Daniel 6:1-28
“Dalam kamar atasnya
ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia
berlutut, berdoa serta memuji Allahnya,
seperti yang biasa dilakukannya.”
Mengapa anda berdoa? Apa yang mendorong
anda untuk berdoa? Kebutuhan, atau kerinduan akan Allah, kerinduan untuk
mengalami kasih dan penyertaanNya, mendengarkan titahNya dan sapaanNya. Atau
mungkin karena sebuah rutinitas menahun yang kini telah menajdi program
otomatis di dalam benak kita, hingga ketika mengucapkannyapun terasa biasa
saja?
Daniel adalah seorang hamba
Allah yang luar biasa. Doa yang dipanjatkannya menjadi sebuah bukti kerinduang
kepada Allah dan bukan hanya kebutuhan. Pada masa itu, Daniel tau dengan benar
bahwa terdapat larangan untuk berdoa, dan ganjarannya? Bukan hanya sekedar
denda atau penjara, namun goa Singa, yaitu sebuah kematian yang mengerikan,
dicabik dan disantap binatang yang kelaparan. Tapi larangan tersebut sama
sekali tidak menggoyahkan kerinduannya untuk menyembah dan berelasi dengan
Tuhan Allahnya. Ia tetap melakukan penyembahan seperti yang biasa ia lakukan
setiap hari.
Adakah kita memiliki kerinduan
seperti Daniel? Yang patut kita teladani dari Daniel bukan pada banyaknya doa
yang dipanjatkan, atau kedisiplinannya dalam menyembah Tuhan. Karena banyaknya
doa yang dipanjatkan belum tentu menunjukkan kesungguhan kita menaikan doa
tersebuit sebagai sebuah cara untuk senantiasa berelasi dengan Tuhan. Begitu
juga dengan kedisiplinan, karena kedisiplinan yang dilakukan dengan
keterpaksaan hanya akan mendatangkan sungut-sungut dan bukan sukacita.
Cobalah untuk memupuk rasa
rindu kepada Allah. Karena rasa rindu tersebutlah yang akan membawa saudara dan
saya untuk senantiasa berelasi, bercakap dengan Allah dan mendengar suaranya
yang berbisik dengan lembut di dalam hati kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar