Kamis, 17 Februari 2011

Kataatan Sejati

Ulangan 30: 15-20
Maz 119:1-8
1 Korintus 3: 1-9
Matius 5: 21-37

Ketaatan macam apa yang saudara miliki? Ketaatan yang semu, yang pura-pura, yang dipenuhi dengan keterpaksaan atau apa? Dapatkah anda memberikan jawabannya? Wah sepertinya pertanyaan ini adalah pertanyaan lanjutan, jadi saya akan memberikan pertanyaan awalnya: apakah yang disebut ketaatan itu? Pasti banyak dari saudara yang mengatakan bahwa ketaatan adalah kepatuhan, lalu apa yang disebut dengan kepatuhan? Apakah cukup dengan mengatakan ya terhadap segala perintah atau permohonan?

Taat memang merupakan kata yang sangat sederhana. Ia hanya terdiri dari 4 buah huruf yang untuk mengeja ataupun menulisnya merupakan sesuatu yang mudah untuk dilakukan. Hanya saja kesederhanaan kata taat ini bertolak belakang dari makna yang sesungguhnya. Untuk menjadi orang yang taat manusia membutuhkan waktu berhari-hari hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. Mengapa? Karena taat bukan soal mengatakan ya dan melakukan apa yang diperintahkan. Taat lebih rumit dan kompleks dari hanya sekedar mengatakan ya. Lalu apa yang penting soal ketaatan yang sejati?

1. KETAATAN ADALAH SOAL SIKAP HATI. Ulangan 30: 17. Ketaatan bukan soal melakukan diperintahkan Tuhan pada ayat 16. Kemalangan akan datang bukan ketika bangsa Israel tidak mengerjakan apa yang Allah perintahkan pada ayat 16 “karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya.” Lalu karena apa? Coba perhatikan ayat ke 17. Tetapi jika hatimu berpaling dan engkau tidak mau mendengar, bahkan engkau mau disesatkan untuk sujud menyembah kepada allah lain dan beribadah kepadanya. Jadi sesungguhnya ketaatan pertama-tama adalah soal sikap hati kita. Apakah mengasihi Allah dapat dilakukan tanpa sikap hati yang benar? Mengasihi perlu menggunakan hati, bukan hanya dengan tangan atau kaki, karena kasih seperti itu akan menjadi kasih yang palsu. Apakah ketaatan adalah hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya, namun dengan sungut-sungut, dengan kemarahan, dengan ketidakpuasan? Dan bukan dengan sukacita? Matius 5 :22-25 Hidup dalam jalan Tuhan tidak dapat dijalankan tanpa hati yang terarah kepada Tuhan, karena tanpa mengarahkan hati kepada Tuhan, kita akan menajdi orang yang mudah berhenti, dan berpaling pada yang lain. Lebih lagi, untuk hidup dalam jalan Tuhan, kita harus senantiasa mendengar suara Tuhan yang mengarahkan, menuntun, mengayomi kita, karena jalan Tuhan adalah jalan yang tak nampak bagi kita. Ia ada dalam kacamata iman, ia membawa kebaikkan dan kebahagiaan dalam persepsi Allah sendiri. Jadi hidup dalam jalan Tuhan adalah hal yang mustahil dilakukan tanpa memberi hati untuk mendengar apa yang Ia katakan bagi kita. Berpegang pada perintah juga tidak akan pernah dapat kita lakukan bila kita tidak memberikan hati kita untuk menyembah (worship: shachah) Allah. Karena berpegang pada perintah Allah harus didahului dengan kerelaan untuk mengakui kekuasaanNya, tunduk dan menerima perintahNya; untuk menyerahkan hak kita kepadaNya dan membiarkan Dia berkuasa atas segala hak kita.
2. KETAATAN ADALAH PENGAKUAN BAHWA MANUSIA TERBATAS. 1 Kor 3:1-9 Paulus adalah bapak Kekristenan yang luar biasa berpengaruh baik dari jemaat mula-mula hingga kekristenan modern seperti sekarang ini. Surat-surat Paulus bahkan lebih sering dikutip dari pada perkataan Yesus sendiri. Paulus adalah orang yang sangat menguasai Taurat, lebih dari itu ia adalah sosok yang sangat pandai, kritis, dan berpengetahuan sangat luas. Ia adalah orang yang sangat ahli di bidangnya, sehingga sulit mencari orang yang mampu menandingi kemahiran Paulus. Namun nyatanya, dibalik kemahiran dan kejeniusannya, ia adalah tetap seorang manusia yang terbatas.Ia sadar sepenuhnya ia hanya dapat menanam, Apolos hanya dapat menyiram. Tapi tanpa pertumbuhan, semua yang dilakukannya adalah suatu kesia-siaan. Yang terpenting bagi sebatang pohon, bukanlah siapa yang menyiram, siapa yang memberi pupuk, siapa yang menyiangi, namun apakah ia dapat hidup dan bertumbuh menjadi pohon yang sehat dan yang berbuah lebat . Paulus tidak dapat memberi hidup, karena hidupnya sendiri adalah belas kasih Allah, anugerah! Imannya sekalipun adalah pemberian, dan bukan hasil usahanya sendiri. Itulah yang membuat Paulus sang ahli taurat memiliki ketaatan penuh kepada Allahnya, karena hanya Allahnya-lah yang mampu membuatnya sungguh hidup
3. KETAATAN ADALAH WUJUD PENGENALAN DIRI AKAN ALLAH. Matius 5. Yesus menggunakan kata: Kamu telah mendengar Firman. Ternyata mendengar Firman Allah atau mendengar siapa Allah saja tidaklah cukup untuk dapat membuat seseorang menjadi taat kepada Allah. Seseorang haruslah mengenal dan mengalami Allah secara pribadi untuk dapat menjadi taat. Seseorang yang hanya mendengar bahwa berkendaraan roda 2 haruslah menggunakan helm, akan tetap menggunakan helmnya di tangan. Bila ia berkendara di dalam kompleks, ingat harus memakai helm saja tidak. Tapi bagi mereka yang pernah mengalami pentingnya helm sebagai pelindung kepala mereka, akan dengan rela dan taat menggunakan helm walau hal tersebut seringkali membuatnya pengap dan kepanasan. Pengalaman adalah unsur yang paling penting dalam kehidupan manusia. Karena melalui pengalaman manusia belajar tentang apa yang baik, yang tidak, yang berguna, yang tidak; dan dari pengalaman pula manusia belajar memperbaiki hidupnya menjadi lebih baik. Paulus mengalami Allah secara pribadi itulah yang menjadikan Ia menjadi pribadi yang taat sampai mati, dan bukan karena pengetahuannya yang sempurna tentang taurat serta tradisi Yahudi. Semakin seseorang kenal siapa Allahnya semakin ia menjadi manusia yang taat. Loh ko bisa? Karena Ia semakin sadar bahwa tidak ada yang mampu menyaingi Allah dalam hal kasih, kesabaran, pengatahuan, karena hanya Dialah yang Maha, dan tidak ada yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar