Jumat, 20 Maret 2009

Pemuridan Tuhan Yesus

1 Kor 4: 1-21

Lukas 4: 18-19

Matius 28: 19


Pertanyaan:

Apa arti pemuridan?

Mengapa Yesus mengambil murid?

Apa yang Yesus kehendaki dari para murid, untuk dilakukan?

PL:

Murid=Limmud (pembelajar), diajar dan belajar. Nara didik.

PB:

Mathetes (nara didik) mereka yang belajar

Mengapa sejak kita kecil, kita sudah belajar? Mengapa kita dijari bagaimana berbicara, bagaimana cara berjalan, bagaimana menulis dan membaca? Mengapa ketika kita sudah cukup umur untuk bersekolah, orang tua kita berlomba-lomba menyekolahkan kita ke sekolah ternama dan terbaik? Apa gunanya kita bersekolah? Apa gunanya kita belajar?

Rasanya kita semua tahu jawabannya bukan? Bahwa karena manusia memang perlu belajar untuk bisa berkembang, termasuk belajar berjalan, berbicara dan lain sebagainya. Tanpa belajar, dan latihan maka manusia tidak akan terbiasa untuk melakukan apapun itu. Walaupun pada kenyataannya di satu sisi, banyak anak yang merasa menjadi murid sebagai suatu beban. Pendidikan rasanya hanya sebuah formalitas dan keharusan. Di sisi lain, banyak juga yang merasa bahwa pendidikan memiliki fungsi agar anak menjadi pandai, dapat memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang baik. Oleh karena itu, banyak orang tua yang berkata: ” ayo sekolah yang rajin biar pintar yaaa...” atau “ Ayo belajar yang tekun agar jadi orang pandai”. Mengapa? Karena katanya orang pandai itu mudah hidupnya. Ia akan menjadi orang yang mudah mendapat pekerjaan, bahkan pekerjaan itu yang mencarinya.

Banyak manusia belajar hanya untuk menjadi pandai dan mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Dalam bahasa sederhananya, banyak orang ingin menjadi pandai agar bisa punya pekerjaan yang menghasilkan uang untuk hidup. Jadi dapat dikatakan yang menjadi tujuan pembelajaran bukan pada pembelajaran itu sendiri tapi pada materi semata. Hasilnya: makna pembelajaran yang sesungguhnya hilang, pendidikan bukan lagi menjadi hakekat dan proses hidup yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri, bahkan sebutan guru dan murid hanyalah menjadi status yang sifatnya formal. Tidaklah mengherankan, bahwa pendidikan dewasa ini, tidak lagi menjadi kebutuhan manusia, namun menjadi ajang adu prestise. Lembaga pendidikan tidak lagi menjadi alat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun hanya menjadi pemeras-pemeras siswa dan akhirnya, pendidikan ada untuk mencari keuntungan dan menjadi bisnis semata. Lebih dari itu, seperti apa yang diungkapkan oleh Paulo Friere, bahwa selama ini praksis pendidikan membelenggu anak didik, bukan membebaskan, malah menjadi penjara intelektual.

Di dalam dunia dewasa ini, pendidikan tidak semata-mata hal diperuntukan atau dihubungkan dengan segala sesuatu yang bersifat sekuler. Pendidikan juga hadir dalam kehidupan spiritual manusia. Dalam bahasa Kristiani pendidikan dikenal dengan sebutan pemuridan. Bila dalam dunia pendidikan formal, kita memiliki guru yang mengajarkan kita segala hal yang kita butuhkan untuk menjadi pandai. Dalam Kekristenan kita juga memiliki guru, bahkan guru yang paling agung dan yang Maha yang pernah dimiliki oleh dunia dalam sepanjang peradabannya, Yesus! Ya... Dialah guru yang sesungguhnya. Dialah guru yang tidak hanya bisa mengajar seperti guru dunia kebanyakan, namun juga mendidik dan menjadi teladan yang hidup bagi murid-muridNYa.

Allah punya maksud ketika Ia memanggil kita sebagai muridNya. Ia memiliki misi, yang untuk mewujudkannya Ia ingin kita, sebagai manusia ciptaanNya mengambil bagian. Apa misi Allah itu? Lukas 4: 18-19 memaparkan apa yang menjadi misi dan visi Allah dalam dunia. Bahwa ia ingin membebaskan manusia dari segala macam belenggu yang membatasi dan menghalangi manusia untuk berjumpa dengan Allahnya. Itulah misi pemuridanNya, dan sudah sepatutnya misi itu menjadi misi kita dalam memuridkan. “Jesus As A Limit Breaker” Yesus datang bukan untuk membangun tembok namun untuk merontokkan dan merubuhkan tembok-tembok pembatas yang telah dibangun manusia untuk membatasi, mengkotak-kotakkan manusia yang satu dengan yang lain.

Namun sebelum menjadi guru seperti Yesus yang tidak hanya pandai mengajar tapi juga mendidik dan menjadi teladan bagi murid-muridNya, tentunya kita juga harus terlebih dahulu menjadi murid. Pertanyaan bagi kita kini adalah siapakah murid? Orang seperti apakah yang dapat dikatakan atau dikategorikan sebagai murid? Perlu apa sajakah kita untuk dapat menjadi seorang murid yang baik?

1 Korintus 4: 1-21

- seorang murid harus mau belajar. Banyak dari kita yang tentunya mengenal pepatah: “Belajarlah hingga ke negeri Cina” pepatah itu benar adanya. Sebagai manusia kita perlu memacu diri kita untuk terus belajar. Mengapa? Karena tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada manusia yang pantas merasa bahwa ia telah memahami segala hal yang ada di dunia maupun di sorga. Semua manusia terbatas adanya, tidak ada yang mampu memahami segala sesuatu dengan sempurna. Bila seseorang tidak memiliki kerinduan untuk terus belajar maka ia tidak akan pernah bisa menjadi seorang murid.

- seorang murid tidak boleh sombong. karena tidak ada satupun manusia yang sempurna di muka bumi ini.. maka sudah sepantasnya manusia tidak boleh menyombongkan dirinya. Siapakah kita tanpa Tuhan? Hanyalah debu dan tanah, tidak bernyawa, tidak mampu hidup, tidak dapat berkerja dan berkarya. Kita ini bukan siapa-siapa, tanpa Tuhan yang telah memberikan kepada manusia segala hal untuk hidup. Sayangnya, ketika manusia merasa sudah mampu memenuhi segala kebutuhan hidupnya dengan segala kepandaiannya, maka manusia merasa sudah cukup memiliki kuasa untuk dapat unjuk gigi dengan kesombongan dan dengan mudahnya menghakimi orang lain dengan ilmu yang dimilikinya. (6-8) Misalnya: Sudah merasa cukup belajar teologi selama 5 tahun, di STT menjadi orang yang maha tahu di gereja, merasa yang paling kenal, dan memahami Tuhan.

- seorang murid harus memiliki ketaatan. Untuk apa kita menjadi murid, kalau untuk menjadi taat saja kita tidak mau? Sama seperti seorang anak yang bertanya pada gurunya berapakah 4 dikali 4, namun ia kekeuh pada jawabannya yang salah, yaitu 15. tanpa ketaatan kita tidak dapat menjadi seorang murid. Seorang murid haruslah memiliki ketaatan karena yang tahu kebenaran bukanlah dirinya, namun gurunya, dalam hal ini adalah Yesus, yang memiliki kebenaran mutlak. Sebagai ‘guru’, kita manusia masih bisa melakukan kesalahan, masih terbatas dan tidak sempurna, baik dalam pemikiran, dogma, cara beriman dan lain sebagainya. Oleh karena itu janganlah kita mendewakan, bahkan menuhankan manusia. Manusia tidak akan pernah menjadi seperti Tuhan, dan tidak akan pernah menjadi Tuhan!

- seorang murid harus siap menerima tegoran dan kritikkan. Siapa sih yang suka dikritik? Mungkin kebanyakan manusia memang tidak suka dikritik. Namun dengan kesadaran bahwa kita ini lemah dan tidak lepas dari kesalahan, maka kita juga mebutuhkan orang lain untuk mengingatkan kita bila kita salah, bila pekerjaan kita belum maksimal dan lain sebagainya. Sebagai murid Kristus, kita harus dapat memandang kritik bukan dari sisi negatif, namun dari sisi positif, yaitu bahwa ternyata kita diberikan kesempatan untuk memperbaiki apa yang salah, apa yang belum berkenan, bukan untuk sekedar memperbaiki, namun juga meningkatkan kualitas kita sebagai manusia ciptaan Allah yang luar biasa.

Kini, setelah kita mengetahui apa yang kita butuhkan untuk menjadi seorang murid, kita juga perlu memahami apa artinya menjadi guru. Karena baik menjadi guru sama sulitnya dengan menjadi murid, bahkan lebih sulit dari hanya sekedar menjadi murid. Mengapa? karena seorang guru memiliki beban bukan hanya untuk mengajar ataupun mendidik, namun mempertahankan integritas.

Banyak guru di dunia yang lebih pandai mengajar daripada mendidik. Mengapa ? karena mendidik tidak butuh pintar semata, namun juga butuh hati, dan butuh menjaga integritas diri. Sehingga apa yang diajarkan tidak hanya bersifat teoritus namun juga realistis. Lebih mudah mengajar anak perkalian daripada harus mendidik anak patuh pada nasihat orang tuanya. Yesus, sebagai guru, tidak hanya pandai dalam berkata namun terutama Ia pandai dalam memberikan teladan, sehingga manusia tidak hanya pintar membaca dan mendengar segala yang baik, tapi juga pandai dalam melakukan apa yang baik itu. Misalnya: seorang pendeta yang sedang berkotbah di atas mimbar berkata dengan berapi-api, bahwa kita harus menjaga alam sekitar karena alam adalah anugerah yang Tuhan percayakan kepada kita manusia, namun dalam kehidupannya, untuk membuang sampah pada tempatnya saja ia tidak mampu. Bagaimana ia bisa mempertahankan integritasnya sebagai seorang pengajar, guru, bila ia hanya mampu berkata, namun tidak mampu melakukannya.

Hal lain yang menjadi penghambat terbesar bagi para guru adalah ketika ia tidak rela melihat anak didiknya lepas dari genggamannya. Ingat, menjadi guru bagi seseorang bukan berarti kita menguasai mereka yang kita ajar dan didik. Tujuan pendidikan bagi Yesus bukan menjadikan manusia sebagai alat tanpa otak yang hanya mampu taat dan tidak mampu berkembang dan berpikir sendiri! Karena pendidikan yang Yesus beri adalah pendidikan yang memberikan kebebasan bukan mengikat. Maksudnya? Bahwa Tuhan mengajarkan segala sesuatu kepada kita agar kita menjadi dewasa, dalam iman, perbuatan, perkataan, dan bukan menjadi anak kecil yang manja dan selalu bergantung kepada orang tuanya sepanjang hidupnya. Tentu, bukan berarti suatu saat nanti ketika kita telah dewasa, dan merasa sudah bisa berpijak dan berpikir sendiri maka kita boleh meninggalkan Tuhan, tapi ketika kita diberikan oleh Tuhan kepercayaan untuk memuridkan manusia lain, kita juga harus membiarkan mereka menjadi dewasa, berkembang dan berbuah. Jangan buat murid-murid kita tergantung pada kita, sehingga ketika suatu saat kita pergi, mereka akan bingung seperti orang kehilangan kehilangan tempat untuk berpijak dan berpegangan. Kita ini alat Tuhan agar murid-murid kita mengenal dan bersandar kepada Tuhan, sang pokok anggur itu, bukan mengenal dan bersandar kepada kita bukan?

Jadi apa yang bisa kita lakukan untuk memuridkan?

  1. teladanilah Yesus, karena Dialah guru yang sejati bagi kita. Ajarkan apa yang Yesus ajarkan. Gunakan sudut pandang Yesus dan bukan sudut pandang kita.
  2. jadilah teladan, karena teladan adalah cara yang paling ampuh untuk mengajar dan mendidik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar