Kekristenan tidak menghilangkan ketionghoaan...
Memang kita tidak pernah dapat memilih untuk lahir sebagai apa, keturunan siapa, suku bangsa apa, tinggal di negara mana, tapi kalaupun saya diperkenankan untuk memilih, saya akan tetap memilih untuk menjadi Suku Tiong Hoa. Tentunya bukan hanya karena Suku Tiong Hoa terkenal dengan ilmu pengetahuan dan filsafatnya (tanpa mendiskreditkan suku lain yaa...) tapi juga karena menjadi Tiong Hoa adalah pilihan terbaik bagi saya dari Tuhan. Ini bukan soal sok teologis, namun karena saya merasakan perjalanan panjang saya menjadi suku Tiong Hoa yang minoritas dan senantiasa didiskriminasikan membawa saya pada kecintaan yang tepat terhadap suku ini, dan penghargaan terhadap suku lain, termasuk perjalanan saya sebagai seorang anak dari keluarga yang memiliki perbedaan keyakinan.
Kong Hu Chu telah membekali saya begitu banyak hal positif, jauh hari sebelum saya menjadi seorang Kristen, pun ajarannya tidak bertentangan dengan kekristenan, malah...dapat dikatakan selaras. Oleh karena itu saya tidak mengalami perubahan paradigma yang signifikan. Hanya saja, bagi saya persoalan menjadi seorang Kristen bukan soal menjalankan ajaran saja, namun bagaimana beriman kepada Kristus yang mati dan bangkit. Ini hal yang sulit sekaligus mudah diterima oleh pemeluk agama Budha dan Kong Hu Chu. Mengapa? Karena kami, pemeluk Budha dan Kong Hu Chu meyakini bahwa kelahiran kembali setelah kematiaan adalah hal yang memang harus dijalani oleh setiap manusia, namun bagaimana Tuhan yang sudah sempurna (yang sudah dicerahkan = mengalami enlightment) lahir dalam dunia, bahkan mati. Bagi kami, kematian hanyalah urusan manusia, dan kelahiran kembali juga merupakan akibat dari karma di kehidupan yang lalu, dan kami akan selalu berputar alam lingkaran kehidupan, hingga kami mengalami pencerahan seperti yang dialami oleh Budha Gautama.
Bagaimana saya kini? Bila Firman Tuhan mengatakan bahwa orang yang dipanggilNya akan dilengkapiNya, maka itu yang saya rasakan. Perjumpaan saya secara pribadi dengan Tuhanlah yang membuat saya perlahan tapi pasti semakin dapat memahami siapa saya, mengapa saya ada, dan siapa Dia yang menciptakan dan telah memanggil saya. Mengapa harus perjumpaat secara pribadi? Karena Kekristenan bukan persoalan iman dan membaca Alkitab saja, namun soal membangun relasi dengan yang empunya hidup. Tanpa relasi yang kuat denganNya, yang transenden sekaligus imanen, kita tidak akan pernah mengerti dengan benar apa yang telah diperbuatNya bagi kita dan bagi dunia. Kita hanya menjalankan sesuatu yang diturunkan dari keluarga...hasilnya iman kita menjadi iman turunan, jiplakkan, dan bukan iman yang belajar melalui pengalaman bersama, bertemu dan hidup bersama Dia.
Adakah perbedaan saya kini? Tentu!! Dalam hal menjalani hidup, ketika saya masih beragama Budha, saya berpikir...yah nanti juga kan lahir lagi, paling banter lebih baik dikit deh dari kehidupan yang lalu, supaya di kehidupan yang akan datang bisa lahir sebagai kasta yang lebih tinggi. Kalo sekarang..sebagai seorang Kristen...mana bisa berpikir begitu... bisa2 nyesel kekal deh. Ya! Kini, saya memiliki tujuan dan arah hidup yang lebih pasti dan memang perjuangan harus lebih besar, karena hidup Cuma sekali..dan saya sedang belajar untuk tidak menyia-nyiakan banyak kesempatan untuk belajar dari hidup dan menjadi warna baru bagi hidup orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar