Kamis, 26 Februari 2009

Harga Yang Harus Dibayar

Matius 16: 21-28

Dalam kehidupan gereja dewasa ini, istilah bayar harga bukanlah istilah asing. Banyak pelayan, pengkotbah, penginjil mendorong jemaat untuk mau membayar harga. Istilah ini terkadang hanya menjadi istilah atau ungkapan orang Kristen untuk ‘memaksa’ orang untuk ikut serta dalam pelayanan. Pekerjaan di ladang Tuhan menjadi suatu paksaan dan bukan kerinduan. Bayar harga dianggap sebagai harga mati yang harus dilakukan oleh orang Kristen, maka bila tidak dilakukan seseorang tidak akan pernah dapat menikmati keselamatan yang utuh dan penuh dari Allah. Benarkah cara pandang seperti itu?

Sebelumnya kita perlu mengerti dengan benar bagaimana istilah ini sesungguhnya dapat hadir di tengah-tengah ajaran gereja dewasa ini karena Alkitab sendiri tidak pernah menyebutkan bahwa Yesus memerintahkan kita untuk membayar harga. Hal pertama yang perlu kita pahami adalah, dalam dunia tidak ada sesuatu yang gratis... kecuali udara. Tapi untuk udara bersih yang murni kitapun harus membayar. Segala sesuatu punya harga, punya nilai, baik nilai jual maupun nilai beli. Untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan kita perlu membayar seharga yang ditawarkan dan bayar- membayar ini tidak hanya kita temui di masa modern sekarang ini, namun sejak masa perjanjian lama.

Kini mengapa kita harus membayar harga? Dan untuk apa kita membayar harga? Rasul paulus mengatakan dalam 1 Korintus 6: 20, bahwa kita ini telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar! Dibeli dari siapa kita? Dari tuan lama kita yaitu dosa, dan dibeli secara lunas oleh kematian Kristus di kayu salib, tidak kredit, tidak nyicil, apalagi ngutang!! Bebaskah kita? YAAAA Yesus membebaskan kita dari belenggu dosa yang berujung maut, kematian tanpa akhir. Namun ketika kita sudah dibeli, tidak sekonyong-konyong kita menjadi manusia bebas lepas, seperti burung lepas dari kandangnya, karena kita memiliki tuan yang baru yaitu Kristus yang membeli kita dengan hidup dan nyawanya. Membayar harga disini bukan berarti kita harus membayar kepada Kristus agar kita menjadi manusia yang bebas. Apa yang telah diberikannya kepada kita TIDAK AKAN DAPAT KITA BAYARKAN KEMBALI!

Memang keselamatan dan pembebasan dariNya adalah suatu anugerah... hadiah yang sesungguhnya diterima sebagai hadiah bagi kita yang percaya (Yoh 3: 16). Namun hadiah yang diberikan dengan kemurahan itu tidak menjadikannya murahan!!! Harga yang Tuhan bayarkan bagi kita bukanlah harga yang murah, apalagi murahan... memberi diri itu sama sekali tidak murah. Karena memberi diri adalah sama dengan memberikan yang paling berharga bagi seorang manusia. Manusia boleh memiliki banyak kekayaan, kekuasaan, kemasyuran, tapi bila ia tidak memiliki dirinya bagaimana ia mau menikmati segala sesuatu yang dimilikinya itu? Apa yang dapat dinikmati oleh manusia ketika ia sudah mati? Kekayaan, kemasyuran dan kekuasaan tidak dapat dibawa menjadi bekal di alam kubur!!

Mengapa Allah harus mati dan memberikan dirinya bagi kita? Jangan-jangan Ia bukan Allah, bukankah bila Ia sungguh Allah ia hanya cukup menyelamatkan dengan kuasa dan kemahaanNya? Pun bila Ia ingin datang ke dunia mengapa harus menajdi orang yang lemah, mengapa Ia tidak langsung turun dari langit seperti dewa, ataupun lahir sebagai seorang anak pembesar negeri, sehingga manusia dapat langsung merasakan keselamatan itu? Mengapa Ia harus menggunakan cara yang kontroversial? Yang membuat dunia bertanya dan bahkan menolak? Yang membuat beragam interpretasi dan dogma? (mat 16: 22-23) Pertama, BUKAN ALLAH NAMANYA BILA TINDAKANNYA DIKONTROL OLEH CARA PIKIR, DAN CARA PANDANG MANUSIA!! Justru karena Ia adalah Allah maka tindakanNya tidak berada dalam rasionalitas kita sebagai manusia.

Kedua, memberikan keselamatan secara langsung sama dengan tidak menghargai ciptaanNya sendiri. Manusia bukan barang, yang ketika ada kecacatan bisa langsung dibuang atau disulap menjadi baru dengan menggunakan sihir. Allah bukan tukang reparasi barang, atau kita yang lebih suka LEMBIRU (lempar beli baru) kepada barang yang sudah rusak!! Ia adalah Allah yang menghargai manusia lebih dari hanya sekedar ciptaan, namun anak-anakNya, yang ia kasihi dan beharap anak-anakNya ini dapat memilih yang baik, bukan dengan sihir, atau kuasaNya. Namun ketika manusia sebagai pribadi, ciptaan yang ‘sempurna’ dapat belajar memilih yang baik dengan akal budi yang telah Ia karuniakan kepada setiap kita.

Ia memilih mencari jalan yang paling adil untuk menyelamatkan manusia, yaitu menjadi manusia, itulah harga yang telah Ia bayar untuk menebus ciptaanNya, bukan hanya untuk menunjukkan kemahakuasaanNya, namun lebih untuk menunjukkan rasa kemanusiaanNya, solidaritasNya.

Kini, ketika banyak orang Kristen mengatakan kita harus membayar harga sesungguhnya yang kita lakukan bukan membayar atas apa yang Ia lakukan bagi kita. Seperti seorang pegawai yang menyicil kepada bosnya, karena telah membayarkan (misalnya) biaya rumah sakit isterinya. Sebanyak dan selama apapun kita membayar kepada Tuhan, baik itru dengan persembahan, pelayanan dan lain sebagainya (yang dikategorikan manusia sebagai suatu tindakan bayar harga) keselamatan itu tidak akan pernah tergantikan. Mengapa? Karena Tuhan membayar kita bukan dengan kekayaannya, bukan dengan kuasaNya, namun dengan HIDUP. Sedangkan tidak ada manusia yang bisa menebus manusia lainnya, walau dengan kematiannya: meminjam istilah Paulus kepada jemaat di Galatia: “ Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum taurat dengan jalan menjadi kutuk bagi kita.”

Jadi yang kita lakukan apa? pengabdian, dan ketaatan, karena Kristus kini menjadi Tuan bagi kita, bukan kita menjadi Tuan bagi diri kita sendiri. Banyak para filsuf modern yang mengatakan bahwa manusia bisa menjadi Tuan bagi dirinya sendiri, ya memang benar! Manusia bisa menjadi tuan bagi dirinya sendiri, tapi tidak ada seorang manusiapun yang bisa menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri. Tuhan tetaptah Tuhan yang satu itu yang tidak akan pernah tergantikan oleh ciptaanNya.

Pengabdian dan ketaatan seperti apa yang diharapkan oleh Tuhan sebagai pemilik kita?

  1. menyangkal diri

Dalam bahasa Yunani (aparneomai) menyangkal diri, memiliki arti harafiah melupakan diri. Melupakan apa yang berharga bagi diri, melupakan apa yang menjadi keinginan diri sendiri, melupakan apa yang menjadi tujuan diri, dan mengarahkan diri kepada Tuhan seorang. Mengutamakan kehendak Tuhan, mengutamakan keinginan Tuhan, menjunjung tinggi Tuhan dalam segala spek kehidupan

  1. memikul salib

Salib, pada masa Yesus, dikenal sebagai alat penghukuman untuk para pesakitan, hanya penjahat, namun juga para pemberontak dari kaum Zelot yang dianggap membahayakan pemerintahan Romawi. Salib tidak hanya menjadi alat penghukuman, tapi juga alat untuk mempermalukan orang di hadapan umum. Ketika Tuhan meminta kita untuk memikul salib, Ia tidak meminta kita untuk memikul salibNya. Kita tidak akan mampu memikul salib Tuhan. Tapi Ia menginginkan kita untuk mengikuti teladanNya.... yang siap menanggung penderitaan bukan karena perbuatan kita, namun karena Kristus. Penderitaan semacam apa sih? Menurut versi Paulus penderitaannya adalah ketika harus menerima cemooh, penolakan, bahkan hingga ditangkap dan dibunuh karena Kristus, ketika ia harus mengalami beragam kesukaran dan kesesakan karena Kristus. Bagi kita.... jangan dulu berpikir akan hidup seperti Paulus. Mampu tidak kita berkata tidak terhadap apa yang Tuhan larang, dan dengan berani mempertanggung-jawabkannya di hadapan manusia? Nyogok? Hari gini ga nyogok? bisa ngak lancar urusan. Bagi sebagian anak remaja dan pemuda hari gini ga dugem, ga gaul tau! Bagi ibu rumah tangga hari gini ga gosip ga asik tau, di jalan raya hari gini ngalah....bakalan terlambat terus!

  1. mengikut Aku

bukan soal berjalan di belakangNya... tapi berani meninggalkan segala sesuatu yang mampu menggantikan Tuhan dalam hidup kita (Lukas 9:61) Mengikut Aku juga berarti tidaK lagi berjalan dalam kegelapan namun memiliki terang hidup (Yoh 8: 12)

ITULAH ‘HARGA’ YANG HARUS KITA BAYAR! SEKALI LAGI, BUKAN UNTUK MENJADI MANUSIA BEBAS, NAMUN UNTUK MENUNJUKKAN KASIH, KESETIAAN, PENGABDIAN KITA KEPADANYA, SEBAGAI TUHAN, PEMILIK KEHIDUPAN KITA.

Selasa, 24 Februari 2009

Karya Kristus dalam Keselamatan


Keselamatan (salvation)=> bukan tubuh namun roh, jiwa

  • keadaan bebas dari penderitaan serta kejahatan, baik dalam lingkup pribadi maupun kolektif

Keselamatan dalam PL

  • Paska (Ibr: pesakh) yang artinya melewatkan, menyelamatkan (Kel 12:1-28, 14:15-31
  • Diawali dengan kematian anak sulung, dan keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir

- darah anak domba menjadi sesuatu yang penting di sini

- ada tokoh pembebas: Musa

(tapi khusunya dalam rancangan Allah sendiri (Kel 15:1-21)

Keselamatan dalam PB

  • keselamatan sebagai pembebasan dari dosa dan maut (Mar 1:5, Rm 5:12-7:25)
  • diawali dengan kematian (anak sulung/ tunggal) dan kebangkitan Yesus

- darah tetap punya peran penting

- tokoh pembebasnya adalah Allah sendiri melalui Yesus Kristus

Keselamatan mencakup:

  • PEMBENARAN = JUSTIFICATION

- Anugerah penyelamatan berupa pembenaran, membuat manusia berkenan di hadapan Allah

- merupakan hasil dari anugrah Allah yaitu iman kepada Kristus dan bukan usaha sendiri (Rm 1:17; 9:30-31; 3:28; Gal 2:16)

- Allah punya kuasa untuk menentukan siapa yang dibenarkan /pun untuk membenarkan seluhuh manusia (Rm 3:9-12)

  • PENEBUSAN = REDEMPTION

Karya Allah yang membebaskan kita dari perbudakan dosa dan kejahatan, kasih yang dapat mengubah hati manusia

  • PEMBEBASAN => dari perbudakan Mesir Kel 15:1-21

ð dari pembuangan Babilonia Yes 41:14

ð dari kuasa kejahatan melalui kuasa Kristus kol 1 :13-14

  • PENYUCIAN => pembersihan dari kesalahan 1 Kor 6:11

Keselamatan kita kini....

  • Diperoleh dari kematian dan kebangkitan Kristus
  • Mengapa harus mati? Upah dosa = maut (Rom 6:23), semua orang akan mati tubuhnya dan bukan jiwanya. Kematian disini lebih kepada kondisi yang menyakitkan, menyiksa dan menyedihkan.
  • Mengapa harus bangkit? Dengan kebangkitan berati kuasa maut telah dikalahkan. Maut tidak lagi punya kuasa atas Yesus (Rom 6: 9)
  • Diperoleh juga dari karya Kristus di dunia => teladan Luk 3: 18-19

- karena keselamatan mencakup: pembebasan (dari kemiskinan, kemelaratan, kelaparan), kesembuhan (penyakit), pelepasan (roh jahat, manusia lama), pengampunan Mark 2:1-12, perubahan hidup (pertobatan = marturia)

Syarat:

  1. Jadi orang yang dibenarkan: dengan iman kepada Kristus, Allah. Jadi orang percaya sekaligus mempercayakan diri.
  2. Jadi orang benar: Mat 7:21, 12:50, dengan mengikuti teladan Yesus

PENTING:

    • Memeluk agama Kristen tidak menyelamatkan, karena agama buatan manusia, bukan buatan Allah. Masih penih dengan kelemahan dan tidak dapat menjadi kebenaran yang mutlak!!
    • Kristen BUKAN agama, tapi perilaku!
    • Istilah kristen muncul pada jemaat mula-mula, yang menyatakan diri sebagai pengikut (ajaran) Kristus
    • Yesus datang bukan untuk menyelamatkan orang Kristen tapi seluruh dunia Yoh 3: 16, yang mau mengikuti teladan hidupnya.

The Philosophy Of Ministry

Konsep pelayan adalah konsep yang sebenarnya ada sejak perjanjian Lama dan bukan perjanjian baru. Pelayanan timbul karena ada konsep pelayan, hamba, budak.

Pelayan

1. Orang yang melayani secara pribadi atau secara rohani, seperti yang dilakukan Markus kepada Paulus (Kis 13: 5) atau yang dilakukan para imam pada mesbah bit Allah. Sejauh suatu negara berfungsi sebagai abdi Allah, maka para pejabadnya dapat disebut sebagai pelayan Allah. Paulus sendiri menjadi pelayan ketika ia mengumpulkan persembahan bagi jemaat di Yerusalem. Dan tentunya Yesus sendiri adalah teladan dalam menjadi pelayan, karena Ialah yang dapat disebut sebagai pelayan

PL: Sharath= To serve, minister. Pada awalnya memiliki arti sangat rendah, karena diidentikan dengan budak belian, atau budak peperangan, mereka disamakan dengan benda, bukan manusia, dapat diperjual belikan, dapat dibunuh, karena yang memiliki hak hidup bukanlah diri mereka sendiri melainkan tuannya. Mereka boleh diperlakukan dengan cara apapun. Kehidupan hamba (ebed: slave) sendiri akhirnya diidentikan dengan penderitaan, itulah yang sebenarnya nampak dari hidup Yesus=> hamba Allah yang menderita (Ebed Yahweh= Yesaya 42: 1-9)

PB: diakonos= orang yang dipanggil untuk melayani, orang yang sepenuhnya diserahkan untuk menjadi pelayan Tuhan. Pada kemudian hari, istilah pelayan atau hamba tidak lagi diidentikan dengan penderitaan seperti yang dirasakan oleh para budak belian. Istilah hamba lebih dipahami sebagai orang yang tidak memiliki hak resmi, yaitu ketika hidupnya diserahkan untuk pelayanan Allah.

Konsep pelayanan ini memang telah berubah total dari pemahaman yang kita dapat di perjanjian Lama. Perjanjian Lama memang terikat pada hukum Taurat yang memiliki pemahaman tentang hamba dan budak yang cukup tegas. Seorang hamba benar benar menjadi milik tuannya dan tidak memiliki hak apapun atas dirinya sendiri. Ketika ia dibeli oleh tuannya, maka hak hidupnyan sekalipun jatuh kepada tuannya. Konsep ini terus dibawa dan dikaitkan dengan konsep dosa, ketika manusia menjadi hamba dosa, maka ia terikat oleh dosa, yang tidak memberikan dirinya kesempatan untuk memilih apapun. Ia akan terus berada di bawah kuk dosa => Matius 11: 29. dalam perjanjian baru, konsep ini diperbaharui oleh Kristus oleh kematianNya. Walaupun konsep hamba, pelayan tetap melekat padanya tapi konsep ini telah mengalami perubahan yang signifikan. Kuk, tetap digunakan sebagai tanda perhambaan dan pelayanan, oleh karena itu kita tetap dipanggil sebagai hamba Tuhan, pelayan Tuhan, dan bukan pelayan atau hamba atas diri kita sendiri. Perubahan nyata nampak pada:

  1. pelayanan sebagai panggilan dan bukan paksaan. Ketika status kita berubah dari hamba dosa menjadi hamba Allah, secara tidak langsung mengubah hak kita sebagai hamba. Dosa mengikat manusia begitu rupa, berbeda dengan dosa, Allah memberikan kita kebebasan walaupun kita kini telah menjadi hambaNya. Oleh karena itu pelayanan disebut panggilan. Setiap orang yang mengenal Allah dan telah dibeli oleh Allah, diajak atau dipanggil untuk melayani. Bila konsep hamba pada PL masih berlaku maka, kita secara otomatis menjadi pelayan Allah. Kita tidak diberi pilihan untuk mengatakan tidak atas panggilan kita. Kini kita diberikan pilihan, kebebasan untuk menerima atau menolak panggilan yang diberikan oleh Allah. (Mat 22: 14; Rom 1:1; Rom 1:6; etc) Mengapa pelayanan menggunakan kata panggilan? Untuk menjadi pelayan dibutuhkan panggilan? Karena Allah melihat hati dan bukan hanya yang nampak di hadapan mata. Allah tidak ingin mereka yang dipanggilNya sungguh-sungguh mau melakukan panggilan itu dengan sukacita dan bukan karena dipaksa atau karena ketertekanan.
  2. pelayanan sebagai anugerah. Bila pada awalnya seorang budak dipaksa untuk bekerja, untuk melayani tuannya. Maka kini pelayanan yang kita lakukan sebenanrnya bukan paksaan, karena posisi kita tidak lagi di bawah (di kaki), tapi diangkat menjadi anak (2 Kor 6:18; Ef 1:5). Tentunya posisi anak lebih dari hamba, budak pembantu. Walaupun konsep anak pada budaya Yahudi adalah tetap kepunyaan Bapanya, dan seorang Bapa memiliki hak penuh terhadap anak-anaknya. Yang berbeda adalah konsep Bapa. Bapa bukan hanya Tuan (yang berhak), namun seorang Bapa akan selalu memberi yang terbaik bagi anak-anaknya. Bukan asal memerintah tapi mempertimbangkan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya demi kebahagiaan, kemajuan, kedewasaan...anak-anaknya. Ia mengetahui kebutuhan anak-anaknya dan mengindahkan kebutuhan itu. Ia mengenal anak-anaknya dan mengetahui kesalahan yang dibuat anak-anaknya, sehingga ia dapat memberikan yang terbaik dan membawa anaknya menjadi lebih baik. Ketika kita dipanggil sebagai pelayan, maka kita sebenarnya diberi anugerah dalam arti kesempatan untuk dapat menjadi anak sekaligus rekan sekerja Allah (1 kor 3:9; 2 kor 6:1)

Realita:

  1. karena konsep pelayanan mengalami perubahan yang luar biasa menjadi suatu anugerah yang bebas namun bertanggung jawab, banyak orang Kristen yang salah memaknai ulang panggilannya itu. Allah memang memberikan kebebasan kepada manusia untuk menanggapi panggilan yang diberikanNya, namun Ia tetap meminta yang terbaik bukan yang asal-asalan (Lukas 10:42; Im 6:20; Kej 43:11) Ketika kita melihat panggilan melayani sebagai anugerah, maka kita juga akan memberikan yang terbaik sebagai persembahan kita kepada Tuhan. Mengapa Tuhan ingin yang terbaik dari kita? Karena Tuhan telah memberikan yang terbaik bagi kita (Maz 81:16, 147:14; Yeh 16:19; Luk 15:22), termasuk dengan memberikan seluruh hidupNya bagi kita.
  2. Pelayan dalam gereja berubah menjadi aktivis. Istilah aktivis tentunya bukan sesuatu yang asing di telinga kita, daari aktivis lingkungan, HAM, perempuan hingga aktivis gereja. Apa benar gereja butuh aktivis? Apa sih aktivis itu? Apakah dalam gereja memang dikenal istilah aktivis? Pelayan bukanlah aktivis. KBBI: aktivis: orang yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan di organisasinya, orang yang menggerakkan (demonstran). Pelayan: orang yang membantu menyiapkan apa yang diperlukan, menerima. Orang yang bersedia disuruh-suruh, siap diperintah dan disuruh. Berdasarkan semantik, aktivis tidak sama dengan pelayan. Aktivis lebih erat kaitannya dengan kuasa, yang menggerakkan, mendorong, dan sering kali dengan cara yang radikal atau ekstrim. Sedangkan pelayan sesungguhnya erat dengan kerendahan hati, kesungguhkan, kelemahlembutan, dan pemberian diri secara total. Yesus tidak pernah menjadi pengerak dalam arti menjadi orator, aktif dalam segala kegiatan, ikut serta dalam oraganisasi, lembaga dan lain sebagainya, tapi Yesus membawa perubahan melalui apa yang dilakukanNya, dikatakanNya. Itulah makna pelayan sesungguhnya ketika seseorang mampu membawa perubahan (positif tentunya) melalui apa yang dilakukannya

Senin, 23 Februari 2009

MENGASIHI

Yohanes 3:16, 1 Yoh 4:7

pertanyaan:

  1. apa itu mengasihi?
  2. mengapa kita perlu mengasihi?
  3. apa yang bisa kita lakukan untuk membuktikan kasih kita kepada orang lain?

Bila saya bertanya pada anda, apakah anda telah menjadi orang yang penuh kasih? Apakah anda telah menjadi orang yang saling mengasihi? Apa jawaban anda? Mungkin banyak dari kita yang merasa bahwa kita adalah orang yang penuh kasih, kita mengasihi orang tua kita, adik kakak, sahabat2. Tapi bagaimana dengan orang-orang yang tidak kita kenal, yang tidak pernah hadir di dalam kehidupan kita? Itulah buktinya bahwa banyak dari kita tidak mengerti dengan benar apa arti mengasihi.

Kata ‘mengasihi’ mungkin bukan kata yang asing di telinga kita. Dari sejak kita taman-kanak-kanak kita diminta untuk saling mengasihi satu dengan yang lain. Masuk Sekolah Dasar, sekolah minggu, kita juga diajarkan untuk saling mengasihi, begitu terus hingga kita dewasa. Bertahun-tahun, bahkan belasan hingga puluhan tahun kita senantiasa diajar tentang bagaimana kita harus mengasihi, tapi sudahkah kita memahami apa arti mengasihi dengan benar. Jauh lebih mudah untuk mengajarkan perkalian dan pembagian kepada seorang anak dari pada mengajarkan bagaimana kita seharusnya mengasihi. Mengapa? Karena memang sesungguhnya mengasihi mtidak semudah mengalikan atau membagikan angka-angka. Bukan sesuatu yang dapat dimengerti hanya dengan menghafal, karena mengasihi tidak hanya membutuhkan logika namun terutama membutuhkan hati.

Namun sebelum kita berbicara lebih jauh tentang mengasihi, Apa sih mengasihi itu sebenarnya? Dalam perjanjian Lama kasih dikenal dengan kata ‘ahev’ yang sebenarnya artinya sangat luas, menyangkut yang insani dan yang ilahi, sebagai ungkapan yang paling dalam dari seorang pribadi sekaligus menyatakan hubungan yang akrab dan dekat. Pada dasarnya kasih adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan yang mendatangkan kegembiraan dan bukan hanya sekedar perasaan sayang.

Kasih bukan cinta loh!! Mengasihi tidak sama dengan mencintai. Kadang manusia hanya bisa mencintai dan bukan mengasihi. Cinta datang dari manusia dan hanya ada pada manusia. Oleh karena itu cinta terbatas... cinta dibatasi oleh indera manusia, oleh mata kita. Seseorang dapat mencintai bila ia melihat seseorang yang mampu menarik perhatiannya dan berkenan kepada penglihatannya. sedangkan kasih datang dari Allah, Allah yang tidak terbatas, Allah yang tidak dapat dibatasi, dan Allah yang mengasihi tanpa batas. Kasih adalah Allah itu sendiri, dan kasih ada jauh sebelum manusia ada. Jadi, mengasihi bukanlah tindakan yang berasal atau merupakan inisiatif manusia. Mengasihi adalah tindakkan Allah dan inisiatif Allah kepada manusia. Kita tidak akan pernah bisa mengasihi tanpa Allah di dalam kita karena kasih adalah sifat dasar Allah dan bukan kita.

Bagaimana kasih Allah itu sesungguhnya? Yoh 3: 16 menjadi saksi kasih Allah. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”:

  1. besar. Mengapa Kasih Allah dikatakan besar? Apakah ada yang bisa mengukur kasih Allah? TIDAK!! Tidak ada alat ukur yang bisa mengukur kasih Allah. Mengapa? Karena Allah tidak terbatas, bahkan kasih Allah tidak bisa dilukiskan oleh bahasa manusia karena bahasa manusia terbatas. KJV menggunakan istilah “so love the world” yang artinya ‘sangat’. Kasih Allah itu tidak pernah dapat di lukiskan. Tinta sebanyak air di lautan manapun tidak akan mampu melukiskan kasih Allah dalam hidup kita. Besar disini juga bukan hanya soal banyaknya yang tidak terbatas dan tidak berkesudahan, namun juga tidak terbatas kepada golongan, ras, kelompok tertentu, tapi kepada....
  2. dunia. (kosmos (harafiah)= jagad raya, bukan hanya dunia kita, namun juga galaksi planet lain) dunia yang tidak kita huni sendiri, dunia yang pada awal diciptakannya tidak ada pengkaplingan, tidak ada batasan, tidak ada diskriminasi, dan tidak ada kompartementalisasi. Dunia yang dijadikan Allah adalah dunia yang bebas... bebas untuk ditinggali siapa saja, bagi suku apa saja, dari golongan apa saja dan dengan status apa saja. Termasuk kepada orang-orang yang dianggap ‘penjahat’ oleh dunia apa buktinya? Matahari dan udara yang sama masih bisa dinikmati bersama... bukankah itu bukti khesed (kasih setiaNya). Dunia juga berati keutuhan ciptaan, bukan hanya manusia, namun juga alam, hewan, tumbuhan yang Ia ciptakan. Sayangnya kita manusia hanya bisa merusak kasih Allah dengan menyalahgunakan kepercayaan yang telah dianugerahkan kepada kita sebagai ‘penguasa’ atas bumi.
  3. memberi diri. Kasih Allah itu memberi diri, bukan hanya ingin diberi atau hanya memberi materi, tapi memberi segalanya, termasuk mengorbankan harkat, martabat, tubuh, darah hingga nyawa. mengasihi bukan memberi dari kelebihan, namum memberi dari keterbatasan, dan memberi sesuatu yang bagi manusia sewajarnya dipertahankan. Dan untuk mengasihi itu Allah tidak mengeluh... tidak menyalahkan manusia... tapi melakukannya dengan hati. Hingga penyesalan yang sering kali ada di hati manusia ketika ia harus memberi lebih, tidak pernah ada di hati Allah. Ia melakukannya dengan ketulusan, kerelaan dan bukan untuk menunjukkan bahwa Ia hebat dan berkuasa, apalagi dengan keterpaksaan.
  4. untuk kebaikan. Bukan mengasihi namanya bila digunakan untuk mengumbar nafsu atau untuk memperoleh keuntungan lebih atau untuk mendapatkan eksistensi dari komuniatas. Mengasihi adalah ketika kita mampu melakukan suatu aksi untuk kebaikan orang loain, walaupun itu membawa sesuatu yang tidak baik untuk diri kita sendiri atau dengan kata kekristenanannya adalah tidak ada kasih tanpa pengorbanan. Ya pengorbanan!! Bukan mencari keuntungan. Sulit? Ya!! Berapa banyak manusia yang suka berkorban, sama saja manusia yang ketika harus mengeluarkan uang maka ia akan berkata Puji Tuhan!! Saya tidak berani menggunakan kata: tidak ada, karena dengan itu saya membatasi karya Tuhan yang besar dalam diri manusia ciptaanNya. Hanya saja kita diperhadapkan dengan realita manusia yaitu sifat dasar kedagingan itu sendiri.

Kasih itu bukan hanya sekedar kata, tapi tindakan nyata. Kasih bukan hanya memberi, tapi memberi yang terbaik. Kasih bukan hanya aksi yang didasari dengan arogansi dan egoisme diri tapi aksi yang hadir dari kesederhanaan dan pembebasan.

Yesus hadir di dunia bukan semata untuk membawa keselamatan bagi kita yang percaya, namun terutama untuk meruntuhkan beragam tembok yang telah dibuat oleh manusia. ‘He is the limit breaker’ Dia memecahkan segala penghalang, dan meruntuhkan pembatas.

Bagi kita mengasihi bukan hanya tugas dan tanggung jawab atau panggilan, namun juga ciri sebagai anak-anak Allah. Seseorang yang lahir dari Allah seharusnya mampu mengasihi dan orang yang mampu mengasihi berarti juga mengenal Allah sebagai sumber dan kasih itu sendiri. Maka mengasihi segharusnya telah menjadi sifat dasar dari anak-anak Allah dan bukan ada karena tntutan apalagi dipaksakan.

Sayangnya, karena memang mengasihi tidak dapat dilakukan bila kita tidak pernah mengundang Allah untuk benar-benar hidup dalam segenap kehidupan kita sebagai manusia, banyak dari manusia yang mengaku sebagai anak-anak Allah, tidak mampu mengasihi. Ingin belajar mengasihi dengan sungguh? Undang Allah untuk hidup dan menguasai hati kita. Maka kasih Allah yang tanpa batas, dan yang membebaskan itu akan benar-benar hadir dan memenuhi hidup kita dengan alirannya yang tidak pernah berhenti. Tentu tidak hanya mengunadang Allah untuk hadir namun juga hidup bersamaNya, denganNya, untukNya dan dalam kasihNya.... Amin

Selasa, 17 Februari 2009

Agape –Daniel “Hidup Yang Memuliakan Allah”


Nats : Dan 2: 1-21

Pertanyaan:

- Orang seperti apakah daniel?

- Hal apa yang dengan jelas menunjukkan kasih setiannya kepada Tuhan?

- Apa yang membuanya memiliki kasih yang demikian?

Pertanyaan pertama bagi kita semua adalah, apa yang akan kita lakukan bila suatu saat nanti kita diancam untuk dibunuh karena iman kita kepada Tuhan.... apa yang akan kita lakukan bila suatu saat rumah kita didatangi orang bersenjata yang menghunuskan senjatanya kepada orang terkasih kita dan mengancam untuk membunuh bila kita tidak menyangkal Yesus? Teror yang sesungguhnya mungkin belum dapat kita rasakan kini. Tapi bila hal tersebut terjadi dalam hidup kita apa yang akan kita lakukan, mencari cara untuk keluar dari msalah dengan cara aman atau bersedia diperhadapkan dengan segala kemungkinan terburuk yang mungkin akan menghantui seumur hidup kita.

Hari ini kita diperhadapkan pada pertanyaan yang tidak bukan hanya untuk direnungkan tapi terutama untuk dijawab. Percaya atau tidak jawaban itu, mungkin akan berubah, ketika kita mengalami secara langsung peristiwa yang mengandung teror tersebut. Dan perubahan itu tergantung... tergantung pada apa? tergantung pada apa yang menurut anda layak untuk dipertahankan dan layak untuk dilepas.

Hari ini kita akan belajar dari Daniel, dan apa yang menurutnya layak untuk dipertahankan dan yang dilepasnya

1. Melalui pembacaan hari ini kita melihat apa yang dihadapi Daniel. Ia tidak hanya diperhadapkan pada persoalan hidup, ataupun pergumulan, namun dengan kematian. Siapa dari kita yang tidak takut mati? Mungkin masih banyak yang berkata TIDAK TAKUT. Tapi bila pertanyaannya diganti dengan: “ Siapa yang tidak takut mati dengan cara dipancung atau dibakar hidup hidup? “, akan berbeda bukan jawabannya? Ya tentu saja... karena kita berpikir bahwa semua orang akan mati, suatu saat ketika kita tua kita akan mati. Ya...meninggal di atas tempat tidur empuk dikelilingi oleh orang terkasih atau paling tidak meninggal di rumah sakit karena penyakit komplikasi, akibat tidak mampu menjaga kesehatan tubuh. Tapi untuk mati dipancung, ditembak ataupun dibakar, tidak akan pernah ada di benak kita. Daniel abdi Allah itu diperhadapkan dengan kematian, kematian yang datang dengan pemberitahuan resmi dari raja Nebukadnesar. Menurut anda layakkah Daniel mempertahankan hidup? LAYAK! Seorang hamba Allah akan belajar melihat hidup sebagai sesuatu yang berharga, yang layak dipertahankan... karena hidup adalah kesempatan untuk mengabdi dan membuktikan kasih kita kepada manusia dan Allah (Mati adalah keuntungan dan hidup adalah bagi Kristus) namun apa yang dilakukannya untuk mempertahankan hidup yang menurutnya layak untuk dipertahankan? Ia tidak melarikan diri seperti pengecut, Ia tidak menipu, tidak bermain akal-akalan atau sebaliknya ia juga tidak mengumbar diri sebagai orang yang kuat, beriman, dan ‘seakan’ yakin 100 % Tuhan akan menyelamatkan hidupnya. Tapi (ay 14-16) dengan cerdik dan bijaksana ia mempertahankan hidup yang berharga itu. Cerdik bukan licik, bijaksana dan bukan serampangan!! Tidak mudah menjadi orang yang cerdik sekaligus bijaksana... lebih banyak orang yang licik sekaligus serampangan, apalagi bila ia harus mengambil keputusan sambil dikuasai oleh ketakutan dan keputusasaan. Daniel bukan orang yang bebas dari rasa TAKUT, tapi ia mampu mengendalikan rasa takut itu serta membiarkan Allah hadir dalam hati dan pikirannya, yang memampukan ia memiliki hikmat di dalam keterbatasannya. Apa buktinya? Ia minta diberi waktu, sekali lagi bukan untuk melarikan diri, tapi untuk mencari hikmat dan kehendak Allah.

2. Tentu Allah bukan Allah yang suka berdiam diri dan tidur... Ia Allah yang peduli kepada apa yang dihadapi manusia. Ia tahu persis bahwa Daniel membutuhkanNya, dan Ia membuktikan kasih setiaNya kepada Daniel melalui penglihatan, yang tidak hanya membuatnya selamat, namun juga mermbuatnya menjadi orang yang begitu dimuliakan dan berkuasa di negeri itu.

Rekan-rekan yang terkasih dalam Tuhan, apa yang kita baca hari ini hanyalah sekelumit dari pergumulan cinta Daniel kepada Allah dan cinta Allah kepadanya. Daniel mampu mencintai Allah bukan karena ia mampu mencintai Allah dengan kekuatan dan hikmatnya sendiri. Ia mampu mencintai Allah karena Allah terlebih dahulu melimpahkan KHESED (kasih setia)Nya kepada Daniel...

Tak kenal maka tak sayang... Allah tidak akan sayang kepada kita bila Ia tidak mengenal kita. Karena Ia sungguh mengenal kita maka Ia tahu benar apa yang kita butuhkan dengan juga segenap kelebihan dan kekurangan kita sebagai manusia. Bagaimana Ia mengenal kita? Ia menciptakan kita, Ia yang membentuk kita dalam rahim ibu kita dan Ia pula yang menumbuhkan kita hingga menjadi manusia yang mampu berkreatifitas sekarang ini. Menajdi pemuda dan pemudi yang penuh gairah dan semangat.

Tentu ungkapan tersebut juga berlaku bagi kita.... tak kenal maka tak sayang. Tanpa mengenal Tuhannya, Daniel tidak akan pernah sayang pada TuhanNya. Pun, sekali lagi daniel mengenal Tuhannya bukan karena ia mampu mengenal Tuhannnya. Namun karena Allah yang berkenan memperkenalkan diriNya kepada Daniel. Siapakah kita manusia berusaha untuk mengenal Allah? Kita ini hanya manusia terbatas yang ingin belajar dan mengenal Allah yang tidak terbatas.... hasilnya pengenalan kita tentang Allah terbatas oleh cara pandang, dogma dan ajaran, pendapat, buku hasil pergumulan manusia lainnya yang juga terbatas.

Dengan kesadaran bahwa tidak ada manusia yang tidak terbatas... sepatutnya kita mencari Dia yang tidak terbatas, dan bukan dengan paksa, namun dengan meminta kemurahanNya untuk memberi kita sedikit saja dari hikmatnya yang tak terbatas. Mengapa harus dengan kemurahanNya? Karena Allah memberi kita hikmatNya bukan karena kita layak mendapat hikmatNya, namun karena Ia berkenan memberinya. Caranya...bangun relasi denganNya... hingga permintaan kitapun selaras dengan kehendakNya. Tanpa relasi... akan seperti : seorang asing yang tiba-tiba masuk rumah kita dan minta dihidangkan berbagai macam makanan. Kitaq tidak mungkin meminta dari orang yang tiak kita kenal kan? Namanya tidak tahu malu... tapi itulah kita kebanyakan... yang lebih suka meminta tanpa berelasi. Datang bila butuh dan pergi ketika merasa kebutuhannya telah terpenuhi. Tuhan bukan pelayan toko atau pelayan pasar swalayan yang kita datangi ketika kita membutuhkan sesuatu, yang akan melayani kita senantiasa tanpa kita mengenalnya sekalipun, walaupun tanpa mengenalNya kita akan tetap menerima kasihNya.

Namun karena Daniel mengenal siapa Allahnya, dan apa yang telah dilakukan Allahnya dalam hidupnya. Saya rasa tidak perlu lagi saya mengungkapakan apa yang telah dilakukan Allah dalam hidup kita dan hidup Daniel. Ia tahu hanya Allah yang mampu memelihara dan mempertahankan hidupnya, bahkan Allah sendirilah sumber hidupnya. Pengenalan itulah yang menjadikan ia menjadi orang yang bersandar penuh kepada Allah. Tidak hanya bersandar, lebih dari itu ia memberikan hidupnya untuk dipakai dengan luar biasa oleh Tuhan. Berarti ia membiarkan hidupnya dikuasai sepenuhnya oleh Allah. Karena baginya Allah bukan sekedar Allah yang mengetahui kebutuhannya namun juga menjadi Allah yang memberinya kekuatan, inspirasi, dalam menjalankan hidup. Bersama Allah apapun dapat dilakukan dan dilalui. Oleh karena itu yang berharga dan layak dipertahankan bukan hanya hidup yang adalah anugerah Allah, tapi terutama Allah itu sendiri yang berkenan memberikan kita kehidupan.

“dont u ever say: hey God ia have a big problem,

but instead,

hei problem i have a big God

Bukanlah hanya sekedar ungkapan atau SMS belaka tapi inilah yang menjadikan hidup Daniel penuh kasih Allah sekaligus menjadi orang yang dikasihi Allah

Bila Daniel mau mengandalkan Allah dalam seluruh hidupnya, bagaimana dengan kita? Kembali pada pertanyaan awal... bila suatu saat nanti cinta kita diuji seperti cinta Daniel diuji, apa jawab kita? amin

Kamis, 12 Februari 2009

Aku Percaya Allah Menolong

2 Raja-raja 5:1-14

Mazmur 30

1 Korintus 9: 24-27

Markus 1: 40-45

Pertanyaan:

- mengapa manusia butuh pertolongan?

- Pertolongan seperti apa yang dibutuhkan manusia?

- Mengapa Allah, bukan yang lain?

Melihat waktu yang berjalan begitu cepat dengan segala kompleksitasnya, tanpa terasa kita juga mulai melihat kebutuhan manusia yang semakin bertambah banyak dan mulai memperlihat pergeseran yang cukup signifikan. Beberapa tahun yang lalu kebutuhan manusia hanya berkisar pada kebutuhan sandang, pangan, dan papan, kini teknologi juga menjadi kebutuhan yang perlu dipenuhi. Handphone bukan lagi menjadi barang mahal yang menjadi prioritas ke sekian, sebaliknya banyak orang berlomba-lomba memiliki barang kecil yang multifungsi ini. Dari tukang sayur, tukang bajaj, penjual jamu, hingga kenek angkutan umum memiliki barang yang 10 tahun yang lalu masih dianggap barang mewah.

Kebutuhan manusia juga tidak hanya berkisar materi dan jasmani, tapi juga yang menyangkut rohani dan spiritual. Ketika kebutuhan jasmani tidak terpenuhi, banyak dari manusia yang mencoba melarikan diri dengan cara mencari sensasi rohani, bukan kebutuhan rohani yang biasa, tapi kebutuhan rohani yang spektakuler... siapa yang tidak tahu dukun cilik Ponari ? seorang anak yang tiba-tiba menajdi dukun terkenal yang spektakuler. Ketika manusia sudah tidak mendapatkan kepuasan dari dunia medis, mereka berbondong-bondong pergi mencari pengobatan alternatif yang cenderung mistis. Bahkan untuk saling gencet dan saling menghilangkan nyawapun mereka lakoni untuk mendap[atkan kesembuhan, yang belum tentu ada dan nyata. Apakah ini fenomena? Ya fenomena yang menunjukkan realitas masyarakat kita dewasa ini. Ketika kebutuhan tidak lagi mampu terpenuhi, maka manusia akan mencari cara pemenuhan yang tidak lagi realistis, bahkan cenderung irrasional.

Dalam jangka waktu 10 tahun saja, perubahan yang luar bisa dapat kita lihat di dunia sekeliling kita, namun masih ada kebutuhan manusia yang tidak berubah yaitu kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Manusia akan selalu didesak dengan beragam kebutuhan dan tuntutan jaman yang ada, di sisi lain manusia juga memiliki kebutuhan untuk mengisi kekosongan dalam jiwa. Namun kebutuhan ini jauh lebih sulit untuk dipenuhi, karena banyak lembaga keagamaan (termasuk gereja di dalamnya masa kini) yang kehilangan ‘ROHNYA’. Misalnya: gereja tradisional mulai kehabisan cara untuk memenuhi kebutuhan jemaat akan kuasa dan hadirat Allah. Di sisi lain banyak gereja yang mencoba memenuhi kebutuhan tersebut hanya dengan ritual belaka, manifestasi palsu, berbagai macam demonstrasi, seakan-akan melalui itu semua kebutuhan manusia akan terpenuhi. Tidak mengherankan bila di kemudian hari kuasa Tuhan hanya dibatasi dalam acara yang spektakuler. Kalau begitu apa bedanya kuasa Allah dengan demonstrasi sirkus atau sulap?

Dan fenomena ini tidak hanya ada pada masa modern seperti sekarang ini, namun telah ada sejak jaman para nabi, kali ini khususnya pada masa nabi Elisa. Yang dilakukan oleh Elisa memang tidak sespektakuler yang dilakukan oleh nabi terdahulunya Elia. Dalam bacaan kali ini Elisa malah nampak tidak melakukan apa-apa selain memberikan Naaman perintah untuk membasuh dirinya di sungai Yordan sebanyak 7 kali. Naaman menjadi gusar dan marah (11), karena baginya akan lebih menyenangkan dan mudah, bila Elia hanya mamanggil Allah lalu menggerak-gerakkan tangannya dan membuatnya menjadi sembuh.... yah ternyata di jaman yang belum se-instan seperti sekarang, Naaman juga suka yang instan. Ia suka yang cepat, kalo bisa pake sim salabim mengapa tidak... apalagi ia adalah seorang panglima Raja dan orang terpandang di negerinya.

Apa yang bisa kita pelajari dari kisah naaman ini?

  1. Naaman memiliki sakit penyakit yang dianggap sebagai sesuatu yang dianggap najis dan mencemarkan pada masa itu. Orang yang memiliki penyakit kusta diharuskan menghadap imam untuk menunjukkan dirinya. Dan hanya imam yang berkuasa mengatakan ia najis atau tahir. Dan ketika ia disebut najis maka ia akan disisihkan dari komunitasnya, agar tidak mencemari yang lain. Harapannya untuk dapat segera menajdi tahir pupus... ketika ia malah disuruh untuk membasuh dirinya di Sungai Yordan. Sungai Yordan pada masa itu bukan sungai yang memiliki aliran air yang tenang dan jernih. Sungai Yordan memiliki debit arus terbesar di seluruh Palestina dan yang terus menerus mengalir sepanjang tahun. Selain itu karena Sungai Yorda menjadi muara dari begitu banyak sungai yang pengalir di Plestina, bisa kita bayangkan bersama betapa kotornya air sungai itu... oleh karena itu Naaman berkata” bukankah masih ada sungai yang lebih baik dari sungai ini di Damsyik?” Apa jadinya bila ia harus memabasuh diri di sungai yang arusnya begitu deras... sama saja dengan menantang maut? Siapa yang mau? Siapa yang mau menolong dan memastikan dengan begitu ia akan menjadi tahir? Bisa-bisa ia ditemukan tinggal jasad, karena terbawa arus sungai. Belum lagi air yang kotor, bisa-bisa membuatnya semakin sakit dan menambah penyakit kulit yang baru. Dalam kehidupan kita kita juga sering kali berlaku seperti Naaman... kita lebih suka meminta Tuhan untuk segera memenuhi keinginan kita daripada harus menaati terlebih dahulu perintahNya yang terkadang menyusahkan, membuat kita tidak aman, membuat kita menderita dan harus menanggung beragam resiko. Kita memilih untuk menggerutu bahkan mencari jalan lain yang lebih mudah.
  2. Naaman diminta untuk membasuh dirinya sebanyak 7 x.. bagi orang yahudi angka tujuh merupakan angka yang sempurna, angka yang tidak berkesudahan. Mungkin anda ingat akan perkataan Yesus soal pengampunan.. kita diminta untuk mengampuni sebanyak 70 x 7 x... bukan soal 490 kali... tapi bahwa pengampunan itu tidak terhingga. Begitu juga ketika kita meminta kepada Tuhan...mintalah dengan sungguh tanpa menyerah. Jangan sampai karena merasa tidak dihiraukan, kita manusia kemuudian lebih memilih untuk meninggalkan Tuhan dan mencari tuhan yang lain. Mengikut Tuhan itu tidak mudah... Yesus tidak pernah mengatakan bahwa dengan mengikutNya, hidup kita akan selapang lapangan bola, atau selurus jalan yang baru saja diaspal. Mengikut Tuhan adalah berjalan dalam hutan belantara namun tetap dapat keluar darinya dengan keselamatan yang penuh. Jangan pernah berhenti memohon, dan jangan pernah berhenti berusaha untuk melakukan yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita. Bila Tuhan berkata “ sabarlah...” ya sabar... bila Tuhan berkata “ tekunlah...” ya tekun... dan jika Tuhan berkata “ tunggu...” ya hendaklah kita melatih diri untuk menunggu. Mengapa manusia terkadang lebih taat kepada manusia lain dari pada kepada Tuhan? Apakah karena Tuhan ‘lama’ dalam menepati janjiNya? Atau jangan-jangan karena sesungguhnya kita tidak beriman kepadaNya. Setiap orang yang mengenalNya dengan benar akan mengetahui dengan pasti bahwa Allah memang tidak pernah mengecewakan, bahwa Allah adalah tujuan hidup, bahwa Allah adalah GOL dari seluruh perjuangan kita di dunia.

Mencoba untuk memenuhi kebutuhan adalah sama seperti berlomba untuk mendapatkan kemenangan. Itulah makna ungkapan Paulus dalam Korintus 9:24-27. Sesungguhnya setiap manusia sedang berada dalam gelanggang pertandingan. Yang membedakannya hanya tujuan akhirnya... mahkota fana atau abadi? Bila kita menginginkan mahkota abadi itu menjadi milik kita maka berjuanglah hingga akhir... tidak hanya itu.... berjuanglah dengan segala peraturannya... jangan curang...jangan mau menang dengan cara yang tidak benar. Ikutilah aturannya, latihlah tubuh dan iman kita untuk bisa memenangkan perlombaan dengan ketekunan dan kesungguhan seperti yang Tuhan inginkan.

Saudara yang terkasih dalam Tuhan. Tuhan tidak pernah tertidur...Ia tidak pernah terlelap dan tidak pernah lalai. Ia adalah Tuhan yang senantiasa memenuhi apa yang kita butuhkan... yang memang bukan selalu yang kita inginkan. Berharap kepadaNya adalah laksana berharap kepada kepastian dan bukan hanya manifestasi atau ekstasi yang timbul dari kekosongan hati terhadap pengharapan palsu.

Iman seperti apa yang kita butuhkan? Iman yang bukan hanya mampu berkata: “Kalau Kau mau Engkau dapat mentahirkan aku” tapi iman yang mau “berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya” berlutut tidak hanya bentuk dari permohonan, tapi terutama merendahkan diri. Kenapa? 1 pet 5: 6 “Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.”...karena Tuhan akan memenuhi segala kebutuhan kita tepat pada waktunya... Amin

Semua Orang Sama di Mata Tuhan

Ef 4:20-32 dan Titus 3:2

Manusia mana yang suka dibanding-bandingkan dengan orang lain, apalagi ketika mereka dibandingkan dengan cara yang tidak membangun alih-alih meremehkan atau bahkan untuk saling menjatuhkan. Bila orang tua kita mengatakan “Lihat tuh temen kamu kan bisa dapat nilai baik, masa kamu tidak bisa segini-segini aja nilainya?”, apa rasanya? Biasanya pertanyaan atau lebih tepatnya pernyataan tersebut akan disambut dengan perkataan “Mah, Pah jangan bandingin aku sama orang lain dong aku kan anak papa mama dan bukan anak om tante yang itu!!”

Memang manusia itu akan selalu dibandingkan satu dengan yang lain, karena perbedaan adalah sesuatu yang alamiah. Perbedaan adalah hal yang pasti ada karena manusia diciptakan dengan perbedaan dan keunikan masing –masing. Tidak ada yang sama, tidak ada yang serupa, karena perbedaan itu sesungguhnya adalah bukti kemaha-an dan kreatifitas Allah. Apa jadinya ketika Tuhan menciptakan manusia sama... mungkin kita juga tidak akan pernah melihat pelangi yang berwarna warni... enah hanya akan berwarna merah saja, kuning saja, atau bahkan putih saja.

Perbedaan adalah sesuatu yang sifatnya abadi... sampai kapanpun manusia akan selalu berbeda dan tidak akan pernah menjadi sama dan serupa. Sama seperti pelangi tidak akan pernah tidak berwarna-warni.

Untuk apa Tuhan menciptakan perbedaan bila hanya digunakan manusia untuk saling memecah belah? Apakah Tuhan hanya ingin menciptakan perpecahan di dunia yang diciptakannya dengan sempurna ini? TIDAK! MANUSIA YANG MEMBUAT PERBEDAAN MENJADI ALASAN UNTUK SALING MENGHANCURKAN. Ketika manusia tidak menghargai perbedaan maka sesungguhnya manusia tidak menghargai diri mereka sendiri... karena mereka tidak menyadari bahwa mereka masing –masing adalah unik. Bahwa mereka diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan yang berbeda satu dengan yang lain.

Manusia adalah puzzle di tangan Tuhan... masing masing saling melengkapi satu dengan yang lain membentuk suatu masterpiece, karya Allah yang agung.

Namun sayangnya manusia tidak mampu melihat perbedaan sebagai suatu karya Allah yang mampu memperindah dunia. Manusia hanya mampu melihat perbedaan sebagai sesuatu yang memisahkan, mendiskriminasikan, membatasi dan bahkan menjadikan bahan untuk saling mempertentangkan. Bahkan manusia membangun tembok untuk sungguh memisahkan perbedaan karena manusia melihat perbedaan sebagai suatu aib dan noda.

Bahkan lebih dari itu manusia membuat perbedaan sebagai bahan untuk saling memecah dan menghancurkan pihak-pihak yang lemah.

Rasul Paulus mengingatkan betapa lemahnya manusia, sebagai makhluk berdosa, manusia masih dikuasai oleh keinginan dagingnya dari pada dikuasai oleh Roh Allah. Manusia lebih suka saling mendustai satu dengan yang lain, saling memfitnah, saling menjatuhkan. Perkataan kotor lebih sering keluar dari mulut mereka, dari pada perkataan yang saling membangun dan saling mendukung. Begitu juga dengan kemarahan lebih sering menguasai mereka dibanding kedamaian dan kasih sayang. Hidup mereka jauh dari keramahan dan kelemah lembutan, setiap hari dipenuhi dengan pertengkaran dan fitnah satu dengan yang lain.

Mungkin kita tidak seekstrim itu, mungkin tidak setiap hari mulut kita mengeluarkan kata-kata kotor, atau setiap hari bertengkar, namun apakah kita sudah hidup damai dengan semua orang? Dengan diri sendiri ?

Banyak orang menganggap sudah berdamai dengan diri sendiri padahal belum tentu. Banyak orang yang tidak hidupb berdamai dengan diri sendiri. Selalu ingin menjadi orang lain dan tidak mampu menerima diri apa adanya dengan segala kelemahan dan kelebihan yang telah menjadi bagian dirinya. Ia tidak dapat melihat bahwa ia punya kelemahan tapi juga punya kelebihan yang tidak hanya patut disyukuri, namun juga dikembangkan.

Selain itu ketika orang tersebut tidak dapat menerima bahwa ia berbeda, maka ia akan menyalahkan dirinya sendiri, ia tidak berani mengeksplorasi kemampuannya, dan sepanjang hidupnya ia akan menjadi orang yang senantiasa merasa gagal bila ia tidak bisa menjadi sama dengan orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari kita mungkin tidak mau bergaul dengan anak jalanan, bagimana mau bergaul, berdekatan saja kita sudah merasa jijik. Kita juga mungkin menganggap remeh anak-anak yang sekolah di sekolah di sekolah biasa. Atau kita juga menganggap remeh temen-temen kita yang berasal dari tingkat ekonomi yang berbeda dengan kita. Seorang anak jalanan tidak lebih rendah dari seorang anak pemilik perusahaan ternama, seorang anak lulusan SMUK 1 tidak lebih berharga dari anak lulusan sekolah yang tidak ternama. Seorang peraih medali olimpiade Fisika tidak lebih penting dari seorang anak putus sekolah.

“ dont judge a book by its cover “ jangan sekali-kali kita menilai orang hanya dari luarnya... kulitnya.... apa yang ia pakai tidak menentukan siapa dia. Badan boleh hitam legam, kaki boleh kotor, pakaian boleh kumal tapi belom tentu kita memiliki daya tahan menghadapi hidup seperti seorang anak jalanan.

Manusia ditakdirkan lahir berbeda-beda. Seseorang tidak dapat memilih dari ibu-bapak, suku, latar belakang sosial atau bangsa mana ia akan lahir.Perbedaan itu tidaklah memberi hak kepada siapapun untuk melakukan diskriminasi hanya karena asal-usul, latar belakang, tingkat ekonomi, kelebihan dan kekurangan seseorang.”

Manusia memang berbeda satu dengan yang lain, tapi manusia juga memiliki persamaan, yaitu sama-sama diciptakan Allah, manusia sama-sama diberikan kesempatan untuk merasakan kasih anugerah Allah dalam hidup, dan tentunya manusia sama-sama diberi hembusan nafasNya. Itu yang membuat manusia sama berharga di mata Tuhan. Karena Ia telah membagi diriNya ke dalam setiap manusia, nafas kehidupan yang membuat kita semua masih bisa berdiri di sini, masih bisa menikmati hidup yang Ia karuniakan kepada kita.

Sesungguhnya tidak ada yang dapat membuat manusia begitu berbeda satu dengan yang lain. Dan tidak ada satupun perbedaan yang dapat digunakan manusia sebagai alasan untuk dapat memisahkan dirinya dari manusia lainnya... semua manusia terkait, terkait dalam kasih Tuhan.

Tuhan tidak membedakan ketika ia ingin mengasihi manusia. Ia memberikan matahari pada orang yang malas, maupun yang rajin. Ia juga tetap memberikan udara kepada mereka yang jahat dan berhati fasik. Ia yang menciptakan kita saja tidak membedakan, apa hak kita sebagai ciptaan berani membedakan bahkan menghakimi? amin