Sabtu, 04 April 2009

Tiada Ketaatan Tanpa Pengorbanan

Tiada Ketaatan Tanpa Pengorbanan
Fil 2: 5-11

Pertanyaan:
1 apa makna ketaatan?
2 mengapa manusia harus taat?
3 mengapa tiada ketaatan tanpa pengorbanan?

Orang Kristen identik dengan orang -orang yang taat, benarkah demikian? Saya rasa bukan hanya orang Kristen yang perlu menjadi orang yang taat. Semua manusia harus memiliki ketaatan dalam dirinya masing masing untuk dapat hidup berdampingan. Mengapa demikian? Karena manusia adalah makhluk yang sering kali tak mampu mengontrol diri, dan lebih suka mengutamakan kepentingan, keinginan, bahkan memiliki kebenaran sendiri.

apa jadinya bila manusia hidup tanpa ketaatan? berantakan, tak terkendali, liar dan berbagai hal lain yang mungkin membuat hiduo menjadi tak tenang dan tak beraturan. Namun pada kenyataannya adalah benar adanya ungkapan bahwa peratuaran dibuat untuk dilanggar. Walaupun undang-undang, peraturan telah dibuat sedemikian rupa untuk mengatur dan menjadikan hidup lebih baik, toh pada kenyataannya, manusia tetap melanggar apa yang telah dibuatnya dengan susah payah tersebut. Hasilnya? Koruptor tetap merajalela; pencuri dan penipu tetap menjadi profesi sampingan dari beragam kalangan, baik itu esmud, pejabat nagara, guru, karyawan, hingga mereka yang menyebut dan disebut sebagai wong cilik (yang sesungguhnya lebih banyak menjadikan 2 profesi tersebut sebagai profesi utama.)

Menjadi taat memang terkadang lebih sulit daripada memecahkan soal-soal Fisika dan Akuntansi. Ketaatan tidak hanya membutuhkan kemampuan, otak, tapi terutama membutuhkan kemauan untuk keluar dari rasa nyaman dan aman. Ketaatan adalah proses pengalihan kekuasaan; yang tadinya dipegang oleh diri, dan ego kita sebagai manusia, kini harus dipindah tangankan kepada orang lain yang memiliki kuasa lebih atas kita; orang tua-kah, guru-kah, kakak-kah, atau Tuhan-kah. Tentunya mengalihkan kekuasaan dan keputusan kepada orang lain bukanlah hal yang menyenangkan, bahkan sering kali membuat hidup yang sudah sulit menjadi semakin sulit. Contohnya: berapa banyak pengendara motor menggunakan helm didasari oleh ketaatan dan keselamatan? Atau, berapa banyak pengendara mobil yang menggunakan sabuk pengaman hanya karena tidak mau kena tilang? Dan, berapa banyak anak-anak taat kepada orang tuanya sekedar untuk mendapatkan hadiah?

Tidak seharusnya ketaatan didasarkan kepada ketakutan, keterpaksaan, bahkan karena ingin mendapatkan sesuatu. Sebagai anak-anak Allah yang telah dipanggil ke dalam keselamatan yang kekal, ketaatan adalah kerinduan yang didasarkan kepada kasih kepada Allah. kasih seperti apa? Kasih yang mau berkorban. Tanpa atau dengan kita sadari Allah mengasihi kita dengan cara mengorbankan diriNya untuk menggantikan kita. Karena kasihNya kepada kita Ia yang adalah Allah sabar menanggung cercaan, Ia dengan begitu murahnya memberikan keselamatan. Ia tidak sombong, tidak juga memegahkan diri bahkan Ia tunduk dalam ketaatan penuh kepada BapaNya, menjadi hamba Allah yang menderita. Ia tidak mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, bahkan iA memberikan segalanya untuk bisa menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih baik. Ia tidak menyimpan kesalahan kita, bahkan sejauh Timur dari Barat dijauhkannya pelanggaran kita, ke dalam tubir laut dilemparkanNya kesalahan kita.

Hanya saja, tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam ketaatan, ada sesuatu yang harus dikorbankan, baik itu kepentingan, keinginan, egoisme kita sebagai manusia. Ketaatan menuntut pengorbanan, mengapa? karena untuk menjadi taat kita harus melawan keinginan kita untuk mengikuti keinginan Tuan Sang Pemilik kita. Filipi 2: 5-11 membantu kita mewujudnyatakannya, dengan meneadani apa yang Yesus lakukan dalam ketaatanNya kepada Allah.
1. Menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus. Mudahkah bagi kita, manusia untuk berempati? Kadang, hanya untuk sekedar simpati saja, manusia tidak mampu, apalagi untuk berempati. Namun melalui ayat ini, kita diajak untuk berempati kepada Yesus, yaitu dengan menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus. Dengan kata lain, kita belajar untuk memandang dari cara pandang, berpikir dengan pikiran Yesus dan merasa dari apa yang Yesus rasa. Sulit? Tentunya! Karena kita lebih suka memperhatikan apa yang kita rasakan dibanding apa yang orang lain rasakan. Jadi KUNCI ketaatan yang 1 adalah empati. Ketika kita hendak berbuat, berkata, berpikir, lakukan itu semua dari sudut pandang Yesus. Apa yang akan Yesus lakukan bila IA menjadi saya? Apa yang akan Yesus katakan bila ia berada dalam posisi saya? Apa yang akan Yesus pikirkan bila Ia menghadapi situasi seperti yang saya hadapi? Bertanyalah What Would Jesus Do?

2. Merendahkan diri Merendahkan diri bukan berarti menempatkan diri kita di bawah orang lain atau menganggap diri kita tidak ada apa-apanya dibandingkan orang lain. Merendahkan diri sesungguhnya adalah kesedidaan kita untuk mau membungkuk dan berlutut untuk melayani orang lain. Setiap orang sama berharganya di hadapan Tuhan, namun tidak semua orang menyadari bahwa ia tidak lebih baik dari yang lain! Merendahkan diri berarti kita sadar bahwa kita ada untuk saling melayani, untuk saling memberi diri, dan bukan hanya ingin dilayani dan yang dipuja-puji.

3. Mengosongkan diri bukan berarti mengosongkan pikiran, tapi melepas reputasi, melepas yang dianggap berharga dan yang dianggap penting bagi seorang manusia. Sesungguhnya, tidak ada yang layak untuk kita pertahankan di dalam dunia ini, mengapa? karena, pertama, tidak ada yang abadi di dunia ini, termasuk diri kita manusia. Kedua, apa yang kita miliki saat ini sesungguhna bukanlah milik kita tapi milik Tuhan! Sebagai Allah, Yesus tidak melihat apa yang Ia miliki, baik itu kuasa, hormat, kekayaan, kemasyuran dan lain sebagainya sesuatu yang layak dipertahankan. Tapi kita manusia, karena rasa memiliki terhadap diri sendiri, seseorang, sesuatu, apapun bentuknya, melupakan ketaatan kita kepada Tuhan yang telah memberikan segalanya itu bagi kita.

Menjadi anak-anak Tuhan yang taat memang tidak mudah. Bila menggunakan bahasa ‘rohani’nya, ada harga yang harus dibayar. Tapi ingat kita tidak membayar harga seperti apa yang Yesus bayar bagi kita. Yang kita lakukan hanyalah sepersekian dari apa yang telah Yesus lakukan bagi kita. Tidakkah itu cukup untuk membuat kita sadar, bahwa kita adalah anak-anak yang begitu dikasihiNya.

Lebih baik jangan taat, bila itu dilakukan dengan keterpaksaan, ketakutan dan karena embel-embel yang lain, tapi juga jangan mengaku sebagai anak-anak Allah. “bila kamu malu mengakui Dia di depan orang banyak, maka Ia juga akan malu mengakui kita di hadapan Bapa!”

Taat bukan sekejap mata!! Taat adalah proses sepanjang usia, sepanjang hidup....tapi mari kita belajar untuk taat, selama masih ada kesempatan bagi kita untuk bisa taat. taatlah dari dalam hati kita, bukan hanya tubuh kita. Karena, walau manusia melihat apa yang nampak, Allah melihat ke dalam hati.

Selamat menaati Allah, dan selamat berkorban untuk Allah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar