Jumat, 29 Mei 2009

Kekuatan Baru

Roma 5:1-11

Tujuan:
- remaja memiliki daya juang dan mental yang pantang menyerah, sehingga tidak mudah menyerah ketika menghadapi masalah ataupun lari dari masalah.
- remaja dapat melihat bahwa dalam setiap masalah ada sesuatu yang baik, yang indah dan yang patut dirayakan.

Apa yang ada di benak rekan-rekan ketika pertama kali mendengar kisah bunuh diri David Hartanto di NTU? Wah ko bisa yaaaa? Pasti ga tahan tuh sekolah di NTU, pasti putus asa karena beasiswanya dicabut, pasti imannya ga kuat? Dan lain sebagainya. Hampir semua pihak berkata bahwa David mengalami depresi hingga memberanikan dirinya mengambil jalan bunuh diri. Kenapa ya? Bukan karena NTU adalah sekolah yang terkenal membebani para mahasiswanya, namun karena itulah pandangan masyarakat terhadap generasi muda masa kini. Generasi yang tidak tahan banting, generasi yang lemah, yang tidak mau susah, tidak bisa hidup pas-pasan, generasi yang terbiasa hidup nyaman oleh berbagai fasilitas. Betulkah kita termsuk dalam generasi seperti itu? Ataukah itu hanya pandangan orang yang keliru.

Tentu benar atau tidaknya pandangan itu, lebih baik kita menilik diri kita sendiri. Apakah kita memang menjadi generasi yang lemah? Atau kita mampu memberikan bukti bahwa kita tidak selemah pandangan orang? Rekan-rekan pernah mendengar tidak ada asap bila tidak ada api? Masyarakat tidak akan memandang bahwa kita adalah generassi yang lebih suka hura-hura daripada bekerja keras bila mereka tidak melihat realita bahwa kita memang generasi yang lemah. Mau bukti? Berapa banyak berita di televisi yang mengabarkan anak-anak yang bunuh diri atau paling tidak mencoba untuk bunuh diri hanya karena dimarahi orang tua, tidak dibelikan apa yang diinginkan, diejek teman, diputusin pacar dan lain sebagainya.

Apakah ada dari kita yang kena panas sedikit ga bisa tidur, disuruh naik angkot karena pak sopir pulang kampung ngambek, soal ujian tidak sesuai dengan kisi-kisi marah, makan hari ini Cuma sama tempe tahu ngambek.... dsb. Seperti itukah sesungguhnya potret kehidupan kita? Kalau memang begitu adanya, tiak mengherankan bila kita dicap sebagai generasi yang manja.

Kenyataan bahwa hidup semakin sulit adanya memang tidak dapat dipungkiri lagi. Tantangan memang akan semakin berat baik itu di dunia ekonomi, sosial, pendidikan dan lain sebagainya. Krisis global tidak hanya melanda bidang ekonomi saja. Banyak dari manusia mengalami krisis identitas, percaya diri, moral, hingga iman. Semakin besar tantangan, semakin besar juga erosi yang ditimbulkannya. Tantangan jaman secara tidak sadar telah mengikis identitas manusia sebagai makhluk yang serupa dan segambar dengan ALLAH. Hasilnya? Betapa mudah manusia putus asa. Bunuh diri menjadi pelarian yang dirasa ampuh untuk menyelesaikan masalah.

Bagaimana dengan kita yang menyebut diri orang percaya dan pengikut Kristus. Paulus berkata, bagi kita orang-orang yang dibenarkan oleh iman, hidup dalam damai sejahtera merupakan jaminan. kita juga menjadi orang-orang yang menerima kemuliaan Allah dan orang-orang yang berpengharapan. Lebih dari itu semua Paulus menyebut kita sebagai orang-orang yang mampu bermegah dalam kesengsaraan.

Jemaat Roma pada waktu itu bukanlah jemaat yang berada dalam kenyamanan dan rasa aman. Mereka berada dalam kondisi yang begitu memprihatinkan, mereka ditindas dan dianiaya oleh pemerintahan kaisar Claudius. Pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak kita adalah bagaimana kita dapat bermegah dalam kesengsaraan sekaligus hidup dalam damai sejahtera? Kesengsaraan dan damai sejahtera saja adalah sesuatu yang paradoks. Mungkinkah orang yang berada dalam keadaan sejahtera mamou merasakan damai sejahtera? Bagi manusia biasa memang tidak mungkin, namun bagi Allah tidak ada yang tidak mungkin. Itulah yang disebut dengan berpengharapan.

Namun bagaimana cara menjadi orang yang berpengharapan? Tentunya, apa yang menurut manusia mustahil untuk dilakukan, sering kali menjadi halangan terbesar untuk menjadi orang-orang yang berpengharapan. Jadi:
1. Thingking Positive. Belajar untuk berpikir positif bukan hanya berarti menjadi orang yang optimis, “ Badai Pasti Berlalu.” Namun juga dapat berkata: “Badai memberiku banyak pelajaran berharga.” Dalam kata lain, orang yang berpikir positif adalah orang yang mampu mengambil hikmah dalam setiap hal termasuk hal negatif, hal yang menyakitkan, dan yang membuat dirinya menderita. Hanya orang yang mampu mengambil pelajaran dari hal-hal yang paling menyakitkan sekalipun yang mampu bermegah dalam kesengsaraan. Baginya kesengsaraaan akan menimbulkan ketekunan, ketekunan akan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji akan menimbulkan pengharapan. Jadi, menjadi orang yang berpengharapan tidak dapat diwujudkan dalam waktu yang instan. Orang yang berpengharapan haruslah terlebih dahulu menjadi orang yang memiliki:
2. Ketekunan. Tekun bukanlah sifat yang dimiliki oleh semua orang. Tapi setiap orang anak Allah diminta untuk tekun. Tekun bukan hanya rajin, namun juga pantang menyerah. Kesulitan apapun tidak membuat ia menyerah selama masih berada dalam batas kemampuannya. Setia, tabah adalah kata-kata yang cukup menggambarkan arti ketekunan. Jadi untuk menjadi orang yang tekun, mulailah menjadi orang yang setia. Menghadapi ulangan matematika dan fisika bisa menjadi sesuatu yang menyebalkan, bila kita tidak mau setia dalam melatih soal-soal, begitu juga dengan ulangan antropologi atau geografi bila kita enggan untuk menghafal. Sesulit dan se-tidak suka apapun pelajarannya akan tetap kita pelajari, dan bukan berkata: “malas ah saya ga bakat.”
3. Tahan Uji. Ketika rekan rekan membeli piring atau mangkuk tahan panas apa harapan rekan-rekan? Tentunya harapannya adalah baik piring maupun mangkuk yang dibeli sungguh2 tahan panas bukan? Apa jadinya bila mangkuk atau piring tu ternyata tidak tahan panas? Kita akan mengatakan: ”Wah yang jualannya nipu nih!” Tahan panas, tahan banting termasuk tahan uji tidak hanya menjadi janji palsu tanpa pembuktian. Bagaimana kita tahu bila kita adalah pribadi yang tahan uji tanpa pengalaman yang mampu membuktikan bahwa kita sungguh tahan uji. Jadi janganlah takut bila kita diuji oleh berbagai macam masalah dan pergumulan, karena dari itu semualah ketahanan kita sungguh diuji. Kualitas seorang manusia dilihat bukan ketika ia sedang berbahagia, nyaman dan aman dengan dirinya, namun ketika ketidaknyamanan, kesulitan, dan ujian datang menempanya untuk menjadi manusia yang semakin berkualitas. Sebilah pedang tidak akan menjadi pedang yang berkulitas bila ia tidak mau ditempa, begitu pula sebutir berlian tidak akan menjadi berlian yang indah tanpa mau digosok dan diasah.
4. Berharap. Berharap bukan bermimpi, bukan pula bercita-cita. Pengharapan yang diberikan Tuhan adalah pengharapan yang sia-sia, namun pengharapan yang pasti dan tidak mengecewakan. Pengharapan dari Allah adalah pengharapan yang membawa kita kepada kasih karunia yang tak ternilai yaitu kematian yang membawa hidup kekal dan yang memperdamaikan manusia dengan Allah dan sesamanya.



Kini, sebagai anak-anak pengharapan, mari kita tanya pada diri kita dan kepada realita:
Berapa banyak remaja yang mencari geliat kehidupan malam, hanya karena tidak mampu menemukan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup?
Berapa banyak remaja yang tenggelam kehidupan seksualitas yang bebas, hanya karena tidak mampu menemukan cinta yang sejati?
Berapa banyak remaja yang terjerumus pada narkoba dan obat-obatan terlarang, hanya karena hidup yang nampak tak bersahabat dengan mereka?
Berapa banyak remaja yang lebih suka mengambil jalan instan (membeli soal, mencontek), hanya karena merasa diri tidak mampu untuk menjadi yang terbaik?
Berapa banyak remaja yang tidak dapat menjadi inspirasi, hanya karena ia tidak mampu mengenal siapa dirinya, kekuatan dan potensinya untuk mengubah dunia?
Berapa banyak remaja yang tidak mampu mengambil keputusan yang terbaik, karena ia mendengar semua orang berkata “kamu tidak mampu berbuat apa-apa?”
Berapa banyak remaja yang merasa dirinya tidak berharga, hanya karena perkataan yang tidak bertanggung jawab dari orang orang terdekat mereka?
Berapa banyak remaja ‘mati suri’ dalam kemudaan mereka, karena semangatnya dibelenggu, suaranya dibungkam, langkahnya dijerat oleh tradisi dan budaya?
Berapa banyak remaja yang tak mampu menjadi teladan, hanya karena stigma “kalian masih bau kencur”?

Pergumulan boleh datang, pencobaan boleh datang, masalah boleh menghampiri kita, namun ingat bahwa kita tidak akan pernah ditinggalkan oleh tangan Tuhan yang tak terlihat.

“Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” 1Timotius 4: 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar