAPI LAGI DENGAN SATU FAKTOR YANG PALING PENTING DAN PALING UTAMA DALAM PEMBENTUKKAN KARAKTER MANUSIA SESUNGGUHNYA, YAITU: ALLAH!!!

Tidak dapat dipungkiri, bahwa sesungguhnya Allah memiliki peran yang luar biasa dalam diri manusia dalam membentuk karakternya masing-masing. Pengalaman boleh pahit, orang tua boleh kejam, lingkungan boleh mendorong manusia ke jalan yang keliru, namun Allah yang menjadikan segala sesuatu itu menjadi kebaikan bagi kita. (Kej 50:20). Setiap manusia memiliki karakter Allah itulah makna segambar dan serupa dengan Allah, hanya saja manusia tidak bisa mengisolasi diri dari lingkungan dan pengalaman yang dapat baik secara langsung ataupun perlahan membunuh karakter Allah itu dalam diri manusia, sehingga suatu waktu manusia menemukan karakter Allah telah terbunuh dan mati dalam dirinya.

Begitu juga dengan seorang Yusuf. Ia bisa menjadi seorang pembunuh, pemberontak yang membenci keluarganya... atau penguasa yang tidak berprikemanusiaan, yang akhirnya juga dapat menjadi seorang pembunuh karakter atas mereka yang dikuasainya, oleh karena pengalaman pahit dan luka batin yang dideritanya. Namun itu semua tidak dipilihnya. Ia memilih untuk tetap memelihara karakter baik yang telah Allah tanamkan dalam setiap individu.. tentunya ketika kita menyadari bahwa setiap manusia sesungguhnya diciptakan dengan karakter Allah, bukan berarti karakter itu akan tetap ada dan nampak dalam kehidupan tiap individu. Semuanya itu tergantung, tergantung pada apa? tergantung apakah kita mau memelihara karakter itu dan mengikutsertakan Allah dalam rangka membentuk karakter yang sungguh sesuai dengan kehendakNya, bukan kehendak kita.

Karakter kita tidak hanya dibentuk oleh manusia, oleh keadaan dan situasi dimana kita tumbuh kembang, tapi juga oleh Tuhan yang membentuk kita di rahim ibu kita. Masalahnya adalah, sadarkah kita bahwa Tuhan punya andil, dan oleh sebab itu kita memberikan Yang Maha itu kesempatan untuk turut serta? Ataukah kita menutup rapat kesempatan itu dan membiarkan segala sesuatu yang duniawi membentuk jati diri kita? Memang tidak semua yang bersifat duniawi itu buruk, karena Alalh juga menciptakan dunia ini pada awalnya dalam kesempurnaan. Tapi bukankah manusia telah merusaknya? Menjadikan segala sesuatu yang sempurna adanya menjadi cacat, membunuh karakter yang sempurna dalam setiap ciptaan Allah?

Di atas segala sesuatu yang manusia lakukan untuk merusak karakter Allah, Allah tetap memelihara karakter dan citra diriNya di dalam manusia. Ia tidak membiarkan citraNya mati karena pembunuhan yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu karakter Allah dalam diri manusia tidak pernah benar-benar mati. Mungkin sekarat, mungkin mati suri, tapi tidak pernah benar-benar mati dan lenyap dari kehidupan manusia. Hanya saja kini pertanyaan bagi kita semua, sejauh apa kita membiarkan Allah menghidupkan kembali karakterNya dalam diri kita, seperti yang telah Yusuf lakukan dalam hidupnya yang tidak mudah, tidak nyaman, namun tetap berada dalam naungan dan berkat Tuhan.?

Pembentukkan karakter tidak hanya tergantung dari segala sesuatu yang duniawi ataupun dari Allah, tapi dari manusia itu sendiri. Mampukah, atau lebih tepatnya maukah ia memilih yang terbaik?