Rabu, 05 Desember 2012

Indahnya Keberagaman


Berbicara tentang pluralisme, saya teringat akan tokoh yang begitu saya kagumi, Alm. Pdt. Eka Darmaputera. Dalam berbagai tulisannya tetang pluralisme tergambar dengan begitu jelas betapa ia mengaggumi dan menghormati keberagaman yang ada di bumi Indonesia ini. Bukan hanya soal kepercayaan dan agama, namun juga soal budaya, hingga sifat dan karakter manusia. 

Ya! Berbicara soal pluralisme, tidak hanya dapat dikaitkan dengan kepercayaan dan agama. Pluralisme sudah ada sejak bumi diciptakan. Allah menciptakan segala sesuatunya berbeda, tidak ada yang sama, beragam jenis benda penerang, tumbuhan, binatang, hingga manusia. Tidak ada satupun manusia diciptakan sama satu dengan yang lain, semuanya memiliki fungsi, keunikkan, kelemahan, dan kelebihan masing- masing yang sangat original. 

Tuhan melihat perbedaan itu baik adanya, karena perbedaaanlah yang mmbuat hidup menjadi indah, dimana setiap ciptaan dapat saling melengkapi, memperkaya satu dengan yang lain. Dengan begitu setiap manusia dan ciptaan yang menyatu itu akan dapat merepresentasikan Tuhan yang maha agung, maha besar, maha sempurna, dan...maha kreatif.

Sayangnya, sejak manusia jatuh ke dalam dosa, mereka tidak mampu lagi melihat perbedaan sebagai sebuah pemberian yang indah bagi kehidupan. Mereka hanya mampu melihat perbedaan sebagai sesuatu yang dipertentangkan, diadu, dan dibandingkan terus menerus. 

Tidak mengherankan, agama dan kepercayaan, sebagai salah satu karya anak manusia, dalam rangka mencari Allah juga dipertentangkan. Setiap manusia memiliki cara berpikir, berefleksi yang beragam, sesuai dengan hidup dan pengalaman, latar belakang sosial, pendidikan, budaya dan masih banyak faktor penting bagi manusia dalam mendefinisikan siapa Allah bagi mereka.

Apalagi Allah yang merrka coba untuk definisikan secara sederhana melalui kepercayaan dan agama, bukanlah Allah yang sederhana. Bahkan Allah yang terlalu kompleks untuk dipahami oleh manusia. Allah itu supra- rasional, atau melampaui rasio manusia. Dia terlalu tinggi untuk dicapai, terlalu besar untuk direngkuh, terlalu dalam untuk diselami. Tapi, bila tidak begitu adanya, apa bedanya Allah dengan manusia. Hal tersebut melatarbelakangi berbagai macam pandangan dan refleksi tentang Allah. Hasilnya: kepercayaan dan agama yang beragam. Tidak ada yang salah  bukan?

Namun, nyatanya, cara pandang plural ini juga membahayakan! Bukan berarti pluralisme harus dibasmi, karena perbedaan dan perubahan adalah hakekat dari kehidupan. Tapi dalam praktiknya, pluralisme dapat menekan bahkan menghilangkan keunikan dari agama dan kepercayaan itu sendiri. Padahal di dalam agama dan kepercayaan terdapat keunikan yang menyangkut tidak hanya yang kelihatan namun juga yang tidak kelihatan. 

Misalkan saja, ketika seorang pluralis mengatakan, "Banyak jalan menuju ke Roma, maka banyak Jalan juga menuju keselamatan." Tentu kita tidak akan menerima pernyataan ini, karena Alkitab menyaksikan bahwa Keselamatan kekal hanya dapat kita peroleh melalui penebusan Yesus Kristus, dan bukan yang lain. 

Kekristenan unik, karena adanya iman kepada Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia, yang lahir, hidup dan mati, lalu bangkit. Itulah inti iman Kristen yang tidak dapat dibandingkan apalagi disamakan dengan kepercayaan lain. Oleh karena itu GKI dan gereja- gereja protestan pada umunya memilih untuk tidak menjadi pluralis, namun inklusif. 

Dalam pemahaman ini setiap keunikan agama dan kepercayaan manusia tetap berarti, tidak ada yang yang dilebur, tidak ada yang dihilangkan, namun semuanya mengarah kepada Kristus. Mungkin pertanyaan bagi banyak orang adalah, bagaimana semua agama dan kepercayaan dapat mengarah kepada Kristus? Sedangkan mereka tidak mengajar tentang siapa Kristus dan apa yang dikehendaki Kristus. Disinilah iman dan pengakuan manusia terhadap Allah berperan, yaitu bahwa Allah dapat bekerja dengan cara yang tidak terduga dan dengan cara yang bebas dalam setiap agama, kepercayaan dan pribadi manusia. 

Dengan begitu kita, manusia tidak mengkotakkan Allah hanya di dalam kotak agama dan kepercayaan kita. Karena bila demikian, Allah bukan Allah yang bebas, dan iIa tidak akan dapat menjadi Allah yang sesungguhnya bila Ia tidak bebas. 

Allah kita adalah Allah yang menghargai perbedaan, karena Dia jugalah yang menciptakan perbedaan itu. perbedaan itu indah dan baik adanya. Bila kita, manusia kini memisahkan diri satu dengan yang lain karena berbeda, maka sesungguhnya kita tidak menghargai dan menghirmati apa yang telah diciptakan Allah, yang baik adanya. 

Allah dapat bekerja pada diri siapapun, agama dan kepercayaan apapun, usia tua atau muda sekalipun. Jangan kita kotakkan Dia dengan paradigma kita, dengan demikian Dia menjadi Allah yang sungguh bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikkan bagi mereka yang mengasihi Dia. Jangan pula kita menilai seseorang tidak mengasihi Allah, karena hanya Allahlah yang mampu menilai kedalaman kasih seorang manusia kepadaNya. Jadi, selamat menghargai perbedaan, karena perbedaan itu indah. 

1 komentar:

  1. Hi. Salam kenal. Saya Evy.
    Isi blognya ... jempoel ! Tidak hanya informatif, tapi jg edukatif :)
    Menanti postingan berikutnya :)
    Tuhan memberkati.

    BalasHapus