Rabu, 30 Juni 2010

Firman Tuhan dan Keberuntungan

Ulangan 30: 9-14
Maz 25: 1-11
Kolose 1:1-14
Lukas 10: 25-37

Siapa dari kita yang tiak ingin hidup beruntung? Setiap kita ingin hidup beruntung, kalau bisa beruntung selama-lamanya. Namun apa saja sih yang dapat kita kategorikan sebagai keberuntungan? Apakah ketika kita tidak pernah mendapat kemalangan, apakah ketika apa yang kita doakan diberi, atau apakah ketika hidup kita senang terus? Itukah yang kita sebut sebagai keberuntungan? Wahhh kalau begitu berarti orang Kristen adalah orang yang kerap kali tidak beruntung ya! Loh kok bisa? Lah iya toh jadi orang Kristen itu kan tidak selalu mujur, bahkan Yesus mengajak setiap pengikutNya untuk mengikut salib. Mengikut salib itu berat, menderita, ngak enak..... Lalu doa orang Kristen juga tidak selalu dijawab Ya oleh Tuhan, terkadang Ia menjawabnya dengan Tunggu, atau bahkan Tidak sama sekali. Orang Kristen juga tidak dapat hidup senang terus, apalagi di Indonesia, untuk beribadah saja dipersulit, untuk bangun gereja...? apalagi!

Lha kalo begitu, tema kita hari ini jauh dari relevan dong?? Tergantung ! Lha kok tergantung? Ya tergantung bagaimana kita melihat keberuntungan. Kita tidak mungkin dapat merasakan ‘keberuntungan’ yang diberi oleh Allah dengan cara pandang dunia dalam melihat keberuntungan. Apakah Petrus dapat dikatakan beruntung? Bagi kita mungkin tidak, bagaimana tidak Ia harus mati dengan cara yang sangat tidak manusiawi. Apakah Paulus beruntung? Tidak juga ia haru menerima penolakkan dari rekan2nya dahulu sesama pemegang Taurat. Apakah Yesus beruntung? Lha bagaimana mati di kayu salib dengan tubuh penuh sayatan akibat cambukkan dapat dikatakan beruntung? Mungkin, bila kita yang mengalaminya, kita akan mengatakan itu adalah suatu kemalangan yang teramat amat sangat. Kini, bagaimana Firman Tuhan dapat membawa suatu keberuntungan bagi mereka, dan juga bagi kita?

1. Keberuntungan dari Allah berjalan seiring ketaatan. Dalam keadaan bagaimana saudara menginginkan keberuntungan datang kepada anda? Dalam keadaan bahagia, atau dalam keadaan susah? Kalau saya, saya akan mengharapkan keberuntungan datang ketika saya berada dalam batas kekuatan kita. Dengan begitu keberuntungan akan menjadi sesuatu yang amat disyukuri. Seseorang yang mendapatkan sekotak nasi lengkap dengan lauk pauk dan sayur secara gratis, akan merasa lebih bersyukur ketika selama seharian itu ia belum makan apa-apa karena tidak punya uang, ketimbang ketika ia mendapatkannya setelah ia kenyang makan dari apa yang dapat dibelinya sendiri. Nah, kini, mudahkah kita untuk menjadi manusia yang taat? Mana yang akan anda sebut sebagai seseorang yang beruntung, seseorang yang mendapat promosi jabatan karena integritasnya mempertahankan kejujuran di tengah penderitaannya karena ketaatannya kepada Tuhan, ataukah seseorang yang mengalami kesenangan duniawi karena ia menyuap atasannya? Keluaran 30: 10, menjadi jaminan bagi kita yang mau mendengar suara Tuhan, pertama-tama. Berpegang pada perintah dan ketetapan yang kedua, dan dengan segenap hati dan jiwa, yang ketiga. Mana yang lebih mudah?
- Mendengar. Banyak orang mengira bahwa mendengarkan adalah hal yang mudah, ternyata tidak demikian adanya. Mendengar adalah sebuah proses yang memadukan beberapa aktivitas secara bersamaan. Apa saja aktivitas itu? Yang pertama adalah menerima. Seseorang tidak akan pernah mendengar bila ia tidak mau menerima lawan bicaranya untuk memasuki alam pikiran dan persepsinya. Kedua, memahami dan menilai. Mendengar tanpa memahami akan berubah menajdi terdengar, atau sekilas kedengaran. Dalam mendengar kita perlu memahami lawan bicara kita hingga kita dapat terlibat suatu empati atau simpati bersamanya, dan mampu memberikan baik itu sekedar komentar, masukkan, pujian atau apapun, yang menyatakan bahwa kita memang mendengar dan menilai apa yang telah kita dengar. Ketiga, mengingat dan membalas. Apa bukti bahwa kita mendengar perintah orang tua kita? Biasanya mereka akan mengatakan bila kamu mengingat dan melakukanya. Jadi bila kita tidak melakukannya, maka orang tua kita akan terus berbicara hal yang sama kepada kita agar kita mengingat dan melakukanya.
- Berpegang pada ketetapan dan perintah. “peraturan dibuat untuk dilanggar” bagi banyak orang ungkapan ini adalah ungkapan yang biasa dan tanpa makna. Tapi sadarkah kita bahwa sesungguhnya ketetapan dan perintah dibuat untuk mengatur hidup kita menjadi lebih baik, lebih maju, lebih berkualitas. Memang banyak perintah dan ketetapan di dunia ini yang tidak membuat orang menjadi lebih baik, maju dan berkualitas, namun hari ini kita tidak berbicara tentang ketetapan dan perintah ala dunia, tapi ketetapan dan perintah ala sorgawi. Inilah yang seharusnya membuat respon yang berbeda. Ketetapan sorgawi dibuat Allah untuk menjadikan manusia semakin serupa dan segambar denganNya. Perintah sorgawi dibuat untuk memampukan manusia untuk membuktikan gambar Allah dalam dirinya, yaitu agar hidup kita layak di hadapan Tuhan dalam segala hal, (bukan hanya ketika kita berada dan melayani di gereja), bertumbuh dalam segala pengetahuan yang benar akan Allah dan menghasilkan buah yang baik yang dapat dinikmati oleh orang lain yang ada di sekitar kita. (Kol 1:10)
- Dengan segenap hati dan jiwa. Hati dan jiwa disini bukan hanya sekedar bahasa sentimentil semata, tapi suatu ungkapan yang dalam bagi tradisi Yahudi. Hati (lev) merupakan pusat kehidupan bagi orang Yahudi. Seseorang yang berpegang dan menjalankan perintah Tuhan dengan segenap hati akan menjadikan Tuhan sebagai sumber dan pusat hidupnya. Jiwa juga memiliki makna bukan sekedar nyawa tapi hidup yang holistik (utuh) Seseorang yang menjalankan perintah Tuhan dengan segenap jiwa berarti menjalankannya dalam seluruh hidupnya, sementara ia masih dapat bernafas. Bukan sekedar berbicara, atau memberikan pengakuan tapi membuktikannya lewat setiap hari, aktivitas, perkataan dan perbuatannya.
- Dengan segenap kekuatan dan akal budi. Berapa banyak usaha yang kita beri untuk melakukan kehendak Allah, dan berapa banyak akal budi yang kita gunakan, paling tidak untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Kita sebagai manusia lebih suka memakai kekuatan kita untuk hal yang lain, misalnya untuk bersenang2, berjalan, jalan, hingga untuk bertengkar dengan anggota keluarga kita. Begitu juga dengan akal budi, berapa banyak dari kita mengunakan akal budi untuk mengerjakan hal2 yang tidak berkenan, misalnya, bagi anak remaja, bagaimana caranya dapat menyontek tanpa ketahuan guru, bagaimana bisa menyogok atasan tanpa ketahuan rekan kerja...dan lain sebagainya. Seorang yang menaati allah dengan kekuatan dan akal budinya akan mengerahkan diri, dan segala yang ada padanya untuk sungguh terarah kepadanya. Mengakali keinginan dagingnya, dan mencari jalan sebanyak mungkin agar dapat menaatI Allah lebih lagi.