Rabu, 10 Juni 2009

Pelayan Pendamai

Pertanyaan:
1. Apa makna dari damai?
2. Apa makna dari pelayan?

Adakah kita dapat merasa damai tanpa Allah? Dari mana manusia sesungguhnya memperoleh kedamaian? Adakah manusia yang dapat menciptakan damai? Wah...nampaknya pertanyaan yang gampang-gampang susah ya? Gampang jawabnya susah melakukannya! Banyak orang berikrar untuk menciptakan damai di dalam komunitas, keluarga, negara bahkan di atas bumi, tapi dalam pelaksanaannya, tidak sedikit dari mereka yang mengalami nol besar. Contoh nyatanya adalah kampanye wakil rakyat. Tidak sedikit bahkan hampir semua caleg mempromosikan diri sebagai pembawa perdamaian, perubahan yang mendamaikan. namun yang terjadi setelah kursi panas itu diperoleh, merekalah yang menjadi sumber ketidak-damaian, keresahan, bahkan kemarahan rakyat.

Yah... memang menjadi pendamai bukanlah pekerjaan ringan. Banyak yang dikorbankan, banyak yang harus dilepaskan terutama keegoisan dan harga diri. Siapa yang suka harga dirinya diinjak-injak, siapa yang suka dilecehkan, diremehkan? Banyak manusia lebih memilih untuk menjadi bensin dibandingkan air dalam menghadapi api kerusuhan dan pertengkaran. Tidak mengherankan damai telah menjadi kata yang asing dalam realita kehidupan. Damai hanya ada di janji-janji palsu, penebar pesona, bahkan iming-iming yang tak akan pernah diwujudnyatakan.

Sampai kapanpun manusia tidak akan pernah menjadi pendamai. Sejak diciptakannya manusia lebih memilih untuk merusak kedamaian dan harmoni yang telah diciptakan Allah dengan segala kesempurnaannya. Manusia memilih untuk menjadi sekutu perusak kedamaian, yaitu dosa. Tapi apa reaksi Allah???? Wah ini yang luar biasa dan yang tak tertandingi.... Allah yang telah dikhianati kepercayaannya, yang telah dinodai kesucian dan kekudusannya, yang telah direndahkan harga diriNya oleh kita manusia yang tak tahu diuntung ini, tetap menjadi Allah yang mau berdamai!!

Allah telah menjadikan dirinya korban pendamaian. Dengan cara apa? dengan melakukan apa yang tidak mampu dilakuka oleh manusia. Yaitu memberikan diri untuk mengampuni, untuk direndahkan, untuk menanggung segala sesuatu yang tidak seharusnya Ia tanggung. Untuk menjadi pendamai antara manusia dengan Allah dan dengan sesamanya, seorang bernama Yesus menjalankan proses yang menyakitkan, memilukan bahkan menyedihkan. Yesus adalah korban dari kepongahan dan idealisme manusia. Karena kita Dia sungguh menjadi korban salah tangkap yang tidak pernah mendapatkan kebebasannya. Mengapa korban? Karena Ia yang tidak bersalah mau dipersalahkan atas segala sesuatu yang tidak pernah Ia lakukan. Tidak pernah Ia memperhitungkan kesalahan dan pelanggaran kita. Dengan menjadi korban pendamaian Ia juga memberi dirinya untuk membenarkan, menyucikan dan mengahapus segala pelanggaran.

Pendamaian bukan milik manusia, tapi milik Allah. manusia tidak akan pernah memiliki inisiatif untuk dapat berdamai dengan sesamanya apalagi untuk dapat berdamai dengan Allah. untuk itulah Yesus hadir sebagai pendamai antara manusia dengan Allah dan sesamanya. Namun kehadiranNya lebih dari sekedar menjadi pendamai bagi manusia, Ia jugalah kedamaian itu. Ia mewarnai dunia dengan kedamaian yang sejati selama kurang lebih 3 tahun dalam pelayananNya. KedamaianNya ditunjukkan dengan memberikan pembebasan yang sejati. Bukan sekedar kesembuhan ragawi, jasmani namun jiwa dan roh. Ia tahu bahwa manusia tidak hanya butuh kesembuhan ragawi yang fana namun juga suatu perjumpaan yang mengubahkan dan memberi pembaharuan. Untuk itu ia bukan hanya menjadi tabib dari segala tabib, tapi Ialah Tuhan yang berkuasa mengampuni dosa manusia. Inilah pelayanan pendamaian yang dilakukan Allah bagi manusia. Kedamaian yang bukan soal perasaan semata namun keadaan yang tak terbatas dan terikat ruang dan waktu, namun kedamaian yang tak dipengaruhi oleh beragam situasi dan kondisi manusia.

Tentunya Yesus tidak ingin kedamaian hanya ada ketika Ia ada di dunia. Untuk itu ia mengajak kita untuk ikut serta menjadi pelayan-pelayan pendamaian bagi dunia, agar dunia sungguh dapat berdamai. 2 kor 5:18. Menjadi pelayan pendamaian ini adalah panggilan yang membutuhkan jawaban, kesediaan dan komitmen oleh karena itu bukan sembarangan orang yang dapat menjalankan panggilan ini. Tapi bukan berarti kita melepas tanggung jawab ini, karena semua pengikut Kristus sungguh dipanggil untuk menjadi pelayan pendamaian bagi sesamanya.

Sulitkah ? tentu!! Karena dengan sungguh menjawab panggilan ini, kehadiran kita haruslah sungguh dapat membawa kedamaian, bukan perpecahan. Sudahkah kita menghadirkan kedamaian di tengah keluarga? Di tengah masyarakat? di tengah persekutuan? Ataukah dengan kehadiran kita, suami, isteri dan anak jadi tidak betah di rumah. Ketika kehadiran kita di tengah masyarakat membawa kebencian, pertikaian, kesalahpahaman, dendam. Ketika perkataan dan perbuatan kita dalam persekutuan menjadi batu sandungan bahkan kutuk, dan bukan menjadi berkat dan sukacita.

Lalu bagaimana caranya agar kita dapat menjawab panggilan tersebut?
1. berikanlah dirimu diperdamaikan oleh Allah. 2 Kor 5: 20. Untuk menjadi pelayan pendamaian maka kita harus memberikan diri kita didamaikan oleh Allah. Apa artinya? Memberikan diri kita disembuhkan dari luka batin, dari kemarahan, dendam, kepahitan. Memberi diri kita diubah dari manusia lama yang penuh dengan nafsu dan keegoisan menjadi manusia yang penuh belas kasih. Memberikan diri kita menjadi katalisator , yaitu pelayan yang merubuhkan tembok pembatas, dan bukan malah membangun tembok yang semakin tinggi. Tentu bukan hal yang menyenangkan karena benturan-benturan yang datang kepada kita akan lebih keras. Oleh karena itu kita juga harus menjadi manusia yang tahan banting, tahan uji, tidak mudah menyerah, dan tekun.
2. berikanlah dirimu di’isi’ oleh Allah Kol 1: 9. Kita tidak akan pernah menjadi pendamai-pendamai Allah bila kita tidak pernah membiarkan diri kita diisi oleh hikmat, pengertian untuk memahami kehendak Allah dengan sempurna. Sadar bahwa kesempurnaan adalah milik Allah semata, dan bukan milik kita maka menjadi pendamai yang sejati juga hanya Allah, dan bukan kita. Kita ini hanya alatnya, jadi jangan merasa bahwa Allah memanggil kita menjadi pendamai karena kita mampu menjadi agen pendamai, tapi karena Allah berkenan memakai kita di tengah ketidak sempurnaan kita sebagai manusia. Dengan membiarkan diri kita diisi oleh Allah maka kita akan menjadi pelayan-pelayan yang bekerja menggunakan standar Allah, dan bukan standar manusia biasa, yaitu satndar kedamaian menurut Allah, shallom dan bukan irene.
3. berikanlah dirimu dikuatkan Allah Kol 1: 11. Dengan kesadaran bahwa kita bukanlah manusia super, yang dapat melakukan segala sesuatu dengan sempura. Kekuatan kita sebagai manusiapun terbatas. Apalagi untuk mengemban tugas yang ‘bukan gue banget’, karena pendamaian hanya milik Allah dan dapat dilakukan oleh Allah sendiri. Tanpa Tuhan menguatkan kita, kita hanyalah pahlawan kesiangan. Mengapa harus meminta kekuatan dari Tuhan? Karena Ialah sumber kekuatan kita. Apapun dapat kita kerjakan dengan kekuatan dan penyerahan diri yang total kepadaNya.
Menjadi pendamai saja sudah sulit, apalagi menjadi pelayan. Seorang Pelayan haruslah memiliki kerendahan hati, inisiatif untuk bekerja bagi orang lain dan memberikan perubahan yang positif. Pelayanan yang sejati tidak bisa dilakukan hanya dengan tangan dan kaki atau hanya dengan perkataan, karena pelayanan datang dari hati yang rindu untuk melakukan hal yang baik bagi orang lain. Buat apa tangan dan kaki bekerja, bila hati tidak rela. Buat apa lidah dan bibir berbicara yang baik sedangkan hatinya dikuasai oleh motivasi yang jahat. Sama saja dengan menyebar kepalsuan. Seorang pelayan juga bukan seorang yang hanya ingin bekerja untuk mencari pujian dan sanjungan semata. Ia haruslah orang yang mau bekerja di belakang layar. Ia adalah orang yang tetap memberikan yang terbaik walau tidak seorangpun memandang dan memujinya.

Semakin sulit bukan? Tapi bersama Yesus tidak ada yang susah selama kita mau memberikan hati dan tubuh kita untuk benar-benar menjadi alat ALLah. pertanyaan terakhirnya.... maukah kita memberi diri untuk dipakai? Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar