Jumat, 06 Maret 2009

Yang Menyelamatkan Nyawa Akan Kehilangan Nyawa

Kejadian 17: 1-7

Mazmur 22: 23-32

Roma 4:13-25

Markus 8: 31-38

Pertanyaan:

  1. mengapa manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan nyawa?
  2. mengapa yang menyelamatkan nyawa akan kehilangannya?
  3. apa arti sebuah nyawa bagi Tuhan?
  4. apa arti sebuah nyawa bagi manusia?

Melihat ungkapan Yesus: “Yang menyelamatkan nyawa akan kehilangan nyawa”. satu hal yang terbersit di benak saya adalah apakah ketika kita menghilangkan nyawa kita maka kita akan mendapatkan nyawa? atau ketika kita tidak berusaha menyelamatkan nyawa kita maka sesungguhnya kita akan mendapatkan nyawa ? apa makna sesungguhnya dari perkataan Yesus?

Apakah arti sebuah nyawa bagi seorang manusia? Banyak bahkan yang paling berarti dalam hidup manusia sesungguhnya bukanlah kekayaan, bukan juga hormat dan kuasa, namun terutama nyawanya sendiri. Nyawa adalah bagian dari manusia yang membuat manusia dapat tumbuh, berkembang, dan bahkan menikmati apapun yang disediakan dunia untuk dapat ia nikmati, termasuk di dalamnya kekayaan, kuasa dan hormat. Tanpa nyawa manusia tidak akan dapat bekerja, tanpa nyawa manusia tidak akan dapat mencintai dan dicintai, tanpa nyawa manusia tidak akan dapat meraih apapun impiannya. Nyawa adalah sesuatu yang tidak hanya penting namun itulah hidup bagi manusia. Karena tanpa nyawa manusia tidak akan pernah dapat merasa hidup, walaupun dengan nyawa sekalipun, manusia hidup belum tentu benar-benar hidup, bisa saja menjadi hidup yang asal hidup, hidup yang kebetulan hidup, ataupun hidup yang tanpa kehidupan.

Sekarang apa bukti bahwa nyawa adalah yang paling berharga dalam hidup manusia? Berapa banyak uang yang manusia berikan untuk mempertahankan sebuah nyawa? dengan menggunakan beragam alat kedokteran untuk memperpanjang hidup? Berapa banyak orang berobat ke luar negeri untuk mempertahankan kehidupan? Berapa banyak orang rela berdesak desakan menanti dukun cilik bernama Ponari mencelupkan batu saktinya ke dalam air demi sebuah mujizat kesembuhan? Berapa banyak orang menjual kepercayaannya untuk nyawanya ataupun nyawa orang-orang yang terkasih? berapa banyak orang rela membayar demi kebebasan sebuah nyawa?

Segala-galanya dipertaruhkan, diberikan, dikorbankan demi nyawa, termasuk kuasa, harga diri, harkat martabat, kekayaan dan kehormatan. Namun ternyata nyawa kita yang kita anggap paling berharga ini telah dibeli dengan harga lunas dengan nyawa yang jauh lebih berharga dari nyawa manusia manapun yang ada di muka bumi. Yaitu oleh nyawa yang tidak dapat diganti oleh apapun yang ada di bumi dan di sorga, nyawa Allah sendiri. Ia membayarnya dengan lunas, jauh sebelum kita berbuat dosa. Mungkin kita bisa berkata mana mungkin sepadan? Bila disepadankan dengan nilai uang, membayar di muka dapat menimbulkan kerugian bagi si penjual bila terjadi inflasi, kenaikan harga dan lain sebagainya. Begitu juga dengan nyawa Tuhan yang telah dikorbankan bagi kita, sepadankah dengan seluruh dosa umat manusia? YA SANGAT SEPADAN!!! KARENA IA ADALAH ALLAH BUKAN MANUSIA. Nyawa manusia tidak akan pernah sepadan untuk menebus manusia lain. Berbeda dengan nyawa Allah, nyawaNya lebih dari cukup untuk menebus dosa seluruh dunia, dosa kita hingga turunan kita. Pertanyaannya mengapa?

Karena Allah yang dulu telah mengikat perjanjian dengan Abraham dan keturunannya, tetap memelihara perjanjian itu hingga masa kini, karena kita jualah keturunan Abraham, yaitu orang-orang percaya. Allah tidak pernah melupakan umatNya.. tidak pernah pula Ia menenantarkan apalagi meninggalkan umat yang dikasihiNya dengan begitu rupa. Tapi apa balas kita? Banyak dari kita menganggap anugerah yang diberi karena kemurahan Allah menjadi suatu yang murahan. Anugerah Allah memang cuma-cuma tapi tidak menjadikannya murahan, sehingga kita bisa mempermainkan Dia yang sudah memberi keselamatan dengan Cuma-Cuma itu.

Abraham, bapa leluhur kita telah menjadi teladan yang luar biasa bagi kita bukan hanya dalam imannya tapi terutama dalam perbuatannya. Apa yang bisa kita teladani darinya?

  1. Percaya. Berapa banyak dari kita yang percaya ketika Tuhan berkata seorang perempuan berusia 90 tahun akan dapat melahirkan seorang anak? Berdiri menopang badan saja sudah sulit, belum lagi harus menopang bayi dalam perutnya. Mungkinkah ia akan dapat melahirkan bayi yang sehat, kuat atau bahkan normal. Rasanya tidak mungkin bukan? benih seperti apa yang dapat diberikan seorang laki-laki berusia seratus tahun dan perempuan sembilan puluh tahun. Abraham-pun tertawa, mengapa? Karena percaya terhadap sesuatu yang menurut kacamata manusia mustahil adalah hal yang tidak mudah. Tapi, Abraham tetap beriman bukan? Apa yang membuatnya tetap beriman? Apakah karena Abraham memiliki iman yang kuat dan kokoh, iman yang unggul? Tidak! Iman yang dimiliki Abraham adalah iman yang seadanya, iman yang kepadanya, Tuhan berkenan memberikannya. Iman Abraham bukan hasil perjuangan dan usahanya, tapi anugerah Tuhan. Percaya disini juga bukan percaya di mulut saja, namun dengan sungguh mengaku percaya di dalam hati, pikiran dan terutama perbuatan.

  1. Iman percaya tanpa perbuatan = mati, jadi ketaatan adalah keteladanan ke-dua yang perlu kita lakukan. Walaupun untuk percaya tidaklah mudah, namun iman yang sekedarnya itu telah membuahkan perbuatan yang taat kepada titah Tuhan. Apa bukti ketaatan Abraham? Abraham mau dibawa keluar dari kenyamanan menuju ketidakpastian. Abraham mau meninggalkan semua yang ia miliki demi apa yang disebut sebagai “Tanah Perjanjian”. Abraham tidak pernah berjumpa Allah secara langsung. Ia hanya mendengar Allah berfirman kepadanya. Bila hal tersebut terjadi di jaman sekarang, misanya ada seseorang yang berkata: “semalam aku mendengar suara Allah berfirman kepadaku untuk pergi dari rumahku.”, apa tanggapan kita? Wah tukang khayal nih!! Atau gila!! Aneh!! Dan lain sebagainya. Mungkinkah abraham takut akan pendapat orang lain kepadanya? Seperti yang terjadi juga kepada Nuh? TIDAK Abraham tidak takut apa kata orang lain kepadanya, yang ia lakukan hanyalah berjalan dalam ketaatan dengan hidup tidak bercela di hadapan Allah.

  1. berani melepas yang paling berharga. Adakah dari kita yang berani melepas anak kita? Suami isteri yang kita cinta, orang tua demi kristus? Adakah kita malu mengakui Kristus di tengah-tengah lingkungan kerja kita, lingkungan sekolah, tempat kuliah dan masyarakat sekitar kita? Adakah kita lebih memilih untuk memikirkan apa yang orang lain akan pikirkan dan katakan tentang kita dari pada apa yang Tuhan inginkan? Adakah kita berani melepas keinginan kita, keakuan kita? Adakah kita berani menyangkal diri kita, melupakan keinginan manusiawi kita dan lebih mengutamakan keinginan yang ilahi? Beranikah kita memikul salib, menanggung penderitaan, menanggung cercaan, fitnah, cemooh karena iman kita kepada Kristus? Kembali kepada pertanyaan awal kita tadi, adakah kita berani melepas nyawa kita untuk Kristus? Berapa banyak dari kita yang lebih memilih untuk berbohong untuk menyelamatkan diri? Realitanya: Nyogok? Hari gini ga nyogok? bisa ngak lancar urusan. Bagi sebagian anak remaja dan pemuda hari gini ga dugem, ga gaul tau! Bagi ibu rumah tangga hari gini ga gosip ga asik tau, di jalan raya hari gini ngalah....bakalan terlambat terus!

Menjadi anak-anak perjanjian, tidak membuat kita hidup dalam serba istimewa, nyaman, aman dan tanpa kesulitan dan persoalan. Tahukah Yesus meminta kita untuk menyangkal diri, memikul salib? Bukan hal yang mudah untuk dilakukan!! Kita harus mengalahkan diri kita terlebih dahulu untuk bisa benar-benar mengikut Tuhan. Karena mengikut Tuhan bukan berarti berjalan di belakangNya, namun meneladani apa yang telah ia lakukan bagi kita. Yesus bukan jalan tol, ketika kita melewatinya maka kita akan sampai pada keselamatan yang kekal. Yesus menunjukkan jalan keselamatan itu dengan hidupNya, karyaNya dan pengorbananNya.

Kini bagian kita untuk memenuhi perjanjian itu. Allah telah mengikat perjanjian yang sampai kapanpun tidak akan dapat dibatalkan oleh kuasa manapun, oleh manusia manapun. Tapi kita? kita bisa membatalkan perjanjian itu dengan memilih untuk tidak taat dengan aturan perjanjian itu. Allah tidak akan pernah melanggar apa yang telah dikatakanNya. Sedangkan kita lebih suka melanggar dari pada menaati apa yang telah disepakati bersama! Ketika kita memberikan diri untuk mengaku percaya di hadapan Allah dan di hadapan manusia, maka secara tidak langsung kita telah menyepakati dan mengikat diri dengan perjanjian dengan Allah, namun dalam perjalanannya, kita juga yang mengingkari perjanjian itu ketika kita merasa terancam, merasa tidak aman dan nyaman.

Sebuah tantangan bagi kita, tantangan yang memang berat, namun tidak mustahil untuk dilakukan bila kita sungguh beriman dan taat... karena rancanganNya adalah selalu menjadi rancangan yang terbaik dalam hidup manusia. Perasaan malu, takut, kuatir memang tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia, manusiawi, tapi janganlah perasaan yang manusiawi itu menghalangi kita untuk mendapat berkat sorgawi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar