Rabu, 16 September 2009

Melayani Dengan Sumber Daya dan Dana Terbatas
2 Korintus 8 1-9

Pertanyaan:
1. Apa makna melayani?
2. Apa yang dibutuhkan anak-anak Tuhan untuk melayani?
3. Apa peran sumber daya dan dana dalam pelayanan?

Berapa banyak dari kita yang berpikir bahwa uang adalah segalanya? Munafik memang bila kita berkata bahwa kita tidak membutuhkan uang baik untuk hidup maupun untuk pelayanan. Iman saja tidak dapat menjadikan perut manusia kenyang. Konsep yang sangat manusiawi bukan? namun sekaligus menajdi konsep yang menghantui pelayanan kita. Pelayanan manusia hanya terbatas pada dana. Dana yang kurang membuat pelayanan mandeg, di sisi lain manusia dianggap sudah memberikan pelayanan hanya dengan memberikan dana. Pada akhirnya pelayanan hanya diukur dari seberapa banyak dana yang telah diberikan ataupun digunakan untuk pelayanan tersebut.

Bagaimana dengan sumber daya manusia bagi sebuah pelayanan dewasa ini? Tidak dapat dipungkiri bahwa tuntutan kehidupan masyarakat perkotaan masyarakat dewasa ini begitu mempengaruhi tingkat sumber daya manusia bagi pelayanan gereja. Waktu bagi diri sendiri saja nyaris tak ada, bagaimana mamu memberi waktu buat gereja? Pergi pagi-pagi sekali dan pulang jauh setelah matahari tenggelam, mana mungkin bisa memberi diri bagi pelayanan di gereja?

Hasilnya, dana yang (mungkin di banyak gereja) tidak terbatas itu tidak disertai dengan penambahan para pelayan yang bersedia mengelola dana demi pelayanan. Pelayanan tetap tidak maksimal bahkan tetap mandeg. Untuk apa dana yang begitu besar, tanpa ada manusia yang mau bekerja ekstra untuk bisa mengubahnya menjadi pelayanan. Gereja akan penuh dengan manusia yang pasif, yang hanya ingin dilayani, namun tidak mau memberikan apapun selain persembahan dana.

Tanpa disadari, wajah pelayanan kita telah banyak mengalami perubahan, dan untuk itu kita harus kembali mengingat dan merenungkan apakah pelayanan sesungguhnya. Adakah kita mengerti bahwa pelayanan bukan soal berapa banyak orang yang bersedia melayani ataukah berapa banyak dana yang dapat digunakan untuk sebuah pelayanan? Pelayanan adalah persoalan memberi diri, soal kebesaran hati, kesabaran dan ketekunan. Lebih dari itu melayani adalah persoalan memberi yang terbaik bagi sesama.

Seorang pelayan adalah mereka yang dapat membawa perubahan, orang yang memilih untuk menjadi berkat bagi orang lain walau diterpa kesulitan, kepahitan, penderitaan, dan mereka adalah orang-orang yang tidak pernah bertanya: ”apa untungnya bagiku?” Itulah yang dilakukan oleh jemaat di Makedonia. Di tengah kemiskinan dan penderitaan yang dialami oleh mereka, mereka tetap bersedia melayani, bahkan memberi lebih dari apa yang Paulus harapkan.

Makedonia adalah negara yang indah di dataran teluk Tesalonika. Daerah ini terkenal dengan hasil buminya yaitu kayu dan logam yang berharga. Pada jaman dahulu daerah ini diperintah oleh para bangsawan, yang tentunya kaya dan terpelajar. Namun sejak bangsa ini digulingkan oleh pemerintahan Roma, kehidupan masyarakatnya berubah 180 derajad. Mereka hidup dalam tekanan, sebagai tawanan, sebagai orang buangan bahkan budak bagi bangsa asing di negeri sendiri.
Dapatkah kita membayangkan apa yang terjadi di Makedonia saat itu? Tertekan, teraniaya, menderita, kehilangan kesempatan, kehilangan kuasa, dan segala-galanya dialami oleh jemaat ini, tapi nampaknya segala penderitaan itu tidak membuat mereka putus asa. Bagi Jemaat Makedonia, keterbatasan dana tidak menjadi masalah bagi mereka untuk senantiasa melayani. Kemiskinan tidak membuat mereka miskin belas kasih dan kemurahan. Bagi mereka miskin, bukan berarti tidak bisa melayani, karena pelayanan adalah memberi apa yang dapat diberi, baik itu kebaikan, kasih, perhatian, doa, dan tentunya karena mereka tidak pernah kehabisan kemurahan Allah. Itulah yang menjadikan mereka pelayan-pelayan yang tangguh dalam melayani.

Bagaimana pelayanan yang sesungguhnya menurut jemaat Makedonia?
1. Pelayanan haruslah dilakukan dengan sukacita. Sukacita memberikan kekuatan untuk bisa melayani tanpa keluh dan kesah. Sukacita disini, bukan hanya perasaan senang, dan gembira. Namun sukacita adalah perasaan yang timbul karena merasa begitu diberkati. Melayani adalah memberi, bukan menerima. Kita tidak akan pernah dapat memberi kalau kita tidak pernah merasa menerima apapun. Termasuk di dalamnya memberi dana maupun daya. Tentunya hanya kesadaran bahwa kita telah diberkati dengan luar biasa oleh Tuhan, yang dapat memampukan kita bersukacita. Sukacita yang tidak terbatas oleh situasi dan kondisi, yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan, pergumulan dan permasalahan. Itulah sukacita yang sesungguhnya.
2. Pelayanan haruslah dilakukan dengan kerelaan. Melayani dengan keterpaksaan tidak akan menjadikan pelayanan itu menjadi dan beroleh berkat. Rela adalah memberi dengan keikhlasan, bukan untuk meminta balas, bukan untuk mendapat pujian, sanjungan bahkan berkat yang berlimpah sebagai ‘reward’. Berapa banyak dari kita yang melayani dengan motivasi yang tidak tepat? Berapa banyak dari kita melayani hanya untuk sebuah pujian, sanjungan, hormat? Berapa banyak dari kita yang melakukan pelayanan karena keterpaksaan? Misalnya: masa isteri/suami penatua tidak mau melayani? Masakan orang tua rajin melayani, anaknya tidak mau melayani? Kita melayani dengan mempertimbangkan apa kata orang terhadap kita dan bukan berdasarkan keikhlasan dan rasa syukur kepda Tuhan. Hanya dengan kerelaan, seseorang dapat memberikan lebih dari apa yang bisa ia berikan, bukan dari apa yang tidak ada padanya
3. Pelayananan haruslah didasarkan pada pemberian diri secara total kepada Tuhan. Pelayanan tanpa pemberian diri sama dengan nol besar. Apa itu pemberian diri? Bukan pemberian yang asal, yang setengah-setengah namun yang terbaik. Apa yang akan anda berikan kepada orang yang anda kasihi sebagai rasa hormat? Yang terbaik bukan... itulah pemberian diri. Oleh karena itu pemberian diri bukan terbatas pada pemberian tubuh semata, namun juga pikiran, hati, dan jiwa. Sehingga baik apa yang ada di hati, terbersit di pikiran, nampak dalam perkataan dan perbuatan sungguh menjadi pemberian yang terbaik bagi Tuhan dan untuk kemuliaan Tuhan. Pemberian diri termasuk memberikan yang paling berharga bagi manusia. Itula yang dilakukan Yesus di kayu salib, pemberian diri yang total hingga mati.

Dengan mendasarkan pelayanan kepada sukacita, kerelaan dan pemberian diri secara total kepada Tuhan, maka tidak ada lagi keterbatasan dalam pelayanan kita. Pelayanan kita akan sungguh menjadi pelayanan yang kaya, bahkan kaya dalam segala sesuatu, bukan hanya dana, namun juga daya. Mengapa? karena di dalam Tuhan kita tidak akan pernah kekurangan. Itulah yang sungguh dirasakan oleh jemaat di Makedonia. Mereka tidak hanya kaya dalam kasih, namun juga dalam pengetahuan, perkataan, iman dan kesungguhan untuk membantu.

Tidak pernah ada kata terbatas dalam melayani, karena yang kita kerjakan adalah misi Tuhan bukan misi manusia. Tuhan sendiri yang akan mencukupi segala sesuatu, baik dana maupun sumber daya. Ia yang akan mengirimkan penuai-penuai (Lukas 10:2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar