Selasa, 23 Juni 2009

Tetap Bersukacita Walau Duri Tertancap pada Daging
2 Korintus 11: 7-10

Pertanyaan:
1. Apa kebahagiaan dalam kacamata Paulus?
2. Bagaimana cara memperoleh kebahagiaan yang sejati?

Apa devinisi hidup yang bahagia menurut anda? Adakah hidup yang bahagia adalah hidup yang berkelimpahan? Hidup yang senantiasa berbahagia? Hidup yang selalu sehat? Ya memang hidup seperti itu akan membawa kebahagiaan bagi yang menjalaninya. Tapi sayang seribu sayang, hidup tidak selalu semanis madu. Hidup kadang terasa pahit, kecut, dan getir. Hidup kadang menghadirkan segala sesuatu yang tidak kita inginkan, termasuk musibah, sakit penyakit, malapetaka, dsb. Hidup juga kadang tidak berjalan sesuai dengan yang kita harapkan.

Hidup adalah perjalanan panjang. Sebuah perjalanan dapat dirancang sebaik mungkin, seindah dan semenyenangkan mungkin, namun perjalanan membawa manusia kepada ketidakpastian, bahaya yang dapat mengancam setiap waktu: ban yang kempis di tengah perjalanan, tangki bensin yang bocor, hingga rem yang blong! Yang membedakannya adalah, sebuah perjalanan dapat ditunda, dibatalkan untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi, namun hidup tidak dapat ditunda dan dibatalkan. Hidup terus bergulir layaknya sebuah roda tanpa rem, yang digelindingkan dari puncak gunung. Ia akan terus berputar, hingga tiba saatnya untuk berhenti berputar.

Memang resiko, tantangan tidak akan hilang dari pelupuk mata kita. Namun, tanpa kita sadari itulah yang membuat kita tetap hidup dan bahkan benar-benar hidup. Tantangan, halangan, menjadikan kita manusia yang lebih baik, lebih banyak tahu, lebih berkualitas dan bukan menghancurkan, melemahkan, bahkan menghentikan langkah kita untuk terus maju. Sayangnya tidak semua manusia merespon resiko dan tantangan sebagai sesuatu yang positif bagi hidup. banyak manusia melihat tantangan hidup sebagai sesuatu yang harus dihindari dan bukan ditaklukkan.

Hidup Paulus bukanlah hidup yang menyenangkan. Perjumpaan dengan Tuhan yang mengubah seluruh hidupnya, nyatanya tidak menjadikan hidupnya lebih nyaman dan aman. Sebaliknya hidup bersama Tuhan membuatnya ‘lemah’. Bagi Paulus hidup bersama Tuhan adalah mendapatkan segala sesuatu yang ia butuhkan. Ia menjadi orang yang berkelimpahan, kaya raya dalam kasih, menjadi orang yang diberkahi, diselamatkan, dilindungi, bahkan menjadi orang yang mempu mengatasi segala perkara

Tidak ada yang kurang ketika ia sungguh-sungguh menjalani kehidupan bersama Allah. Apa sih yang tidak kita miliki sebagai anak Allah? Segala yang kita butuhkan diberi (ingat bukan segala yang kita inginkan) Tapi... Paulus sadar bahwa dirinya sebagai manusia memiliki kecenderungan untuk memegahkan diri atas apa yang sesungguhnya bukan menjadi haknya. Tanpa Allah manusia tidak memiliki apa-apa termasuk tidak memiliki cinta kasih, anak, orang tua, pekerjaan, penghidupan, dan terutama tanpa Allah manusia kehilangan hidup.

Duri dalam dagingnyalah, yang menyadarkan Paulus akan keterbatasannya sebagai manusia. Ia boleh saja menjadi orang yang pandai, berhikmat, kuat, tegas, berpendirian, tapi ia tetap manusia yang lemah, manusia yang dapat jatuh ke dalam dosa, manusia yang dapat jatuh sakit. Kita boleh berbangga atas segala hal yang dapat kita capai, suami yang mengasihi, isteri yang setia, anak-anak yang pandai dan berbakti kepada orang tua, orang tua yang mengasihi dan senantiasa memberikan yang dibutuhkan, tapi kita tetaplah manusia biasa, manusia yang terikat oleh kedagingan.

Tapi Allah bukan Allah yang kejam bagi kita. Ia adalah Allah yang senantiasa melengkapi hidup kita dengan cara yang kadang tak terduga, tak pernah dipikirkan dan dibayangkan dalam hati manusia. Tanpa Paulus sadari Allah menyempurnakan hidup dengan mengisi semua ruang kosong dalam hidup manusia, yang Paulus sebut sebagai kelemahan. Kebahagian bagi Paulus bukan ketika itusan Iblis itu diambil dari padanya, bukan pada saat duri dicabut dari dalam dagingnya, lalu apa? Kebahagiaan bagi Paulus adalah:
ketika ia sakit Tuhan hadir untuk memberinya kekuatan untuk terus berkarya;
Ketika ia putus asa Tuhan memberinya damai dan sukacita;
ketika ia menjadi lemah karena menahan begitu banyak penolakan, Tuhan memberinya semangat;
Ketika ia ditinggalkan oleh semua orang, ia mendapati Tuhan tetap tinggal bersamanya.

Kebahagiaan yang sejati adalah ketika kita mampu bersukacita senantiasa di dalam Tuhan. Bukan karena kesembuhan, kemenangan, kekayaan, kelimpahan, tapi ketika kita mampu berkata:
Aku bersukacita karena aku memasuki ruang operasi ini bersama Tuhan.
Aku bersukacita karena aku diperkenankan mengalami mujizat dalam kesakitan dan kesesakkanku.
Aku bersukacita karena sakitku, aku dapat memahami dan menolong orang lain .
Aku bersukacita karena ketika aku jatuh, tidak dibiarkannya aku tergeletak, karena Tuhan tetap memegang tanganku.

Paulus paham betul maksud Tuhan memberinya duri dalam daging, bukan sekedar menyadarkan kelemahannya sebagai manusia, namun juga memberinya kesempatan untuk merasakan kuasa Allah yang sempurna. Pengalaman yang dialami oleh Paulus dalam hidupnya adalah pengalaman yang langka, terkesan menyakitkan, namun membawa berkah yang luar biasa. Tidak semua orang mengalaminya, dan tidak semua orang juga diperkenakan untuk menanggungnya, karena setiap perjalanan dan pengalaman hidup adalah panggilan yang berbeda dan unik bagi tiap manusia yang menjalaninya. Oleh karena itu marilah kita menjawab panggilan hidup itu bersama Tuhan yang memberikan kesempurnaan melalui sentuhanNya yang ajaib. amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar