Senin, 02 Maret 2009

Kekuasaan: Menguasai atau Mengabdi?

Markus 10: 35-45

Menurut rekan-rekan, kira-kira apa yang menajdi motivasi beratus-ratus orang ingin duduk di kursi pemerintahan, baik itu dari tingkat, RT, RW, Camat, Lurah, sampai DPRD, DPR, MPR, dan kalo bisa mengendarai RI 1? Banyak hal yang menjadi alasan mereka untuk mencapai kursi pemerintahan. Ada yang memiliki motivasi membangun negeri, ada yang ingin mengentaskan kemiskinan dan kebodohan, ada yang ingin rakyat sejahtera lahir batin, ada juga yang ingin menyeragamkan masyarakat di bawah suatu ideology. Namun yang tidak pernah diungkapkan adalah ingin punya kuasa untuk dapat mengontrol orang lain, ingin punya kuasa dan segala fasilitas yang didapat seiring dengan kuasa yang dimiliki, ingin dapat puja-puji dan juga ingin dapat penghormatan.

Bila kini saya bertanya, apa motivasi kita dalam mengikut Yesus? Apa jawaban kita? Apakah ingin dapat kuasa, dihormati orang dan bahkan dapat kursi yang agung: duduk di sebelah kanan dan kiri Yesus yang adalah Raja Segala Raja? Bukanlah hal yang mengherankan krtika kita memberi jawaban tersebut. Mengapa? Karena rupanya murid-murid Yesus juga pernah memiliki pemahaman yang sama dengan kita tentang kekuasaan.

Yohanes dan Yakobus memiliki motivasi untuk memperoleh kekuasaan dan kekuatan (ay. 37). Bahkan Markus menuliskan bahwa mereka tidak segan-segan meminta kepada Yesus untuk menempatkan mereka di samping Yesus kelak di kemuliaanNya. Bila kita refleksikan dalam kehidupan pemerintahan kita, banyak orang yang tidak segan-segan untuk minta “reward” atas “jasa” mereka. Pak, kan saya udah bantuin bapak, jangan lupa ya bonusnya!!

Siapa sih yang ga ingin berkuasa? Saya rasa semua manusia ingin berkuasa, karena ternyata memang berkuasa adalah salah satu kebutuhan manusia. Seperti murid-murid Yesus mereka sungguh ingin berkuasa, hingga tidak segan-segan meminta kepada Yesus untuk menempatkan diri mereka di sebelah kiri dan kanan. Pertanyaannya kini adalah apa sih istimewanya kuasa yang dimiliki Yesus, sampai kedua muridNya ini ngebet?

  1. Yesus memiliki banyak kuasa yang luar biasa yang tidak dimiliki olem manusia biasa:

Kuasa untuk menyembuhkan, untuk membangkitkan orang mati, mengusir setan, mengubah air menjadi anggur dan melakukan begitu banyak mujizat yang luar biasa.

  1. Yesus memiliki banyak pengikut yang mengagumi dan bahkan memujaNya, walaupun disisi lain banyak juga yang membenci Yesus, tapi mereka membenci bukan karena Yesus melakukan kesalahan, namun karena mereka iri dengan apa yang telah Yesus lakukan.

Jadi betapa mereka bangga bila suatu saat nanti mereka memerintah bersama Yesus dalam kemuliaanNya, duduk di samping kiri dan kananNya bak penasihat Raja. Apalagi bila mereka benar-benar “kecipratan”, bukan hanya numpang popularitas (kaya artis dan politisi masa kini) tapi punya popularitas pribadi yang dapat dijadikan “modal” (ay. 38-39). Tapi buat Yesus apa yang mereka minta merupakan sesuatu yang salah dimata Allah. Oleh karena itu Yesus berkata: “ kamu tidak tahu apa yang kamu minta.” Yohanes dan Yakobus memiliki motivasi yang salah dalam mengikut Yesus. Motivasinya adalah reward/ penghargaan.

Setiap orang yang mengaku sebagai pengikut Kristus memang sudah selayaknya menderita, dicela, disesah, dihina, dan bahkan mati untuk mempertahankan iman percaya mereka. Tapi bukan bila kita telah mengalami semuannya itu maka Tuhan akan memberikan kita penghargaan untuk dapat duduk di sebelak kanan atau kiriNya. Karena cawan dan baptisan yang kita terima sama dengan salib. Salib bukanlah suatu paksaan, melainkan pilihan. Salib itu bukan tanggung jawab dan tugas yang memang harus kita lakukan, tapi sebuah pemberian diri yang utuh bagi Allah. Jadi menderita bagi Allah tidak mendatangkan uapah atau hadiah bagi kita kelak. Namun itu semua juga berarti kita buang buang waktu untuk mengikut Tuhan. Bukan berarti juga kita percuma saja menderita dan menyangkal diri bagi Yesus karena. Memang, semuanya akan menjadi percuma ketika kita hanya memiliki motivasi untuk memperoleh kekuasaan, untuk dapat memerintah bersama Yesus. Perkara mengikut Tuhan, adalah perkara memberi respon positif terhadap apa yang telah Dia lakukan untuk kita, yaitu keselamatan kekal.

Oleh karena itu kursi yang disedikan bukan untuk orang-orang yang gila kuasa, namun bagi orang orang yang dengan rendah hati memberikan dirinya dalam sebuah totalitas hidup. Tidak ada seorangpun dapat menentukan dirinya sebagai orang yang berhak atas kursi yang telah tersedia itu. Tidak seorangpun yang dengan usahanya sendiri menjadikan dirinya dapat duduk di kursi kebesaran itu. Hanya Allahlah yang dapat menetukan bagi siapakah kursi itu dianugerahkan, yaitu bagi orang-orang yang mau merendahkan diri selayaknya seorang hamba.

Ay 41. mendengar apa yang mereka perbincangkan kesepuluh murid lainnya menjadi marah kepada Yahanes dan Yakobus. Tidak disebutkan mengapa mereka menjadi marah. Bisa jadi mereka marah karena mereka merasa bahwa apa yang diminta oleh Yohanes dan Yakobus adalah sesuatu yang keterlaluan. Atau mereka merasa merekalah yang pantas mendapat tempat ke dua di sisi Yesus.

Kini coba mari kita selidiki bersama, apa sih sebenarnya fungsi dai kuasa yang kerap kali kita temukan dalam hidup sehari-hari:

Ay. 42. banyak orang menggunakan kuasa untuk mengatur orang lain, untuk menindas orang lain bahkan untuk menghilangkan hidup orang lain. Sikut menyikut untuk menjaga gengsi dan mempertahankan kekuasaan telah menjadi budaya dan tradisi agar mereka tetap eksis. Tidak mengherankan bila kita akhirnya menemukan begitu banyak orang yang melakukan segala cara untuk mempertahankan apa yang dapat ia nikmati sebagai seorang penguasa. Segala hal menjadi halal demi kekuasaan.

Begitu juga dengan kehidupan kita sebagai remaja. Mungkin kita tidak membunuh orang demi kekuasaan, namun sering kali secara tidak sadarkita telah menindas orang lain dengan kuasa yang kita miliki, kita juga sering kali menggunakan kusa yang kita miliki untuk mengatur orang lain dengan semena-mena. Misalnya ketika kita duduk di angkot atau di BUS, sering kali kita menggunakan kuasa (hak) kita untuk mendapat tempat duduk yang nyaman dan PW dengan mengorbankan kebutuhan orang lain. Begitu juga ketika kita berkendara, kita gunakan kuasa (SIM) untuk kepentingan diri kita sendiri. Tidak mengherankan bila mudah sekali menemukan orang-orang yang egois dan individual di jalan raya. Budaya main serobot, main selip, dan main kebut malah menjadi yang utama dibandingkan mengutamakan keselamatan orang lain.

Yesus membuktikan diriNya datang sebagai pelayan, bukan hanya dari perkataan tapi dari apa yang Ia lakukan bagi dunia. Bila kita renungkan dengan sungguh-sungguh, sebesar apa kuasa Yesus, mungkin kita akan mengerti apa yang ia maksudkan dengan kuasa. Ia tidak datang untuk show off padahal Ia bisa lakukan itu, bahkan Ia berhak karena Ia adalah Tuhan. Namun yang Ia lakukan adalah memberikan dirinya untuk dapat melayani sepenuhnya bagi kepentingan manusia dan bukan bagi kepentingan diriNya sendiri. Ia melakukan apa yang sulit manusia lakukan. Kuasa dalam persepsi Yesus adalah kuasa yang mengabdikan diri, kuasa yang memberi diri, kuasa yang merendahkan diri, bahkan kuasa yang menuntut pengosongan diri.

Setiap kita dianugrahkan kuasa (Mark 16:17-18) untuk menjadi anak-anak Allah, kita juga punya kuasa untuk mengusir setan-setan, untuk berbicara dalam bahasa yang baru, memegang ular namun tidak celaka, menyembuhkan orang sakit, dan terutama kita diberi kuasa untuk menjadi ANAK-ANAK ALLAH, yaitu untuk percaya dan taat kepada ALLAH (Yoh 1:12). Masalah timbul ketika kita menggunakan kuasa yang kita miliki bukan untuk melayani, bukan untuk menjadi hamba, namun untuk menguasai orang lain, baik dengan cara menghakimi orang lain, mendoktrinasi dan lain sebagainya.

Trus gimana caranya supaya kita dapat menggunakan kusa yang kita miliki ini dengan sebaik dan sebijaksana mungkin?

Hal pertama yang perlu kita sadari adalah, bahwa menjadi pelayan disini berati menjadi hamba. Pelayan bukan berarti pembantu. Kita memiliki konsep yang berbeda tentang hamba dengan masyarakat Yahudi. Bagi mereka hamba adalah:

budak yang tidak memiliki kebebasan menentukan apapun bagi dirinya sendiri. Seorang hamba bukanlah orang yang bebas dan merdeka. Berbeda dengan pembantu atau hamba dalam persepsi kita. Hamba atau pembantu yang kita miliki di rumah kita untuk membantu kita masih memiliki hak dan kebebasan untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya sendiri. Sehingga ketika suatu kali ia ingin berhenti dari pekerjaannya, maka hal tersebut masih dapat dilakukan. Budak atau hamba dalam dunia Yahudi sama sekali tidak punya hak apapun untuk menentukan apapun bagi dirinya.

Oleh karena itu hamba juga identik dengan penderitaan, dan kesengsaraan, yang mencakup pemberian diri secara utuh dengan ketaatan penuh kepada tuannya.

Jadi yang perlu kita lakukan adalah:

  1. evaluasi diri:

apakah kuasa yang kita punya sudah kita gunakan dengan sebaik-baiknya? Dengan memberikan diri kita dalam ketaaantan penuh kepada Tuhan dan kasih kepada sesame manusia. Evaluasi diri adalah hal yang penting untuk selalu kita lakukan, karena manusia memiliki kecenderungan untuk mementingkan dirinya di atas kepentingan orang lain. Dengan mengevaluasi diri kita, berarti kita juga mau belajar untuk berubah dan menjadikan diri kita lebih baik dari sebelumnya, tentunya dalam hal ini menjadikan diri kita yang menggunakan kuasa untuk mengabdi.

  1. Kendalikan diri

Dengan belajar mengevaluasi diri, maka kita juga secara langsung belajar untuk mengendalikan diri kita. Godaan untuk menjadi atau berlaku sebagai seorang penguasa pasti ada dalam diri setiap manusia. Berkuasa telah menjadi kebutuhan mendasar dari seorang manusia, wajar dan alamiah. Namun pengendalian diri menjadi yang utama, karena ketika kita sudah tidak mampu mengendalikan diri kita atas kuasa yang ada pada kita, maka kita akan dikuasai oleh kuasa itu sendiri. Yang berhak atas diri kita adalah diri kita sendiri dan bukan kekuatan lain seperti kuasa. Bila kuasa telah menjadi yang utama dalam hidup, jangan jangan kita telah diperhamba oleh kekuatan yang bernama kuasa itu. Jadi kendalikanlah diri kita.

  1. sandarkan diri

kita tidak akan mungkin dapat mengendalikan diri kita dengan baik hanya dengan mengandalakan kekuatan diri kita sendiri sebagai manusia. Kita harus menyandarkan diri kita kepada kuasa yang lebih besar dibandingkan kita. Kita harus belajar bagaimana mengendalikan dan mempergunakan kuasa yang kita miliki hanya dengan belajar kepada yang empunya Kuasa itu sendiri yaitu Tuhan. Tanpa menyandarkan diri kita kepada Tuhan, kita kan menjadi manusia yang kehilangan arah dan tujuan dalam menggunakan kuasa yang kita miliki dan bahkan lebih buruk dari itu, kita akan menjadi orang-orang yang salah mempergunakan kuasa, yang tidak hanya dapat menghancurkan orang lain tapi terutama dapat menghancurkan diri kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar