Tahun Baru, Harapan Baru Dengan Sinergi
Fil 3: 13b, Roma 5:3-5
2011 telah tiba, apa yang menjadi harapan anda di tahun yang baru ini? Biasanya, kebanyakan dari kita akan membuat komitmen, rencana2 dan cita-cita baru yang belum sempat dicapai pada tahun sebelumnya. Banyak dari kita yang membuat komitmen yang sama dengan komitmen tahun yang lalu, tapi bukan karena terlalu banyak target yang harus dicapai, hingga kita kehabisan tenaga untuk mencapainya, namun karena kita pandai untuk memulai tapi tidak pandai dalam menyelesaikannya.
coba kita lihat, berapa banyak dari kita yang bertekad untuk mulai membaca Alkitab dari kejadian sampai Wahyu selama satu tahun, dan akhirnya berhenti di akhir Kitab Kejadian, atau malah melompat langsung ke Wahyu? Berapa banyak kita berjanji pada diri kita sendiri untuk memasuki semester baru dengan semangat belajar yang baru nyatanya malah memiliki semangat belajar yang ngak jauh beda bahkan lebih buruk? Berapa banyak dari kita yang berjanji untuk lebih memperhatikan orangg tua, sahabat hingga kekasih, tapi malah semakin tidak punya waktu untuk mereka. Pun punya waktu, malah digunakan untuk bertengkar.
Kita dapat melontarkan berbagai macam alasan dari yang rasional hingga irrasional. Tapi sebenarnya alasan kita hanya kita lontarkan untuk menutupi kemalasan kita. Kita memang manusia yang pandai untuk mencapai sesuatu, tapi tidak cakap mempertahankannya. Kenapa itu kerap kali terjadi dalam hidup kita? Tentunya bukan tanpa alasan, bukan? Mari kita periksa diri:
1. Apa yang biasanya membuat kita merancangkan sebuah komitmen, cita2, atau harapan? Kebanyakan manusia, mulai merancangkan sebuah komitmen ketika berada dalam situasi dan kondisi tertentu. Misalnya: ketika teman buat komitmen, ketika habis pulang Re-treat, habis ibadah KKR akhir tahun yang ada altar callnya, abis baca buku Mario Teguh...dll. Kesimpulan pertama, kita ini manusia baru mau maju kalo ada yang dorongan positif yang menggugah, menyentuh, intinya banyak manusia tidak punya INISIATIF mengubah diri menjadi lebih baik, bila tidak ada keadaan yang merangsang, berpihak dan mendukungnya untuk menjadi lebih baik.
Mari kita lihat apa yang dilakukan Paulus:
- Ay 10. Merupakan kehendak, cita-cita dan komitmen Paulus. Coba perhatikan adakah kondisi dan situasi positif yang mendorong atau merangsang Paulus untuk membuat sebuah komitmen? Bisa dikatakan malah nyaris tidak ada. Yang tadinya berada di pihaknya sekarang menjadi sekutunya. Yang tadinya membelanya sekarang malah mau menghabisinya, dan dapat dikatakan semua orang meninggalkan Paulus karena komitmen yang dibuatnya itu. Tapi adakah Paulus mundur? TIDAK!! Dia sendirian, tidak ada yang mendukung dan membantunya untuk mewujudkan komitmennya tersebut (selain jemaat yang dilayaninya). Tapi ia tidak menyerah, Paulus tetap menjalankan dan mewujudkan komitmen yang ia yakini sebagai yang baik baginya dan benar di hadapan Allah. KINI, bagaimana dengan kita? Bila kita jadi Paulus, akankah kita melakukan hal yang sama seperti Paulus? Atau kita memilih jalan yang aman, yaitu memilih menjadi sama dengan rekan kita, sahabat kita, mereka yang berpengaruh dalam hidup kita, atau berani menyatakan komitmen kita yang benar bagi dan di hadapan Allah dan berbalik menjadi ‘lawan’ sahabat, rekan bahkan orang yang berpengaruh dalam hidup kita?
2. Kehidupan manusia di masa kini memang dipengaruni oleh masa lalu dan kehidupan di masa depan dipengaruhi oleh pilihan-pilihan yang kita ambil pada masa kini. Anda sepakat dengan pernyataan ini? Saya sepakat! Masa lalu saya yang saya nilai tidak bersahabat dengan saya telah membentuk pribadi saya yang keras kepala, tapi ketika saya telah mengetahui kebenaran bahwa Kasih adalah kelemah lembutan dan bukan keras kepala (tentunya dengan menyadari bahwa keras kepala sama sekali berbeda dengan berprinsip), tentunya seharusnya saya berkomitmen untuk menjadi lemah lembut di masa mendatang, bukan? Tapi saya tidak akan dapat menjadi orang yang lemah lebut di kemudian hari bila saya tidak memulainya dari sekarang. Nah, bagaimana kalau saya memutuskan untuk tidak berubah dan terus mengingat masa lalu saya yang buruk yang menjadikan saya keras kepala bahkan menjadi pemurung? Saya tidak akan pernah menajdi manusia yang lembut hingga kapanpun. Tahukah kita mengapa banyak dari kita tidak berhasil menjalankan komitmen yang telah kita buat? Karena kita biarkan diri kita terikat pada masa lalu yang mengingatkan kita pada hal hal-negatif seperti kegagalan, sakit hati, kepahitan, kesedihan, ataupun yang ‘positif’ kenyamanan, kenikmatan, kebahagiaan, kemakmuran dan banyak hal lain... Maukah anda menjadi manusia yang lebih baik kalau mau bersikaplah seperti Paulus bersikap:
- Ay.13b. menjadi cara Paulus untuk dapat mewujudkan komitmennya. Ia meninggalkan apa yang dibelakang dan mengarahkan diri kepada apa yang ada dihadapannya. Ia tidak mengingat betapa bahagianya ia ketika menjadi seorang Yahudi yang menghabisi orang Kristen dimanapun. Ia tidak mengingat betapa ia dibenci oleh orang Kristen dimanapun karena sikapnya yang membenci mereka. Tapi ia mengarahkan hidupnya pada panggilan Tuhan, yaitu menjadi pelayan Tuhan yang setia. Dan ia membuktikannya dengan kehidupan dan pelayanannya sepanjang sisa hidupnya.
3. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, adalah pribahasa yang selalu dikatakan oleh ibu saya ketika saya mulai malas belajar. Masakan kita mau senangnya saja dan tidak mau merasakan susahnya hidup. Kita ingin kaya tapi tak mau bekerja. Kita ingin pandai tapi ngak mau belajar. Kita ingin naik kelas dengan nilai baik tapi masuk sekolah saja malas. Intinya untuk meraih harapan baru, dan sungguh-sungguh mewujudkannya harus pakai usaha. Kita ingin jadi orang sabar, tapi kita tidak pernah menghadapi sesuatu, kondisi atau situasi yang buat kita ngak sabar, gimana caranya kita bisa belajar sabar? Harapan, cita-cita dan komitmen adalah sesuatu yang harus kita capai bukan kita tunggu hingga ia menghampiri kita. Jangan lihat kesulitannya, sengsaranya, susahnya, lihat tujuannya, lihat Goalnya!! Kita menjadi pribadi yang makin baik, makin dikasihi Tuhan, makin jadi berkat...dengan begitu kita akan mendapat semangat dorongan untuk menajdi tekun, seperti kata Paulus pada jemaat di Roma:
- “karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan” pernyataan ini memang agak bertentangan dengan pernyataan Phk bahwa hidup adalah kesia-siaan. Tapi mengapa itu bertentangan? Karena Paulus memandang hidup, kesulitan, tantangan dari kacamata Allah dan bukan kacamata manusia. Hidup memang kesia-siaan, ya! Bila tanpa Allah di dalamnya!
Paulus dapat berkomitmen, meninggalkan masa lalu dan menatap ke depan dengan penuh harapan bukan karena ia memang orang yang hebat, kuat dan mampu. Tapi karena Ia sadar bahwa Ia punya Allah yang menjadikan hidupnya tidak sia-sia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar