Maz 139: 1-6; 13-18
1 Kor 6: 12-20
Yoh 1: 43-51
Ketika pertama kali memutuskan untuk masuk ke sekolah Teologi, setiap calon mahasiswa yang berasal dari Sinode GKI, dipanggil ke sinode untuk percakapan gerejawi. Semua calon akan diberikan satu pertanyaan yang bisa membuat ia semakin yakin untuk mengambil sekolah Teologi atau malah mundur sama sekali. Pertanyaannya adalah: “ untuk apa kamu masuk ke sekolah Teologi?” bila sang calon mahasiswa berkata “ untuk memuliakan untuk melayani Tuhan” maka Pdt. Robby dan kawan-kawan bertanya kembali: kan melayani atau memuliakan Tuhan tidak harus jadi pendeta?” begitu juga ketika sang calon mahasiswa itu di wawancara di sekolah tinggi teologi yang diminatinya, entah itu di STT Jakarta, Duta Wacana, atau Salatiga, pertanyaan yang sama kembali ditanyakan...Pada awalnya saya sendiri juga bertanya “ ngapain sih yang begituan ditanyain, kan itu masalah pergumulan masing masing orang” namun setelah beberapa lamanya, saya baru sadar bahwa pertanyaan itu membantu kami untuk memikirkan ulang makna panggilan Tuhan. Banyak orang ingin sekolah teologi dengan menggunakan alasan panggilan Tuhan, namun pada kenyataannya, ia sendiri tidak yakin apakah Tuhan memang memanggilnya, hingga pada perjalanannya banyak yang tumbang dan keluar. Tidak mengherankan bila ketika masuk jumlah dapat berkisar 60 orang yang lulus paling hanya 2/3nya, itupun setelah digabung dengan angkatan lain yang masih tertinggal.
Menyambut panggilan Tuhan untuk memuliakanNya, memang tidak selalu harus jadi pendeta, penginjil, dan pekerjaan yang berhubungan dengan kotbah saja. Panggilan itu tergantung Tuhan bukan tergantung manusia. Bila Tuhan memanggil kita untuk memuliakanNya di pekerjaan klita sebagai dokter, bahkan ibu rumah tangga sekalipun, mengapa tidak? Dan bila Tuhan juga memanggil kita untuk menjadi pelayannya secara full time di gereja, juga mengapa tidak? Semuanya sama, seorang pendeta tidak lebih baik dari seorang jemaatnya... semuanya manusia yang dipanggil Tuhan untuk menyatakan kemuliaan Allah. Jadi kita juga tidak bisa mengatakan bahwa yang dapat mendengarkan suara Allah hanyalah pendeta atau mereka yng memiliki jabatan gerejawi. Roh Allah itu dicurahkan kepada semua manusia tidak ada batasannya, termasuk jabatan, pekerjaan dan lain sebagainya. (Kis 2)
Kini bagaimana caranya kita memahami dan menjawab dengan benar panggilan Allah dalam hidup kita? Karena untuk dapat mengerti dan mengetahui dengan pasti panggilan Allah bukanlah hal yang mudah. Ini seperti membedakan mana suara Allah dan mana suara kita sendiri. Bila persoalannya adah mencuri atau tidak, atau berbohong atau tidak,tentu kita dapat dengan mudah membedakan mana suara kita dan mana suara Tuhan. Lain halnya dengan panggilan... ketika Tuhan memanggil: “ Maukah kau melayaniKu sebagai pendeta?” apakah itu memang kehendak Tuhan atau hanya hasrat terpendam alias cita-cita, atau bahkan malah pelarian karena tidak diterima di universitas lain...
Mengapa sulit bagi kita untuk mendengar suara Allah?
Bagaimana atau kapan sebenarnya suara Allah dapat kita dengar?
1. Bila belajar dari kitab samuel, suara Tuhan sering kali datang ketika kita tidak berada di keramaian. Bukan berarti bahwa suara Tuhan hanya dapat kita dengar di kesunyian, dan tidak dalam keramaian, kita tidak bisa membatasi Allah ketika Ia ingin berbicara pada manusia, namun seperti kesaksian Injil Matius 6: 6, “berdoalah kepada Bapamu di tempat yang tersembunyi, maka Bapamu yang melihat dan yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” Ketika kita ingin sungguh mendengar suara Tuhan, berdiam dirilah, dan masuklah dalam kesunyian.
2. Ketika Tuhan memanggil Samuel ia juga tidak langsung tahu bahwa itu adalah suara Tuhan. Karena Samuel tidak dapat mengenali suara itu, tidak lantas, Tuhan meninggalkan dia dan tidak memanggilnya lagi. Dapat dikatakan ketika Tuhan memang memanggil seseorang, maka panggilanNya itu tidak hanya diutarakan sekali, namun berkali-kali, hingga kita menjadi mantap. Oleh karena itu, adalah sesuatu yang sah ketika manusia bertanya dan menguji suara Tuhan. Karena sebenarnya manusia bukan sulit untuk mendengar suara Tuhan, hanya saja suara Allah tidak serta merta dapat kita klaim tanpa mengujinya terlebih dahulu!! Yohanes mengingatkan kita untuk senantiasa menguji roh, termasuk menguji suara Allah! (1 Yoh 4:1)
3. Suara Allah, dapat menjadi suara yang biasa saja, dan bahkan tak terdengar sama sekali, bila kita memang tidak rindu mendengar suaraNya. Oleh karena itu suara Allahpun perlu kita sambut dengan siap mendengar. Mendengar dengan sungguh bukan dengan asal asalan, asal dengar, atau asal kedegaran, sehingga menimbulkan beragam interpretasi terhadapnya. Tetapi mendengar dengan juga memberikan perhatian kepadanya. Oleh karena itu Eli menyuruh Samuel untuk berkata "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."
Kini setelah kita dapat mendengar kehendak Tuhan dan panggilan Tuhan dalam hidup kita apa yang sepatutnya kita lakukan? Berbangga diri? Sama sekali tidak!!!! Setiap kita dipanggil bukan karena kita memiliki kelebihan di bandingkan yangg lain. Tapi karena Tuhan memang mau memakai kita.... tidak ada yang pantas untuk kita banggakan!! Oleh karena itu sudah sepatutnyalah kita menundukkan diri kita di hadapan Tuhan dan mengikuti semua perintah dan kehendak Tuhan, bukan apa yang menjadi kehendak dan keinginan kita sendiri.
Paulus mengingatkan bahwa hidup kita adalah untui Tuhan, tubuh kita adalah bait Tuhan yang seharusnya tidak dicemari. Mungkin kita mengira bahwa tubuh hanya tidak boleh dicemari dengan perzinahan atau secara tersirat adalah hubungan seksual di luar pernikahan. Tapi perzinahan yang dimaksud oleh Paulus bukan hanya hubungan seksual di luar pernikahan. Kalo saya bertanya kepada saudara sekalian pernahkan kita semua disini berzinah? Jawabannya pasti ya!!!! Mengapa? Karena perzinahan disini adalah ketidak setiaan kita. Ketika kita telah mengikat janji kepada Tuhan untuk setia kepadaNYa, berapa kali kita telah melanggar janji kesetiaan kita itu. Ketika kita berpaling dariNya, tidak menjadikan diriNya menjadi yang utama dan nomor satu dalam hidup kita, ketika kita menjadikan orang tua kita, anak, kita, kekasih kita, uang, kekuasaan menjadi yang utama bagi kita, maka saat itulah kita dapat dikatakan berzinah.
Setiap kita adalah mempelai Kristus, yang kepadaNya kita mengikat kesetiaan dan menyerahkan diri kita sepenuhnya kepadaNya untuk kemuliaan Tuhan.
Memuliakan Tuhan bukan dengan memuji-muji Tuhan, dengan bernyanyi, dengan melayani, dan segala aktivitas gerejawi lainnya. memuliakan Tuhan sesungguhnya tidak dimulai dengan perkara-perkara besar yang menggugah, atau dengan mengabdikan diri sepenuhnya menjadi hamba Tuhan. Memuliakan Tuhan dimulai dari yang paling sederhana, namun yang paling penting, yaitu dengan menjaga hidup kita kudus di hadapanNya. Ketika setiap kita sudah belajar menjaga hati kita dalam kekudusan. Maka apapun pekerjaan kita, aktivitas kita dimanapun kita berada, baik di gereja, di masyarakat ataupun di rumah akan kita gunakan untuk memuliakan Tuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa memuliakan Tuhan dapat kita lakukan dengan berbagai cara, termasuk ketika kita menolong orang di jalan raya, di kantor, ketika kita menjaga anak-anak dan orang tua kita dan lain sebagainya.
Karena sesungguhnya memuliakan adalah menenpatkan Tuhan menjadi nomor satu dalam segenap kehidupan kita. Ketika kita memahami Ia sebagai yang memiliki dan berkuasa atas hidup kita dan melakukan apapun untuk dapat menyanjung, memuji dan mengharumkan namaNya
Tapi... sebelumnya, pertanyaan bagi kita semua... kita memang dipanggil untuk memuliakan Tuhan. Tapi sudah tahukah kita siapa Tuhan yang ingin kita muliakan ini? Bagaimana kita bisa memuliakan Dia, bila kita sendiri tidak tahu dengan pasti siapa Dia, yang kita muliakan? MUSTAHIL!!!! Natanael pun meragukan Yesus, sehingga ia bertanya: “ mungkinkah yang baik datang dari Nazaret?” karena Nazaret memang dikenal sebagai kota yang memiliki predikat yang tidak baik, kota tempat pelacur dan para pemabuk.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa Allah memang mengenal kita, sebelum kita megenal Dia. Tapi kita tidak bisa mengenal Dia tanpa memiliki pengetahuan tentang Dia. Kita tidak mungkin mengasihi Dia bila kita tidak mengenalNya. Tidak kenal maka tidak sayang!!!
Jadi ketika kita dipanggil untuk memuliakan Dia:
1 kenalilah Dia yang memanggil kita
2 ujilah apa yang baik dan lakukanlah
3 pelihara kekudusan dengan hidup seturut kehendak Tuhan
Karena seseorang yang sudah menjadi hamba Tuhan sekalipun tetaplah manusia yang berdosa, dan bisa jadi apa yang dilakukannya tidak memuliakan Tuhan. Amin
Terima Kasih Kak, sangat bermanfaat sekali nasehatnya. Doain ya kak tahun ini semoga aku lulus universitas Teologi.. Tuhan berkati selalu kakak dan keluarga..
BalasHapusGmn lulus ga kak?
Hapus