Hari Kematian Lebih Baik dari Hari Kelahiran
Phk 7: 2-4
Pertanyaan yang perlu direnungkan:
1. apakah kita semua pernah takut mati?
2. lebih takut mana menjalani hidup atau menghadapi kematian?
3. bila Ya mengapa dan bila tidak mengapa?
4. apa yang dimaksud dengan kematian, sehingga manusia takuyt dalam menghadapinya?
5. apa yang dimaksud dengan hidup sehingga manusia berani menghadapinya?
Mati= sudah hilang nyawa, tidak hidup lagi, padam, tidak berasa lagi
Kematian = menderita karena sesuatu yang mati =>sesuatu yang mendatangkan penderitaan
Hidup = masih terus ada, bergerak, dapat bekerja sebagaimana mestinya, tetap ada, masih berjalan
Kehidupan = keadaan dimana seseorang akan terus dapat bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya
Banyak orang yang takut dengan kematian, sesungguhnya karena mereka tidak pernah tau kapan kematian itu menjemput, dan apa yang akan terjadi setelah kematian itu datang menghampiri kita? Apa yang terjadi ketika kematian datang menjempu, apakah akan terasa sakit atau tidak ada sesuatu yang dirasakan
Pengkhotbah dikenal sebagai kitab yang berifat pesimistik , memandang hidup sebagai sesuatu yang sia-sia belaka dan kematian sebagai jawaban bagi manusia atas kehidupan, bahwa segala sesuatu akan dan pasti berlalu, sehingga hidup di dunia ini menjadi kehilangan arti dan makna. Sebenarnya pengkhotah (qohelet) semata mata bukan ingin membuat para pembaca melihat hidup dengan pesimis, melankan pengkhotbah ini para pembaca mencari kunci pengertian makna hidup yang sebenarnya hingga hidup yang singkat ini tidak menjadi sia-sia dan belalu tanpa dapat memberi makna bagi manusia yang menjalaninnya. Pengkhotbah ingin umat memeriksa hidup dari segala sisinya sehingga dapat nememukan kepuasan yang sungguh berarti, tentu dengan melibatkan Allah dalam hidup, karena sesungguhnya Allahlah yang memegang kunci dari hidup itu sendiri.
Hidup memang sebuah teka teki bagi pengkhotbah. Makna hidup tidak terdapat dalam pengetahuan, ilmu, kesenangan hawa nafsu, penindasan, kesibukan keagamaan (rutinitas dan tradisi apalagi kebebebalan. Justru rencana bagi manusia adalah menerima hidup dari tangan Allah sendiri hari demi hari, dan menikmati pemberian Allah tersebut demi Dia yang memberikannya bdg Rom 8:20-25, 28
Ay 2:
2 Lebih baik pergi ke rumah duka daripada ke tempat pesta. Sebab kita harus selalu mengenang bahwa maut menunggu setiap orang.
2 It is better to spend your time at funerals than at festivals. For you are going to die, and you should think about it while there is still time.
Dikatakan bahwa pergi ke rumah duka lebih baik dari pada ke tempat pesta. Karena di tempat pesta kita manusia lebih banyak ‘merayakan’ kehidupan (= dengan mabuk oleh dunia, kenikmatan yang ditawarkan dunia.) menikmati hidup dengan cara yang tidak bijak. Segala yang hanya mementingkan kenyamanan dan kenikmatan daging. Dalam pesta terkadang hanya ada tawa karena kesenangan yang diperoleh. Walaupun bukan berarti kita tidak dapat menjadikan pesta sebagai sarana kita untuk mengucap syukur atas hidup yang dapat kita jalani bersama, hanya pesta seperti apa, kesenangan seperti apa, kesenangan yang membangun jiwa dan roh kita atau bahkan malah menjauhkan diri kita dari keagungan Tuhan.
Sedangkan kematian selalu membawa manusia berpikir tentang hidupnya. Kematian selalu membawa pengajaran bagi setiap manusia. Saat kematian menyambut baik itu kerabat, saudara, bahkan orang orang yang kita kasihi dan mengasihi kita, maka kita akan diperhadapkan dengan pertanyaan kapan giliran kita, besok, lusa, 10-40 tahun lagi atau kapan? Apa yang terjadi bila esok Tuhan meminta pertanggung jawaban kita selama hidup, siapkah kita? Apa yang akan kita katakan kepada Tuhan ketika Tuhan bertnya apa yang telah kita lakukan untuknya selama kehidupan kita?
Mengapa berada di tepat kedukaan lebih baik? Karena disanalah kita diperhadapkan tentang makna sesungguhnya dari hidup. Disanalah kita diperhadapkan dengan suatu refleksi diri, bahwa kita pasti juga akan mati? Dan selama masih ada waktu tersisa bagi kita, kita akan belajar mempertanyakan diri kita bilakan kematian itu datang menjemput kita apakah kita siap untuk menghadapinya?
Ay 3
3 Kesedihan lebih baik daripada tawa. Biar wajah murung, asal hati lega.
3 Sorrow is better than laughter, for sadness has a refining (membersihkan, memurnikan, menjadi lebih berbudaya) influence on us.
Kesedihan disini bukan hanya duka, karena ditinggal oleh orang yang mencintai dan kita cintai. Kesedihan disini namun juga bagian dari segala bagian dari emosi manusia yang seringkali mengganggu seperti amarah, kekesalan yang menyakitkan, kesedihan yang mendalam. Namun ketika kesedihan menjadi bagian kita, kesedihan dapat menjadi sesatu yang lebih memberikan arti, lebih berharga, lebih indah untuk dialami, daripada hanya sekedar tawa yang saling mengejek, mentertawakan orang lain, mencemooh orang lain (berbahagia diatas penderitaan orang lain.)
Oleh karena itu saat kita merasakan kesedihan, kesedihan sering kali lebih dapat membersihkan jiwa kita, memurnikan lagi motivasi kita, menjadikan diri kita lebih baik di kemudian hari, dari hanya sekedar mencari kesenangan yang semu sifatnya. Kesedihan juga dapat memampukan kita untuk menghadapi baik itu masalah maupun segala pergumulan hidup dengan cara yang baru dan cara yang lebih baik. for by the sadness of the countenance the heart is made better.
Ay 4
4 Orang bodoh terus mengejar kesenangan; orang arif selalu memikirkan kematian.
4 A wise person thinks much about death, while the fool thinks only about having a good time now.
Oleh karena itu orang berhikmat akan selalu menjadi orang yang memikirkan kematian, yaitu memikirkan bagaimana ia harus menjalani hidup, bagaimana hidup harus dilewati, bagaimana hidup harus berjalan, dan bagaimana hidup ini seharusnya diarahkan. Ia akan selalu merefleksikan segala tindakkannya dan bukan hanya menjalani hidup sebagai rutinitas yang tidak akan pernah habis dan akan terus berjalan seperti apa yang kita inginkan. Mereka yang dikatakan berhikmat akan mencari jalan terbaik untuk hidup, maka mereka juga akan menjadi orang-orang yang mempergunakan hidup sebaik-baiknya baik bagi diri mereka sendiri, maupun bagi sesama manusia teruatama bagi Tuhan sang pemilik hidup. Sedangkan mereka yang dikatakan bodoh adalah orang-orang yang hanya mengejar kesenangan yang dapat dinikmati hari ini saja, yaitu bagaimana cara bersenang-senang hari ini
Apakah jalan hikmat itu mengejar kesenangan? Atau kekayaan atau pekerjaan-pekerjaan besar?, atau pengumpulkan budak2 (phk 2:3). Tidak, semua itu berakhir pada kematian. Berkali kali penulis mengatakan bahwa keberadaan manusia berlalu dengan cepat, sia sia dan ‘ tak berguna’. Yang paling baik adalah ketika kehidupan ini diterima apa adanya dan hal-hak yang mendatangkan kepuasan harus dinikmati sementara hal itu berlangsung, karena segala hal yang baik pasti berakhir.
Tema kita hari ini dimana dikatakan dalam pengkhotbah bahwa hari kematian lebih baik dari hari kelahiran. Bukan beratI kelahiran di dunia menjadi sesuatu yang buruk, bahwa hidup memang pada hakekatnya sia-sia. TIdak! Yang dimaksud pengkhotbah disini adalah bahwa dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa kematian seringkali lebih banyak memberikan arti yang mendalam tentang manusia, tentang kehidupan dan tentang peran Allah dalam kehidupan manusia. Begitu juga ketika kita berbicara tentang kesakitan, kepedihan yang kita derita ketika ditinggalkan akan memiliki dampak yang mengubahkan, melihat segala sesuatu dengan kacamata / cara pandang yang berbeda dari kesakitan yang ditimbulkan oleh peristiwa kelahiran. Karena peristiwa kematian juga bisa menjauhkan kita dari kebijaksanaan dan kebaikkan bila kita hanya melihat sisi negatifnya. Seseorang dapat menjadiputus asa ketika ia ditinggalkan oleh orang yang dikasihi dan mengasihinya. Bahkan, ia juga bisa menjemput nyawanya sendiri ketika ia sudah tidak mampumenghadapai keputus asaannya itu.
Baik hidup maupun mati adalah sama sama hal yang baik dimata Tuhan. Karena hidup adalah untuk Kritus dan kematian adalah keuntungan (Paulus). Hidup adalah anugerah yang kita terima dari Allah, oleh karena itu sudah sewajarnyalah kita menjalani hidup dengan sebaik mungkin, dengan sebijaksana mungkin, dan dengan terus berjalan dalam terang dan kehendak Tuhan bagi kita. hidup dalam kesenangan, dan sukacita juga tidak selalu menjadi sesuatu yang sia sia dan buruk bila sungguh sukacita yang kita peroleh adalah sukacita Tuhan yang menjadikan kita manusia yang penuh dengan rasa syukur, dan lebih baik setiap harinya, maka sungguhlah kita menjadi manusia yang paling berbahagia. Mengapa? Karena kita adalah manusia yang mampu mengambil nilai hidup baik dalam suka maupun duka, dalam kesenangan maupun dalam kematian. Kita akan menjadi manusia yang sungguh dapat menikmati hidup sebagai pemberian yang patut disyukuri dan menyambut pemberian itu dengan kesungguhan dalam menjalani setiap lembar hidup kita hingga kita kembali ke pangkuan Tuhan. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar