Selasa, 10 Februari 2009

Dipanggil Untuk Menjadi Berkat: HUT GKI

Keluaran 3:1-15

Mazmur 105: 1-11

Roma 12:9-21

Matius 16: 21-28

Berkali-kali sejak kita masih duduk di bangku sekolah minggu, tema ini telah digaungkan terus menerus. Hidup orang Kristen haruslah menjadi berkat bagi orang di sekitar mereka, ini adalah panggilan kita sebagai orang percaya. Kita mungkin tidak hanya tahu tapi paham benar panggilan tersebut dalam hidup kita. Hanya saja kita tidak menyadari sepenuhnya betapa pentingnya kita memenuhi panggilan tersebut? Sering kali kita hanya mampu mengerti namun tidak berani bahkan tidak mau untuk mewujudnyatakannya dalam kehidupan keseharian kita.

Ulang tahun ke 20 bagi GKI tentunya di satu sisi menunjukan kedewasaan dalam pelayanan dan profesionalisme sebagai salah satu gereja yang mengalami pertumbuhan luar biasa di Indonesia, namun di sisi lain GKI perlu lebih lagi merefleksikan panggilannya di dunia. Apakah sungguh GKI telah menjadi berkat bagi dunia, khususnya bagi masyarakat Indonesia?

20 tahun mungkin bukan usia yang singkat bagi sebuah instansi gereja. Namun bagi seorang manusia, usia 20 tahun adalah usia dimana kepentingan diri adalah yang utama. Masa dimana seseorang sedang mencoba untuk mencapai segala sesuatu yang ia inginkan. Dengan stamina yang luar biasa, kreativitas yang membuncah, keinginan untuk membuktikan eksistensi diri sebagai manusia dan lain sebagainya, seorang pemuda akan jauh memandang kepentingan dirinya sebagai prioritas yang utama. Tidak mengherankan, di banyak gereja kita, mencari seorang pemuda untuk melayani adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan. Meniti karir, bekerja, kuliah dan lain sebagainya menjadi alasan yang sering kali diutarakan oleh mereka.

Memang berbeda dengan seorang pemuda berusia 20-an, GKI sedikit banyak telah menyadari fungsi kehadirannya di tengah dunia. Banyak hal yang telah di lakukannya bagi masyarakat baik itu melalui gereja-gereja GKI yang tersebar di seluruh pulau Jawa, dan di sebagian pulau Sumatra, maupun dari badan pelayanan seperti TIM GKI (Gerakan Kemanusiaan Indonesia), poliklinik dan lain sebagainya. Begitu banyak masyarakat di Aceh, Nias, Timor, Papua dan di berbagai tempat lainnya, yang telah mendapatkan pertolongan dan pelayanan dari TIM GKI. Namun pertanyaanya adalah apakah kita merasa sudah puas atas apa yang telah dilakukan kita sebagai sebuah instansi? Bukankah panggilan menjadi berkat adalah panggilan yang tidak hanya ditujukan bagi gereja sebagai instansi, namun terutama adalah panggilan bagi setiap individu sebagai gereja? Jadi pertanyaannya adalah: sudahkah kita sebagai gereja (individu) menjadi berkat? Bagaimana caranya untuk dapat menjadi berkat? Apa makna jadi menjadi berkat? Apa yang dapat kita lakukan untuk menjadi berkat?

Tapi sebelumnya kita akan belajar bersama dari Musa apa makna sebuah panggilan? Panggilan memang bukanlah suatu kewajiban yang kudu, atau harus dijalankan dan bila tidak dijalankan maka kita akan mendapatkan hukuman. Tidak! Panggilan adalah sesuatu yang harus kita jawab, bukan sesuatu yang otomatis akan berjalan sendirinya, tapi sesuatu yang dijalankan berdasarkan kerelaan untuk menjawabnya. Dan untuk panggilan juga kita dapat mengatakan tidak. Musa juga pada awalnya mengatakan tidak (ay 11) “ siapakah aku ini? ”. Perasaan seperti apa yang ada ada pada diri Musa saat itu? Mungkin perasaan takut, tidak sanggup, mungkin juga perasaan tidak pantas, karena ia dipanggil untuk memenuhi permintaan Allah Yahweh, sedangkan ia menyadari bahwa ia adalah manusia yang terbatas dan penuh dengan kekurangan. Di sisi lain mungkin ia merasa permintaan Tuhan adalah permintaan yang sama sekali tidak masuk akal. Siapa yang mampu membawa keluar budak sebanyak itu? Kalo dengan bahasa anak muda kita mungkin kita akan mengatakan “Males banget deh!kerjain sendiri aja deh, jangan nyuruh2 orang” bila ada permintaan yang dirasa tidak masuk akal.

Namun ternyata Tuhan bukan Tuhan yang hanya adalah sekedar memanggil, hanya sekedar mengutus manusia untuk ikut serta dalam rencanaNya, tapi Ia adalah Allah yang senantiasa meperlengkapi kita dengan kekuatan dan apapun yang kita butuhkan untuk dapat menjawab dan menjalankan panggilan kita sebagai anak-anakNya. Itulah yang dialami oleh Musa ketika Tuhan mengatakan: "Bukankah Aku akan menyertai engkau? Inilah tanda bagimu, bahwa Aku yang mengutus engkau: apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, maka kamu akan beribadah kepada Allah di gunung ini." Musa sungguh merasa dibekali oleh Allah untuk dapat menjawab panggilanya.

Janji penyertaan Tuhan pada ay 12, tidak membuat Musa secara otomatis melakukan panggilannya itu. Ia mencoba untuk mengenal siapa Tuhannya terlebih dahulu (ay 13-15). Dengan mengenal siapa Tuhannya, Musa dapat melangkah dengan pasti dan tidak dikuasai oleh ketakutan, dan tentunya dapat benar-benar menjawab panggilan tersebut dengan bertanggung jawab, dengan iman yang ya dan pasti.

Kini apa makna menjadi berkat? Apakah menjadi berkat semata-mata ketika kita mampu memberi kepada orang yang tidak mampu secara financial? Ataukah ketika kita memberi makan mereka yang tidak bisa makan? Ketika kita sendiri terbatas sehingga tidak memiliki sesuatu yang dapat kita bagikan, apakah kita tidak bisa menjadi berkat buat orang lain? Tenyata makna menjadi berkat tidak sesempit itu. Tuhan ingin Musa menjadi berkat bagi bangsa Israel dengan melakukan tindakan:

1. pembebasan, yaitu ketika ia membebaskan umat Israel dari penindasan oleh Firaun (Kej 3:10). Dengan memperjuangkan pembebasan bagi umat Israel, maka secara tidak langsung, Musa juga membebaskan umat secara politis, yaitu memberikan hak merdeka kepada bangsa Israel dengan menjadikan umat Israel sebagai bangsa yang bebas dari penjajahan. (seperti pembukaan Undang-undang Dasar Negara kita). Tentunya kebebasan secara politis tersebut disertai dengan kebebasan secara social dimana umat Israel bebas dari status sebagai budak dan menajdi manusia yang bebas seutuhnya, bebas menentukan apa yang baik bagi dirinya, bebas melakukan apa yang mereka inginkan dan lain sebagainya.

2. menjadi pemimpin. Menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan apalagi menjadi pemimpin bangsa yang baru bebas dari belenggu, yang tentunya banyak kemauan, sulit diatur, bahkan tidak mau diatur, liar dan bermental budak. Apalagi Musa harus membawa bangsa Israel yang dikatakan tegar tengkuk dan bebal itu kepada suatu tanah yang entah dimana. Musa benar-benar membutuhkan visi dan misi yang jelas, keberanian untuk memutuskan segala sesuatu dan mengambil sikap yang perlu kebijaksanaan dan hikmat. Tentunya Musa harus benar-benar mau memberi diri untuk melakukan segala tugas dan tanggung jawab itu dengan totalitas yang tidak hanya sekedarnya tapi benar-benar all out.

3. menjadi teladan. Sama dengan menjadi seorang pemimpin, menjadi teladan juga bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Dengan menjadi teladan Musa harus menjaga segala perilaku, perkataan dan seluruh kehidupannya. Musa harus membuktikan imannya kepada Tuhan dengan mewujudnyatakannya dalam perbuatan, sehingga umat Israel sungguh dapat melihat apa yang Tuhan ingin mereka lakukan dalam hidup mereka. Ia harus menjadi pribadi yang sabar, rendah hati dan rela berkorban untuk sungguh-sungguh memenuhi panggilannya menjadi berkat bagi bangsa Israel.

Dengan melihat apa yang dilakukan Musa, bagi kita mungkin menjadi berkat adalah sesuatu yang sangat berat dan bahkan menajdi beban tersendiri dalam hidup kita sebagai orang Kristen. Namun bila kita membandingkan itu semua dengan apa yang Tuhan sudah lakukan bagi kita maka seharusnya hidup menjadi berkat bukanlah lagi beban yang merintangi hidup kita, namun suatu respon dari ungkapan syukur kita kepada Tuhan yang telah melayani kita begitu rupa dengan seluruh hidupNya.

Bagaimana caranya? Mungkin kita tidak akan pernah menghadapi pergumulan seperti yang dihadapi oleh Musa sebagai pemimpin. Tapi bukan berarti kita tidak menyiapkan baik itu hati dan pikiran dengan sungguh-sungguh. Karena menjadi berkat tetaplah membutuhkan kesungguhan dan totalitas dan tentunya dengan tetap menyandarkan diri kita kepada TUHAN sebagai yang punya gawe. Kenapa? Karena menjadi berkat tetap adalah panggilan yang tidak mudah untuk dijalani. Untuk sungguh menjadi berkat kita harus menjadi manusia yang tahan banting, yang memberi diri secara utuh untuk pekerjaan Tuhan, dan bukan untuk pekerjaan manusia biasa. Mat 16: 21-28 mengingatkan kita, bahwa perkara menjadi berkat adalah perkara memikirkan apa yang Tuhan inginkan dan bukan yang manusia inginkan. Jadi untuk sungguh-sungguh menjadi berkat kita juga harus mau belajar untuk memahami kehendak Tuhan. Bukan menjadi berkat menurut ukuran manusia tapi menurut ukuran Tuhan. Kini apa yang bisa kita lakukan untuk sungguh-sungguh dapat menjadi berkat?

  1. menyediakan diri seutuhnya untuk dipakai. Ini yang pertama. Karena panggilan bukan paksaan. Dapat kita jawab ya atau tidak. Bila Musa pada saat itu tidak mau dipakai kan keukeh pada jawaban tidak. Mungkin akan berbeda cerita. Tapi jangan juga kita berpikir bahwa ketika Tuhan meminta berarti kita memang layak dan berharga, dan membuat kita besar kepala. Kita ini hanya alat, yang akan digunakan bila memang Tuhan ingin dan akan dibuang bila Tuhan ingin.
  2. minta Tuhan sungguh memperlengkapi kita!! Ingat bahwa Tuhan bukan hanya memanggil namun juga memperlengkapi kita dengan segala hal yang kita butuhkan untuk dapat menjawab panggilanNya. Dan menjawab panggilan juga bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan karena untuk itu kita benar-benar menyangkal diri kita, dan mendahulukan kepentingan orang lain. Apa sebenarnya yang perlu diperlengkapi: Roma mengatakan kita butuh kasih yang tulus, dan tentunya kasih yang benar-benar tulus hanya dapat kita peroleh ketika kita meminta kasih itu kepada Tuhan, karena hanya Dialah yang memiliki kasih yang tulus. Kita juga perlu saling mengasihi, mudahkah? Ya bila kita mengasihi orang yang memang kita kasihi, orang yang mengasihi kita, orang yang kita kenal, sedang buat yang lain, nanti dulu! Saling mengasihi tanpa melihat siapa yang kita kasihi bukan perkara manusia loh!! Selain itu kita juga butuh sukacita, kesabaran dan ketekunan. Melakukan sesuatu yang tidak menguntungkan diri sendiri, bagi sebagian orang tidak akan memberi sukacita, apalagi ketika kita harus juga menjadi sabar dan tekun karenanya. Hanya bila kita dimampukan oleh Tuhan pekerjaan tersulitpun akan kita lakukan dengan sabar dan tekun bahkan dapat menjadi suatu sukacita yang besar bagi kita.

20 tahun bukan masa yang singkat dan mudah untuk dilewati kita sebagai gereja. Tapi pada usia ini kita semakin disadarkan bahwa sudah selayaknya kita menjawab panggilan Tuhan dengan jawaban Ya Tuhan, ini aku, utuslah aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar