Mat 5: 6
Maz 84:9-13, 62:2
Pertanyaan refleksi:
- kita ini hidup untuk apa sih?
- kita sekolah dari kecil, SD,SMP,SMA, Kuliah, kerja untuk apa sih?
- apakah dengan semua yang kita lakukan kita bisa merasa puas?
”Manusia tidak pernah puas” ungkapan yang sering kali kita dengar bukan? Sudah selesai kuliah belum puas kalo belum dapat kerja. Sudah dapat kerja belum puas kalo belum dapat jabatan yang baik, belum dapat gaji yang sesuai. Sudah kerja belum puas dan belum lengkap bila belum nikah. Begitu juga ketika sudah menikah belum puas bila belum punya anak 1. belum puas kalo anak belum 2, makanya banyak orang punya anak sampe bisa buat kesebelasan. Sudah punya anak 11 pun belum puas bila belum punya cucu. Kenapa sih manusia tidak pernah merasa puas? Kepuasan seperti apa yang dicari manusia dalam menjalani hidup? Apakah bila sudah cukup kaya? Hingga kekayaannya tidak akan pernah habis untuk 7 turunan? Apakah bila sudah cukup pandai, sekolah sampai S2, S3 S teler. Ada ungkapan: ”belajar itu tidak pernah mengenal usia.” saya setuju dengan ungkapan itu, karena manusia hidup adalah belajar. Tapi ketika kita menggunakan cara pikir seperti itu dalam hal mengejar karir dan kekayaan, kesenangan, apakah itu adalah cara pikir yang bijaksana, saya rasa kita perlu pikirkan ulang arti dari kepuasan sendiri.
Puas sendiri memiliki arti: merasa senang, lega, gembira, kenyang karena telah terpenuhi hasrat hatinya, merasa lebih dari cukup, melampaui target. puas disini berarti ketika kita sudah dapat memenuhi kebutuhan yang berkenaan dengan hasrat, passion, desire, sebagai manusia atau atau ketika kita sudah dapat memenuhi keinginan daging kita. Bila kita ingin merasa puas dengan cara memenuhi kedagingan kita maka kita tidak akan pernah puas, karena memang pada dasarnya manusia tidak pernah puas. Sama seperti kata Amsal 27:20, bahwa mata manusia ini tidak akan pernah puas, rumput tetangga jauh lebih hijau dari rumput kita. Kita akan terus mencoba mencari cara agar rasa puas dapat kita rasakan dan nikmati
Siapa sih yang tidak ingin merasa puas? Saya rasa tidak ada! Dan tentunya keinginan untuk bisa merasakan kepuasan bukan sesuatu yang salah. Kepuasan menjadi kebutuhan manusia. lalu apa yang salah? Yang salah adalah:
• ketika kepuasan hasrat dan bukan Tuhan yang menjadi ’tuan’ dalam hidup kita, yaitu ketika kita merasa segala sesuatu yang kita kerjakan harus mendatangkan kepuasan bagi diri kita. Ketika kepuasan akan hasrat, kesenangan dan kenikmatan jasmani itulah yang menjadi tujuan akhir kita. Ketika kepuasan membelenggu kita dengan tawarannya yang menggiurkan, dan kita mengambil segala cara untuk dapat mencapainya.
• ketika kepuasan terhadap dunia itu secara tidak sadar menjauhkan diri kita dari Tuhan. Dari kehendakNya akan hidup kita, dari jalanNya, dari perintahNya. Yang penting gue senang, yang penting gue bahagia, mau caranya sesuai atau tidak dengan cara Tuhan, itu belakangan. Tidak mengherankan begitu banyak orang yang mencari kepuasan dari menimbun harta dengan cara korupsi dan kolusi. Karena bagi mereka yang penting adalah tujuan akhirnya dan bukan caranya. Seorang anak akan merasa puas ketika ia mendapat nilai 100 walaupun ia mendapatkannya karena mencontek. Seorang pejabat akan merasa puas ketika pundi-pundinya bertambah, ketika hidupnya semakin nyaman karena kekayaan walaupun itu semua ia dapatkan dari hasil suap.
• Ketika kita mulai menggunakan cara pandang manusia untuk mengukur kepuasan di dalam Tuhan. Dalam Tuhan seorang yang lapar dan haus akan jauh merasa bahagia karena mereka akan dipuaskan Tuhan. Dalam Tuhan adalah lebih berbahagia menjadi orang yang miskin, karena mereka adalah orang-orang yang mempunyai Kerajaan Sorga. Lebih berbahagia orang yang berdukacita karena mereka akan mendapat penghiburan yang sejati dari Tuhan. Lebih berbahagia bila kita dicela, disiksa , dianiaya, karena upah yang tak tekira telah tersedia di sorga. Bila kita menggunakan cara pandang manusia untuk mencapai kepuasan di dalam Tuhan, maka kita tidak akan pernah mendapatkannya.
Pemazmur mengatakan ” Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik.” Masuk akal rasanya ketika pemazmur mengatakan lebih baik 1 hari bersama Tuhan, diam dalam rumah Tuhan dari pada di rumah orang fasik, atau dalam terjemahan BIS, orang jahat. Namun ternyata makna sesungguhnya bukan orang jahat secara harafiah, namun lebih kepada orang yang dapat membawanya jauh dari Tuhan walaupun itu mendatangkan kepuasan baginya. Karena bagi pemazmur hanya Tuhan yang mampu memberinya kepuasan dan perlindungan yang kekal. Hal itu dikemukakannya dengan mengatakan ” Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.” atau dalam Maz 103 : 1-5 dikatakan ”Pujilah TUHAN hai jiwaku dan segenap batinku karena hanya Tuhan yang mampu mengampuni segala kesalahanmu, yang mampu menyembuhkan segala penyakitmu, yang menebus hidupmu dari lubang kubur, dan yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan.”
Sayangnya, tidak semua dari kita mampu memahami apa yang dirasakan oleh pemazmur. Tidak semua kita mampu melihat dari sudut pandang pemazmur. Apa sebenarnya yang dapat membuat pemazmur begitu mengaggungkan Tuhan dan merasa dicukupkan?
1. karena pemazmur tahu dengan pasti bahwa Tuhan tidak pernah mengecewakannya. Ia tahu bahwa ia sesungguhnya tidak bisa mengandalkan manusia termasuk mengandalkan dirinya sendiri ketika ia harus menghadapi hidup dan segala macam godaan yang menghampiri hidupnya.
2. karena pemazmur tahu dengan pasti bahwa hanya Tuhanlah yang dapat memuaskan segala keinginannya untuk selamat, untuk diampuni, untuk sembuh dari beragam penyakit yang mungkin mendera manusia. keinginan manusia itu apa sih sebenarnya? Bebas, bebas dari ketakutan, kemiskinan, kemelaratan. Bebas untuk melakukan apa yang ia inginkan, bebas membeli apapun yang ia suka. Jadi sebenarnya manusia akan puas ketika ia sudah bebas dari kedagingannya, dari kepuasaan duniawi yang sebenarnya membelenggun dan bukan membebaskan.
Kuncinya adalah ia tahu dengan pasti kepuasan yang sejati hanya dapat diperoleh dari Tuhan dan bukan yang lain. Apa yang membuat ia tahu dengan pasti bahwa hanya Tuhan yang mampu memuaskannya? Karena Ia sungguh mengenal siapa Tuhan yang ia sembah dan puja. Sering kali kita beribadah, menyanyi, memuji Tuhan, berdoa kepadaNya tapi kita tidak pernah tahu dengan pasti mengapa kita memuji Tuhan, mengapa kita harus beribadah kepadaNya, mengapa kita berdoa kepadaNya dan dalam namaNya. Ibadah kita hanya formalitas karena kita sudah dibaptis, yang bahkan artinya pun kita tidak tahu dengan pasti.
Pemazmur tahu dengan pasti karena ia bukan hanya sekedar tahu bahwa Tuhan adalah penolongnya. Namun ia sungguh kenal. Hanya tahu belum tentu kenal. Kenal disini juga bukan yang hanya asal kenal, seperti kita berkenalan dengan teman baru : ”namanya siapa? Kerja dimana? Rumahnya dimana?” kenal disini lebih dari hanya sekedar tahu isi KTP, tapi sunguh-sungguh memiliki pengetahuan tentang orang itu, bergaul, bersahabat, sehingga menimbulkan suatu ikatan diantaranya dan tentunya dalam mengetahui kehendak Tuhan dengan pasti dalam hidup kita. Ketika pemazmur bergaul, bersahabat, menjalin relasi yang baik yang memungkinkan ia memiliki pengetahuan yang benar tentang Tuhannya, ia menjadi seseorang yang sungguh mengetahui bahwa kepuasan hanya dapat diperoleh dengan bersandar kepada Tuhan. Bagaimana kita dapat meyakinkan diri kita sendiri, bahwa kita pasti memperoleh kepuasan dalam Tuhan ketika kita tidak tahu kepuasan macam apa yang bisa kita dapatkan di dalamNya. Hanya dengan mengenal benar siapa Tuhan kita, kita dapat mengetahui apa saja kepuasan yang dapat kita peroleh dariNya.
Mengetahui dengan pasti segala kepuasan yang akan kita peroleh dalam Tuhan, akan memampukan kita untuk dapat mengatasi segala godaan untuk mencapai kepuasan yang ditawarkan dunia kepada kita. ”Kalo Tuhan sudah berada di pihak kita siapakah lawan kita?” tidak ada!!!
Jadi apa yang kita butuhkan untuk dapat merasakan kepuasan dalam Tuhan?
- kemauan untuk mengenal Tuhan! Dan mencari kepuasan yang dari Tuhan. Kepuasan itu tidak akan pernah datang sendiri, bila kita tidak ada kemauan mencapainya. Begitu pula halnya ketika kita ingin dipuaskan di dalam Tuhan, maka kita juga harus mau mencari kepuasan itu dengan mencari Tuhan terlebih dahulu. Mau belajar, mau mengenal, mau bergaul, mau bersahabat dengan Tuhan. Kalo ngak gimana bisa?
- kemauan tanpa usaha juga 0 hasilnya. Ketika kita cuma bisa mau, cuma bisa berangan-angan, cuma bisa bermimpi, dan tiak disertai usaha maka kita tidak akan mencapai apapun yang kita inginkan. Sama halnya ketika kita mau dapat pekerjaan baik tentu kita juga harus mencari, tentu sebelumnya kuliah dengan sebaik mungkin. Mau mendapat kenaikan gaji atau bonus tentu harus disertai dengan kerja keras dan tanggung jawab, hingga kita mampu memndapatkan kepercayaan dan berhak untuk menerima lebih.
Mau puas? Cari Tuhan, Amin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar