Selasa, 04 Januari 2011

Immanuel: Memantapkan Kita Untuk Hidup dan Bersaksi

Immanuel: Memantapkan Kita Untuk Hidup dan Bersaksi
Yesaya 7: 10-16
Roma 1: 1-7
Matius 1: 18-25

Apa yang menjadi pertimbangan anda saat anda memilih nama untuk sang buah hati tercinta atau cucu terkasih? Ada orang yang menjadikan: kedengarannya tidak kampungan sebagai pertimbangan pertama. Lalu ke dua nama tersebut harus memiliki arti yang bagus, dan mengandung tumpukan harapan dari kedua orang tua, kakek, nenek, tante, om, yang sering kali (pada kahirnya) membuat si anak memiliki nama dua sampai empat orang.

Kita tidak akan memberi nama Yudas Iskariot bukan kepada anak kita atau nama Saul kepada cucu kita. Kita akan memilih nama-nama tokoh-tokoh besar yang terkenal dengan ketaatannya kepada Allah, atau pekerjaan pelayanan mereka yang luar biasa dan tentunya dengan harapan bahwa anak kita juga tumbuh dan berkepribadian seperti tokoh-tokoh tersebut. Petrus misalnya atau Daud, dan Daniel.

Salah satu nama yang seringkali dipilih oleh orang tua Kristen adalah Immanuel (bukan berarti kalau nama anaknya tidak ada sangkut pautnya dengan ayat Alkitab, orang tuanya bukan Kristen yaa...) Mengapa nama itu menjadi FAVORIT? Karena nama itu mengandung kesetiaan Allah. Ya! Betapa menyenangkannya hidup bila kita tahu bahwa Allah senantiasa menyertai kita. Kita berharap Allah senantiasa menjagai, melindungi, memberkati, memberikan yang terbaik kepada anak kita, dan akhirnyaaa..... anak kita menjadi anak yang mujur di setiap langkah hidupnya, prestasinya, kariernya, hingga rumah tangganya... Ya itulah harapan kita...dan tanpa kita sadar arti sesungguhnya dibalik nama itu.

Lalu apa sesungguhnya arti dari Immanuel. Tentunya sebelum kita tahu arti harafiahnya, kita harus tahu dulu mengapa Allah mengirimkan puteraNya ke dunia.
1. Yesaya 1: 4 “...dan katakanlah kepadanya: Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini...” Allah ingin agar umatNya: Teguh, tenang, tidak takut, dan kecut hati oleh karena musuh-musuhnya. Tentunya bukan hanya umatNya pada masa Yesaya, namun kita yang kini hidup oleh karena namaNya. Keteguhan, ketenangan, adalah hal yang tetap kita butuhkan sebagai umat Allah. Mengapa? Karena kita masih memiliki musuh-musuh besar dalam hidup. Memang bukan bangsa-bangsa asing, namun musuh yang bahkan lebih kuat. Apa dan siapa saja?...pasti dengan mudah anda dapat menjawabnya.
- Banyak hal di dalam dunia ini membuat kita tidak teguh dalam iman kita, yaitu ketika kita dipertemukan dengan banyaknya pilihan hidup yang menggoda kita dengan kenikmatan semunya. Kita juga sulit untuk dapat teguh dalam kasih yang tulus, bukan kasih pura-pura yang mencari keuntungan dan penuh dengan syarat seperti yang dunia tawarkan. Soal pengharapan? Tidak berbeda. Banyak dari kita tidak teguh berpegang pada pengharapan kita kepada Tuhan, alih-alih mencari manusia yang dianggap sakti, pintar, yang menawarkan pengharapan palsu.
- Tenang? Bagaimana mau tenang bila semua hal yang ada di dunia membuat kita resah. Keamanan tidak terjamin, kemakmuran masih jauh dari pelupuk mata, masa depan cerah bisa-bisa hanya khayalan...hingga kenapa jam segini suami belum pulang jangan-jangan selingkuh; mengapa hingga malam hari anak belum juga datang jangan-jangan dicelakai orang?jangan-jangan....jangan-jangan....semuanya dikuasai oleh rasa takut, kuatir.
- Kecut hati?Ya semakin banyak orang kecut hati untuk melakukan apa yang baik. Sedang untuk mengikuti apa kata dunia, semakin banyak orang yang berani...terlalu berani hingga tidak takut mati kekal. Manusia semakin kecut untuk mengungkapkan apa yang baik, yang berguna, yang membangun, karena takut dianggap aneh, sok suci, sok jadi teladan, padahal itu yang Tuhan mau.
- Tuhan ingin kita tahu bahwa Ia memberikan kita sebuah jaminan yang tidak tergantikan yaitu dirinya sendiri. Bahwa manusia tidak perlu takut, gentar, kuatir dan kecut hati, karena Ia hadir dalam kehidupan manusia. Memang kehadiranNya di dunia bukan untuk menghalau rasa takut, bukan juga untuk menghilangkan keraguan dalam hidup, namun mengubah ketakutan menjadi pengharapan sejati dan keraguan menjadi tantangan yang dapat diatasi. Bagaiamana? Dengan menjalani hidup bersama, oleh dan bagi Dia.
2. Roma 1:5 ”...supaya mereka percaya dan taat...” Percaya sama manusia tidak mudah. Apalagi sama Tuhan? Lebih tidak mudah lagi. Mengapa? Tuhannya tidak keliatan, JalanNya tidak dapat diprediksi, RencanaNya jauh dari rencana manusia, JawabanNya tidak tahu kapan diberinya. Ya...BILA UNTUK PERCAYA SAJA SULIT BAGAIMANA UNTUK TAAT? Mempercayakan diri saja tidak mau, apalagi melakukan perintahNYa. Oleh karena itu diberinyalah kita Firman Allah yang dapat dibaca, direnungkan dan tentunyaaaa... dilakukan dengan penuh ketaatan. Tuhan memberi kita petunjuk bagaimana kita harus hidup melalui kesaksian dan teladan hidupNya sendiri. Bukan hanya hidup para tokoh Alkitab, orang-orang suci, nabi dan hakim tapi hidupNya sendiri! Ia ingin kita taat pada perintahNya, namun Ia bukan Allah yang hanya suka memerintah, tapi membuktikan lewat kehidupanNya bahwa perintahNya dapat dilakukan dan berguna bila dilakukan. Alkitab bukan buku teori dan kumpulan tips, tapi kesaksian hidup!
3. Roma 1: 6 “...menjadi milik Kristus.” Kita memang disebut sebagai hamba Kristus. Kita menyebutNya Tuhan dan Allah Kita. Tapi apa yang membuktikan bahwa kita ini benar-benar menjadi milikNya? Bukan ketika kita memanggilNya dengan sebutan Bapa, Tuhan, Allah, Raja atau apapun yang menunjukkan pada gelar kebesaranNya. Namun ketika kita mampu menunjukkan kualitas diri kita. Seekor domba milik seorang peternak yang malas memberi makan, memberi minum, vitamin dan faksin selalu terlupakan,akan menjadi kurus, penyakitan dan tak laku dijual. Namun seekor domba milik gembala yang perhatian, selalu tepat waktu memberi makan, menggiring mereka ke air yang tenang, akan menjadi domba yang sehat, gemuk, yang memberi hasil yang baik pada musimnya. Begitu pula seorang yang menyatakan diri milik Kristus, sudah pasti menjadi orang yang berkualitas layaknya Kristus sendiri. Dia menjadi berkat bagi orang-orang di sekelilingnya, lebih dari itu dia akan menajdi seseorang yang dicari oleh sesamanya, dengan begitu hidup kita menadi kesaksian bagi Allah. Dan orang boleh bertanya: “ Siapakah Allahnya, yang menjadikannya manusia yang luar biasa?”
4. Roma 1: 7 “...dipanggil dan dijadikan orang kudus...” sebuah panggilan tentunya membutuhkan jawaban. Bila tidak ada yang menjawabnya maka panggilan tersebut akan menjadi panggilan yang sia-sia. Tentunya kita tidak ingin panggilan Tuhan menajdi panggilan yang sia-sia. Seorang yang dipanggil di tengah keramaian, dan menyadari bahwa dirinya dipanggil, akan segera menghampiri dia yang memanggilnya, bukan? Kecuali yang memanggilnya adalah petugas pajak mungkin ia akan lari...tapi kalau yang memanggilnya adalah orang yang mengasihinya, masakan ia tidak datang menghampirinya? Tapi kebanyakan manusia melakukan itu. Ketika kita dipanggil, kita hanya menjawab ya..dan tidak bergerak...tetap asik dengan pekerjaan dan kegiatan kita. Panggilan butuh lebih dari sekedar jawaban ya atau tidak! Tapi lebih pada perbuatan yang menyatakan ya terhadap panggilan. Bagaimana dengan dijadikan. Bagaimana cara anda membuat semangkuk sup yang lezat? Adakah anda memasukkan semua bahan-bahannya ke dalam panci yang besar tanpa membersihkannya atau memotongnya menjadi potongan kecil terlebih dahulu? Apakah anda akan memasukan seekor ayam bulat-bulat tanpa mencabuti bulunya dan memotong kukunya? Atau memasukkan wortel tanpa mengupasnya terlebih dahulu? Tentu tidak bukan? Anda akan membuatnya bersih, memotongnya hingga orang lain dapat menikmatinya tanpa tersedak. Begitu juga Allah ketika Ia menjadikan kita orang-orang kudus bagiNya! Ia akan mengolah dan memproses kita hingga kita layak menjadi orang-orang kudus pilihan Allah...Ia akan membersihkan kita, memotong kita, dan menjadikan kita berkat bagi orang yang ‘menikmati’ kita. Sakitkah? Yaaa..Bayangkan tuhan memotong dan membersihkan anda... sakit sekali namun membawa perubahan yang tidak akan pernah anda bayangkan seumur hidup anda!

Dia, Allah yang IMMANUEL, hadir, menyertai, agar kita mampu menjawab tantangan hidup dan menang atasnya. Ia hadir bukan untuk diriNya sendiri, kepentingan, kepuasan, harga diriNya, namun untuk menjadikan kita layak untuk disebut sebagai pewaris Kerajaan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar