Matius 16: 21-28
Sebelumnya kita perlu mengerti dengan benar bagaimana istilah ini sesungguhnya dapat hadir di tengah-tengah ajaran gereja dewasa ini karena Alkitab sendiri tidak pernah menyebutkan bahwa Yesus memerintahkan kita untuk membayar harga. Hal pertama yang perlu kita pahami adalah, dalam dunia tidak ada sesuatu yang gratis... kecuali udara. Tapi untuk udara bersih yang murni kitapun harus membayar. Segala sesuatu punya harga, punya nilai, baik nilai jual maupun nilai beli. Untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan kita perlu membayar seharga yang ditawarkan dan bayar- membayar ini tidak hanya kita temui di masa modern sekarang ini, namun sejak masa perjanjian lama.
Kini mengapa kita harus membayar harga? Dan untuk apa kita membayar harga? Rasul paulus mengatakan dalam 1 Korintus 6: 20, bahwa kita ini telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar! Dibeli dari siapa kita? Dari tuan lama kita yaitu dosa, dan dibeli secara lunas oleh kematian Kristus di kayu salib, tidak kredit, tidak nyicil, apalagi ngutang!! Bebaskah kita? YAAAA Yesus membebaskan kita dari belenggu dosa yang berujung maut, kematian tanpa akhir. Namun ketika kita sudah dibeli, tidak sekonyong-konyong kita menjadi manusia bebas lepas, seperti burung lepas dari kandangnya, karena kita memiliki tuan yang baru yaitu Kristus yang membeli kita dengan hidup dan nyawanya. Membayar harga disini bukan berarti kita harus membayar kepada Kristus agar kita menjadi manusia yang bebas. Apa yang telah diberikannya kepada kita TIDAK AKAN DAPAT KITA BAYARKAN KEMBALI!
Memang keselamatan dan pembebasan dariNya adalah suatu anugerah... hadiah yang sesungguhnya diterima sebagai hadiah bagi kita yang percaya (Yoh 3: 16). Namun hadiah yang diberikan dengan kemurahan itu tidak menjadikannya murahan!!! Harga yang Tuhan bayarkan bagi kita bukanlah harga yang murah, apalagi murahan... memberi diri itu sama sekali tidak murah. Karena memberi diri adalah sama dengan memberikan yang paling berharga bagi seorang manusia. Manusia boleh memiliki banyak kekayaan, kekuasaan, kemasyuran, tapi bila ia tidak memiliki dirinya bagaimana ia mau menikmati segala sesuatu yang dimilikinya itu? Apa yang dapat dinikmati oleh manusia ketika ia sudah mati? Kekayaan, kemasyuran dan kekuasaan tidak dapat dibawa menjadi bekal di alam kubur!!
Mengapa Allah harus mati dan memberikan dirinya bagi kita? Jangan-jangan Ia bukan Allah, bukankah bila Ia sungguh Allah ia hanya cukup menyelamatkan dengan kuasa dan kemahaanNya? Pun bila Ia ingin datang ke dunia mengapa harus menajdi orang yang lemah, mengapa Ia tidak langsung turun dari langit seperti dewa, ataupun lahir sebagai seorang anak pembesar negeri, sehingga manusia dapat langsung merasakan keselamatan itu? Mengapa Ia harus menggunakan cara yang kontroversial? Yang membuat dunia bertanya dan bahkan menolak? Yang membuat beragam interpretasi dan dogma? (mat 16: 22-23) Pertama, BUKAN ALLAH NAMANYA BILA TINDAKANNYA DIKONTROL OLEH CARA PIKIR, DAN CARA PANDANG MANUSIA!! Justru karena Ia adalah Allah maka tindakanNya tidak berada dalam rasionalitas kita sebagai manusia.
Kedua, memberikan keselamatan secara langsung sama dengan tidak menghargai ciptaanNya sendiri. Manusia bukan barang, yang ketika ada kecacatan bisa langsung dibuang atau disulap menjadi baru dengan menggunakan sihir. Allah bukan tukang reparasi barang, atau kita yang lebih suka LEMBIRU (lempar beli baru) kepada barang yang sudah rusak!! Ia adalah Allah yang menghargai manusia lebih dari hanya sekedar ciptaan, namun anak-anakNya, yang ia kasihi dan beharap anak-anakNya ini dapat memilih yang baik, bukan dengan sihir, atau kuasaNya. Namun ketika manusia sebagai pribadi, ciptaan yang ‘sempurna’ dapat belajar memilih yang baik dengan akal budi yang telah Ia karuniakan kepada setiap kita.
Ia memilih mencari jalan yang paling adil untuk menyelamatkan manusia, yaitu menjadi manusia, itulah harga yang telah Ia bayar untuk menebus ciptaanNya, bukan hanya untuk menunjukkan kemahakuasaanNya, namun lebih untuk menunjukkan rasa kemanusiaanNya, solidaritasNya.
Kini, ketika banyak orang Kristen mengatakan kita harus membayar harga sesungguhnya yang kita lakukan bukan membayar atas apa yang Ia lakukan bagi kita. Seperti seorang pegawai yang menyicil kepada bosnya, karena telah membayarkan (misalnya) biaya rumah sakit isterinya. Sebanyak dan selama apapun kita membayar kepada Tuhan, baik itru dengan persembahan, pelayanan dan lain sebagainya (yang dikategorikan manusia sebagai suatu tindakan bayar harga) keselamatan itu tidak akan pernah tergantikan. Mengapa? Karena Tuhan membayar kita bukan dengan kekayaannya, bukan dengan kuasaNya, namun dengan HIDUP. Sedangkan tidak ada manusia yang bisa menebus manusia lainnya, walau dengan kematiannya: meminjam istilah Paulus kepada jemaat di Galatia: “ Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum taurat dengan jalan menjadi kutuk bagi kita.”
Jadi yang kita lakukan apa? pengabdian, dan ketaatan, karena Kristus kini menjadi Tuan bagi kita, bukan kita menjadi Tuan bagi diri kita sendiri. Banyak para filsuf modern yang mengatakan bahwa manusia bisa menjadi Tuan bagi dirinya sendiri, ya memang benar! Manusia bisa menjadi tuan bagi dirinya sendiri, tapi tidak ada seorang manusiapun yang bisa menjadi Tuhan bagi dirinya sendiri. Tuhan tetaptah Tuhan yang satu itu yang tidak akan pernah tergantikan oleh ciptaanNya.
Pengabdian dan ketaatan seperti apa yang diharapkan oleh Tuhan sebagai pemilik kita?
- menyangkal diri
Dalam bahasa Yunani (aparneomai) menyangkal diri, memiliki arti harafiah melupakan diri. Melupakan apa yang berharga bagi diri, melupakan apa yang menjadi keinginan diri sendiri, melupakan apa yang menjadi tujuan diri, dan mengarahkan diri kepada Tuhan seorang. Mengutamakan kehendak Tuhan, mengutamakan keinginan Tuhan, menjunjung tinggi Tuhan dalam segala spek kehidupan
- memikul salib
Salib, pada masa Yesus, dikenal sebagai alat penghukuman untuk para pesakitan, hanya penjahat, namun juga para pemberontak dari kaum Zelot yang dianggap membahayakan pemerintahan Romawi. Salib tidak hanya menjadi alat penghukuman, tapi juga alat untuk mempermalukan orang di hadapan umum. Ketika Tuhan meminta kita untuk memikul salib, Ia tidak meminta kita untuk memikul salibNya. Kita tidak akan mampu memikul salib Tuhan. Tapi Ia menginginkan kita untuk mengikuti teladanNya.... yang siap menanggung penderitaan bukan karena perbuatan kita, namun karena Kristus. Penderitaan semacam apa sih? Menurut versi Paulus penderitaannya adalah ketika harus menerima cemooh, penolakan, bahkan hingga ditangkap dan dibunuh karena Kristus, ketika ia harus mengalami beragam kesukaran dan kesesakan karena Kristus. Bagi kita.... jangan dulu berpikir akan hidup seperti Paulus. Mampu tidak kita berkata tidak terhadap apa yang Tuhan larang, dan dengan berani mempertanggung-jawabkannya di hadapan manusia? Nyogok? Hari gini ga nyogok? bisa ngak lancar urusan. Bagi sebagian anak remaja dan pemuda hari gini ga dugem, ga gaul tau! Bagi ibu rumah tangga hari gini ga gosip ga asik tau, di jalan raya hari gini ngalah....bakalan terlambat terus!
- mengikut Aku
bukan soal berjalan di belakangNya... tapi berani meninggalkan segala sesuatu yang mampu menggantikan Tuhan dalam hidup kita (Lukas 9:61) Mengikut Aku juga berarti tidaK lagi berjalan dalam kegelapan namun memiliki terang hidup (Yoh 8: 12)
ITULAH ‘HARGA’ YANG HARUS KITA BAYAR! SEKALI LAGI, BUKAN UNTUK MENJADI MANUSIA BEBAS, NAMUN UNTUK MENUNJUKKAN KASIH, KESETIAAN, PENGABDIAN KITA KEPADANYA, SEBAGAI TUHAN, PEMILIK KEHIDUPAN KITA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar