Kamis, 10 Oktober 2013

Sebuah Kerinduan Yang Tak Terbendung



Daniel 6:1-28

Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.

Mengapa anda berdoa? Apa yang mendorong anda untuk berdoa? Kebutuhan, atau kerinduan akan Allah, kerinduan untuk mengalami kasih dan penyertaanNya, mendengarkan titahNya dan sapaanNya. Atau mungkin karena sebuah rutinitas menahun yang kini telah menajdi program otomatis di dalam benak kita, hingga ketika mengucapkannyapun terasa biasa saja?
Daniel adalah seorang hamba Allah yang luar biasa. Doa yang dipanjatkannya menjadi sebuah bukti kerinduang kepada Allah dan bukan hanya kebutuhan. Pada masa itu, Daniel tau dengan benar bahwa terdapat larangan untuk berdoa, dan ganjarannya? Bukan hanya sekedar denda atau penjara, namun goa Singa, yaitu sebuah kematian yang mengerikan, dicabik dan disantap binatang yang kelaparan. Tapi larangan tersebut sama sekali tidak menggoyahkan kerinduannya untuk menyembah dan berelasi dengan Tuhan Allahnya. Ia tetap melakukan penyembahan seperti yang biasa ia lakukan setiap hari.
Adakah kita memiliki kerinduan seperti Daniel? Yang patut kita teladani dari Daniel bukan pada banyaknya doa yang dipanjatkan, atau kedisiplinannya dalam menyembah Tuhan. Karena banyaknya doa yang dipanjatkan belum tentu menunjukkan kesungguhan kita menaikan doa tersebuit sebagai sebuah cara untuk senantiasa berelasi dengan Tuhan. Begitu juga dengan kedisiplinan, karena kedisiplinan yang dilakukan dengan keterpaksaan hanya akan mendatangkan sungut-sungut dan bukan sukacita.
Cobalah untuk memupuk rasa rindu kepada Allah. Karena rasa rindu tersebutlah yang akan membawa saudara dan saya untuk senantiasa berelasi, bercakap dengan Allah dan mendengar suaranya yang berbisik dengan lembut di dalam hati kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar