Selasa, 23 Juni 2009

Kesusahan sebagai Kesempatan

Ayub 38:1-11
Mazmur 9: 10-21
2 Korintus 6;1-13
Mar 4: 35-41

Pertanyaan:
1. adakah hidup tanpa kesusahan?
2. apa yang dikategorikan dalam kesusahan?
3. bagaimana, sebagian orang menilai kesusahan?
4. apa respon terbaik untuk dapat mengatasi kesusahan hidup?

Apa respon pertama ketika anda menjumpai kesusahan menempa hidup anda? Menjawab pertanyaan ini tentunya bukan hal yang sulit bagi kita semua bukan? Setiap hari kita menjumpai berbagai macam kesusahan. Dimulai dari susah bangun di pagi hari karena tidur terlalu larut mengejar pekerjaan yang menumpuk, hingga susah buang air besar, yang menjadi penyakit kebanyakan orang kota yang lebih suka mengkonsumsi makanan cepat saji dibandingkan makanan 4 sehat 5 sempurna.

Kesusahan memang menjadi teman yang paling setia dalam kehidupan manusia sejak manusia jatuh ke dalam dosa. Sesungguhnya kesusahan adalah teman sejati kita, sejak manusia pertama memilih untuk tidak taat kepada Tuhan. Seorang laki-laki akan bekerja keras membiayai anak dan isterinya, ia akan bekerja di tengah sengatan matahari. Sedangkan seorang perempuan akan menahan kesakitan ketika ia melahirkan.

Walaupun kesusahan menghampiri setiap manusia yang hidup, tapi respon yang ditimbulkannya beragam, berdasarkan cara pandang manusia terhadap hidup, tantangan, keberhasilan dan lain sebagainya. Seseorang yang memandang hidup sebagai anugerah, akan melihat apapun yang hadir dalam hidup merupakan bagian dari anugerah Sang Pencipta. Seseorang yang memandang hidup sebagai sesuatu yang telah digariskan, akan melihat kesulitan sebagai sesuatu yang biasa, tidak ada yang spesial, sesuatu yang memang harus datang dan pergi. Seeseorang yang memandang hidup sebagai suatu keterpaksaan, akan memandang kesusahan sebagai ganjalan terbesar bahkan, dalam kapasitas tertentu akan menimbulkan keputusasaan yang terus menerus menghantui kehidupannya.

Setiap manusia berhak memilih apapun bagi dirinya, dengan menyadari bahwa di dalam pilihan selalu ada konsekuensi, dan seringkali konsekuensi itulah yang menjadi kesusahan dalam hidup. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi definisi kesusahan sebagai kesukaran, hidup yang terasa semakin berat, perasaan tidak aman, gelisah dan khawatir. Segala perasaan manusiawi yang timbul ketika merasa hidup sudah semakin tidak bersahabat dengan manusia, ketika manusia ditarik keluar dari kenyamanannya karena pilihannya. Apakah kita sebagai orang Kristen bebas dari kesusahan hidup? Tidak sama sekali, bahkan sering kali kita harus menanggung lebih, yaitu apa yang Yesus sebut sebagai salib Nah.. kini tinggal kita yang memilih dengan apa kita merespon kesusahan yang telah dan akan datang dalam kehidupan kita sebagai manusia. Mari kita belajar dari tokoh-tokoh Alkitab sepanjang masa kita:

Ayub
Siapa dari kita yang tidak mengenal Ayub? Ia adalah salah seorang tokoh yang mejalani hidup dengan kesetiaan kepada Tuhan yang luar biasa. Kesetiaan yang luar biasa ini ditunjukkannya bukan dengan kemampuan menghadapi segala kesusahan hidup yang datang menghampiri dia dan keluarganya. Ayub tetaplah manusia biasa, yang bisa melakukan kesalahan, ia tetap manusia yang bisa mengeluh, marah, sedih, dan kecewa dalam menghadapi hidup yang tak bersahabat kepadanya. Namun, kesusahan yang datang dalam rupa-rupa bencana dalam kehidupannya, tidak membuat Ayub marah. Ia bahkan memuji dan membesarkan Allah. Ketika ia kehilangan segalanya, ia tidak mengutuki Allah, ia malah berkata: “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?”

Ditengah kesulitan yang menerpa Ayub, sahabat-sahabatnya datang mendesak ayub untuk bertobat dan mengakui kesalahan-kesalahannya. Bagi mereka, tidak mungkin Allah memberi “azab” bila kita melakukan kesalahan. Menghadapi tuduhan tersebut, ayub mengatakan bahwa ia sama sekali tidak bersalah bahkan ia menyatakan keinginannya untuk membela diri di hadapan Allah. Tapi melalui semuanya itu Ayub tidak mempersalahkan Allah atau ingin meninggalkanNya. Masalah Ayub sesungguhnya bukan penyakitnya, ataupun segala bencana yang hadir baginya. Namun masalah teologis, MENGAPA ALLAH TIDAK BERTINDAK (Teodise) sesuai dengan teori dan pengalaman manusia terdahulu, yang tergambar dari ungkapan Elihu. Penolakan Allah terhadap ucapan Elihu bukan karena apa yang diungkapkan tidak benar, namun kedangkalan cara berpikir mereka. Mereka terpaku dengan cara berpikir orang fasik. Gambaran Allah yang mereka ciptakan lahir dari pengalaman manusia yang terbatas.

Allah menjawab segala pergumulan batin Ayub dalam Ayub 38. Allah ingin Ayub bersama dengan teman-temannya menyadari bahwa: 1. apa yang mereka pikirkan baik itu tentang hidup, berkat maupun penghukuman adalah terbatas adanya. Tidak melulu kesusahan adalah tanda keberdosaan manusia. 2. kesusahan yang hadir dalam hidup manusia bukan tanda bahwa Allah meninggakan mereka. Hanya kadang manusia tidak mengerti apa yang Allah inginkan dalam hidup mereka, termasuk tidak mengerti mengapa Allah memberi manusia kesusahan. 3. bahwa pemilik hidup dan segalanya adalah Tuhan seorang. Ialah yang berkuasa atas segala makhluk dan ciptaan di muka bumi, termasuk dalam setiap kesusahan manusia untuk mendatangkan kebaikan bagi manusia.

Paulus
Setiap manusia memiliki masa lalu, baik itu yang pahit, yang buruk, memalukan hingga memilukan, termasuk Paulus di dalamnya. Masa lalunya adalah suatu bagian hidup yang kelam, namun karena Allah telah berkenan kepadanya, mendengar, menyelamatkan dan menolongnya tanpa memandang siapa Paulus dan masa lalunya, itulah yang mengubahkan Paulus. Perjumpaan dengan Allah tidak hanya mengubah cara pandangnya terhadap hidup, tapi terutama mengubah seluruh cara hidupnya. Setiap kesulitan dihadapi dengan hati yang terus berharap kepada Allah dan menjadi wujud kasihnya kepada Allah yang telah memberinya kesempatan untuk mengalami pertobatan yang sesungguhnya.

perjumpaannya dengan Allah memberinya pilihan untuk menjalankan hidup dengan cara hidup yang baru bersama ALLAH. walaupun pilihan itu mengandung beragam resiko yang kerap kali membuatnya sulit untuk hidup dengan rasa aman, ia berani untuk mengambil dan menjalaninya hidup sebagai perjalanan yang membawa berkah dan bukan kutuk yang membuatnya menderita.

Para Murid
Mengapa Yesus membiarkan diriNya tertidur, dan membiarkan para murid mengalami hal yang menakutkan? Menjadi pengikut Kristus tidak menjamin hidup kita bebas dari bahaya. Bahaya akan tetap mengancam, musibah akan tetap menghampiri dan mewarnai kehidupan umat pilihan Allah sekalipun. Yesus mengungkapkannya dengan perkataan “marilah kita pergi ke seberang” ini adalah ajakan Yesus bagi setiap pengikutnya untuk mau pergi dari batas nyaman dan aman, mengarungi samudera hidup yang bergelora dan mengancam kehidupan bersama Dia.
Sering kita merasa bahwa ketika kita melalui jalan hidup kita bersama Tuhan, maka hidup kita akan aman-aman saja, sukses akan datang senantiasa, kebahagiaan dan sukacita akan terus menaungi hidup hingga kita dipanggil kembali ke pangkuan Tuhan. Kenyamanan itulah yang menjadikan manusia malah melupakan Tuhan dan bukan mengikut sertakan Tuhan untuk mengendalikan hidup. Tuhan tak berbeda dengan jimat yang disimpan di saku baju, yang dengan memilikinya kita sudah dapat merasa aman dan tentram. Kita lebih suka menempatkan Tuhan di buritan bila hidup dirasa aman-aman saja. ketika ombak datang dan mulai merasuki kehidupan, kita mulai mencari, menyalahkan dan menghakimi Tuhan yang kita anggap tidak peduli. Ketika masalah datang baru kita teringat akan jimat itu, jangan-jangan jatuh dan hilang.

Kesusahan hidup akan selalu datang dalam hidup kita, namun kesusahan, kesulitan di dalam Tuhan selalu mendatangkan kesempatan. Kesempatan seperti apa?
1. Bagi Ayub kesusahan memberinya kesempatan untuk lebih mengenal siapa Allahnya. Tanpa kesusahan hadir dalam hidupnya, Ayub tidak akan pernah berjumpa dan bercakap dengan Allah, Ia tidak akan pernah tahu bahwa Allah punya rencana bagi hidupnya.Ia tidak akan pernah sadar bahwa Allah adalah Allah yang sungguh berkuasa, bukan sekedar memiliki kuasa. Ayub mendapatkan kesempatan yang berharga itu bukan ketika ia berada dalam kelimpahan, bukan ketika semuanya dalam keadaan baik-baik saja, bukan ketika isteri dan anak-anaknya masih bersamanya, ketika hidupnya berada dalam kenyamanan. Kesusahan telah membuka matanya akan kebesaran Allah.
2. Bagi Paulus, kesusahan memberinya kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, pribadi yang lebih berkualitas, menjadi pelayan Allah yang menjadi berkat. Paulus melewati banyak hal yang sesungguhnya dapat membuatnya kembali ke kehidupan lamanya. Namun Paulus memandang kesulitan sebagai sesuatu yang mendatangkan ketekunan, tahan uji dan pengharapan. Ia mengalami Tuhan dalam hidupnya. Tuhan bukan sekedar dogma atau teori baginya, namun realita yang dapat dialami dan dirasakan secara langsung. Kesusahan telah membentuk dirinya menjadi pribadi yang tangguh, matang, dan dewasa dalam iman, pengharapan dan kasih. Duri dalam dagingnya menjadi sarana Tuhan untuk menyempurnakan hidupnya. Dalam kelemahan Paulus menjadi sosok yang kuat, karena Tuhan.
3. Bagi para murid, diterjang ombak dan badai di tengah kelamnya malam, tidak hanya memberi mereka tamparan atas ketidakpercayaan dan ketidakbergantungan mereka kepada Tuhan. Tanpa kesusahan para murid lupa bahwa keajaiban penyertaan Tuhan akan selalu mengiringi langkah mereka. Tanpa adanya ombak besar yang mengancam hidup mereka, mereka tidak menjadi peka terhadap karya Allah dalam sepanjang perjalanan. Semakin sulit keadaan yang dialami, semakin besar kesempatan untuk melihat pekerjaan dan karya Allah yang tidak dapat dibatasi oleh pengalaman manusia manapun. Apa yang tidak mungkin dan tidak pernah terpikirkan oleh manusia, itulah yang diperbuat Allah bagi kita. Kesusahan telah memberi para murid pengalaman menakjubkan bersama Allah yaitu menyaksikan Ke-Maha-an-Nya

Kesusahan adalah bagai api dalam hidup manusia. Api dapat menjadi malapetaka bagi manusia bila ia tidak paham cara menggunakannya. Sebaliknya api dapat menjadi penghangat, memberi rasa nyaman bahkan membantu manusia menjalani hidupnya. Respon positif, itulah yang dibutuhkan untuk menyikapi berbagai kesusahan. Kesusahan bukanlah kata akhir, jalan buntu, ataupun pintu mati, namun kesempatan untuk meraih kemenangan surgawi. Setiap badai pasti berlalu.... dan setiap badai pula dapat memberiku kesempatan kepadaku untuk mengenal siapa Tuhanku!!Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar