Kamis, 18 Februari 2010

Munafik??

Matius 7: 1-6
Banyak dari kita sering berkata atau mendengar orang berkata: “munafik lo.” Memang terdengar biasa di telinga kita, namun sungguhkah kita mengerti apa arti kata munafik? Dengan mudah kita mengklaim orang lain munafik, lalu bagaimana dengan kita? Jangan jangan dengan mengatakan orang lain munafik, tanpa kita sadari kita telah menjadi orang yang munafik.
KBBI mendefinisikan orang munafik sebagai orang yang pura2 setia pada agama, padahal hatinya tidak, suka mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya atau tidak berintegritas, bermuka dua, ...intinya tidak dapat dipercaya. Ya orang munafik adalah orang yang tidak dapat dipercaya, karena hari ini dia dapat berkata ya dan besok tidak begitu juga sebaliknya.
Lalu apa kata Firman Tuhan tentang kemunafikkan? Matius 7:1-6 akan menjelaskannya kepada kita, bagaimana dan apa ciri dari orang yang munafik:
1. Ay 1. Orang yang munafik adalah orang yang mudah untuk menghakimi. Apa artinya? Dalam bahasa aslinya kata menghakimi menggunakan kata krino yang artinya memisahkan, memerintah, mengatur. Jadi, kita dikatakan menghakimi ketika kita dengan mudah mengatakan engkau salah dan aku yang benar; aku terang dan kamu gelap; gerejaku yang paling alkitabiah; gerejaku yang paling banyak Roh Kudusnya; aku yang selamat dan engkau tidak; aku dikasihi Allah dan engkau tidak; aku yang disebut sebagai anak Allah dan engkau tidak...hingga... aku yang layak mendapatkan warisan dan engkau tidak. Menghakimi disini tidak identik dengan menegur orang lain karena kesalahan yang dilakukannya. Menegur itu tidak salah, bila kita tahu ada saudara seiman kita yang bersalah namun tidak kita tegur, kitalah yang bersalah. Sedangkan menghakimi adalah menganggap atau menuduh orang lain bersalah, padahal apa yang dilakukannya belum tentu sesuatu yang salah, sementara menganggap diri yang paling benar, serta tidak mencoba untuk mengoreksi diri lebih lanjut. Siapa kita mampu menentukan siapa benar dan siapa salah, siapa selamat dan siapa tidak, itu adalah haknya Allah. Dan ketika kita mulai memisahkan, menganggap kebenaran adalah milik kita semata, maka secara tidak sadr kita mengambil hak Allah. Lalu akhirnya...apa bedanya kita dengan Allah? Jadi, yang tepat adalah mengembalikan hak itu kepada Allah seorang. Karena hanya Allahlah yang memiliki kebenaran mutlak, kita, manusia tidak pernah ada yang benar sebenar-benarnya, karena kebenaran yang sejati memang hanya milik Allah dan bukan milik kita.
2. Ay 2-3. Orang yang munafik adalah orang yang menggunakan standar kebenaran menurut pengertiannya dan bukan pengertian Allah. Don’t jugde the book by its cover, pepatah yang diartikan: jangan menilai sebuah buku dari sampulnya saja. Memang mudah mengatakan demikian, namun pada realitanya....pandangan pertama itu jauh lebih penting dari pengenalan selanjutnya. Mungkin anda ingat sebuah iklan parfum sekitar 10 tahun yang lalu, yang memiliki slogan: “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda!” Ya.. kesan pertama memang penting namun, jangan pernah menilai seseorang melalui kesan pertama, karena sering kali kesan pertama adalah kedok pertama yang seseorang kenakan untuk mengelabui orang lain, entah untuk terlihat manis, baik, atau terlihat sangat biar tidak ada yang berani untuk menipu dan berbuat jahat kepadanya. Hasilnya? Kita tertipu oleh kesan pertama....nah kesan pertama inilah yang paling sering dipengaruhi paradigma manusia tentang apa yang baik dan yang buruk berdasarkan ke’umum’an yang berlaku. Misalnya: seorang yang berkumis tebal, bertubuh besar dan bertato pastilah seorang preman, atau orang yang berpakaian lusuh pastilah orang miskin, dan sebaliknya. Itulah kacamata kita, kacamata yang membuat kita tidak dapat melihat balok di depan mata kita namun selumbar di mata orang lain nampak dengan jelas bagi kita. kita akan menjadi orang yang mudah menacari kesalahan orang lain karena melihat diri sudah sempurna, karena ukuran dan standarnya adalah diri sendiri. Yang sempurna hanyalah aku, sedang yang lain hanyalah produk cacat. Jadi, mari kita ganti lensa kita, cara pandang dan paradigma kita terhadap diri dan sesama manusia, jangan hanya sekedar mengganti gagang kacamata yang lebih bagus, keren dan modis apalagi hanya sekedar nyaman dikenakan. Mengganti lensa dengan lensa yang tepatlah yang menjadikan cara pandang kita tepat. Apa lensa yang paling tepat? Bukan hanya sekedar Firman Tuhan, namun Firman Tuhan yang dipahami dengan hikmat dan kebijaksanaan dari Tuhan pula.
3. Ay 4-5. Orang yang munafik adalah orang yang tidak terima kritik saran. Siapa yang suka dikritik? Tentu hampir semua manusia di dunia ini tidak suka dikritik, apalagi bila kritik yang diberikan adalah kritik pedas yang tidak membangun sama sekali, malah menimbulkan sakit hati yang berkepanjangan. Namun, bukankah melalui kritik kita belajar sesuatu? Bila memang kritik itu tidak benar...abaikan, bila kritik itu benar adanya, pelajarilah. Memang terkadang mengubah lensa saja tidak cukup untuk menghadapi pedasnya kritik, namun...jangan sampai hidup anda ditentukan oleh situasi ataupun pendapat orang lain tentang anda. Jadilah manusia yang mampu membuat pilihan yang tepat, yaitu menyadari bahwa yang paling mengenal siapa anda hanyalah anda dan Tuhan...sedangkan yang lain, mungkin hanya mengenal anda dari luar dan kulitnya saja. Jadi, mintalah kepada Tuhan memberikan kita semua hati yang besar untuk menerima kritik apapun itu, karena jadi apa kita nanti tergantung pilihan kita bukan orang lain. Bila kita ingin dinilai sebagai orang yang benar berlakulah benar, bila ingin disebut orang munafik berlakukah tidak sesuai denganyang anda katakan, mudah bukan?
Nah kini, alih-alih kita menjadi hakim bagi saudara yang lain, marilah kita menjadikan diri kita anggota keluarga bagi yang lain. Apa yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan sebagai sebuah keluarga dalam Kristus? Jadikan Kasih Allah yang besar itu sebagai landasan: bila ingin menegur, maka tegurlah dengan sabar, lemah lembut, penuh pengampunan, sopan, sara keadilan, motivasi untuk memperbaiki orang lain dan bukan untuk menjatuhkannya, jangan dengan kesombongan, bukan untuk mengumbar kesalahan kepada orang lain atau mempermalukannya.
Dan...terutama...cobalah untuk bercermin...sudahkah aku melakukan apa yang aku katakan? Sudahkah aku melakukan apa yang aku ajarkan dan aku ingatkan bagi orang lain? Atau belum?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar