Kamis, 07 Mei 2009
Kesetiaan Abraham
Kejadian 22: 1-14
Pertanyaan:
1 apa yang disebut dengan kesetiaan?
2 mengapa banyak manusia yang tidak setia?
3 hal apa yang mendorong manusia untuk dapat setia? (melalui tokoh Abraham)
Mudahkah bagi kita untuk setia kepada Tuhan? Tidak usah kepada Tuhan yang tidak kelihatan, kepada sesama manusia yang nyata hadir di hadapan kita saja, kesetiaan menjadi sesuatu yang amat sulit untuk dilakukan. Masih adakah kesetiaan didapati di muka bumi ini? Jangan jangan kesetiaan hanyalah omong kosong, dan sebuah wacana tanpa realisasi. Termasuk ketika gereja berjanji untuk setia dalam pelayanan dan pengabdiannya kepada Tuhan sebagai kepala gereja. Kesetiaan nampak hanya dalam pujian dan kotbah, namun tidak dalam kehidupan yang sesungguhnya. Gereja menjadi bermuka dua. Kesetiaannnya tergantung pada situasi dan kondisi. Bila situasi sungguh menguntungkan maka kesetiaan menjadi sesuatu yang mudah ditunjukkan, namun ketika situasi membahayakan, tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan bahkan membuat hidup menjadi tak nyaman, maka kesetiaan dibuang jauh-jauh.
Apa sesungguhnya makna dari kesetiaan? KBBI mendefinisikan kata setia sebagai: berpegang teguh pada janji, dan pendirian, patuh, taat: seberat apapun tugas yang harus dijalankan, ia tetap melaksanakannya. Memiliki keteguhan hati untuk melakukan pekerjaan apapun resiko yang harus dihadapi. Melihat definisi yang diberikan oleh KBBI nampaknya kesetiaan memang bukan suatu yang mudah untuk dijalankan. Menjadi setia butuh dari sekedar kemauan, namun juga kekuatan untuk keluar dari rasa nyaman dan aman. Memberi diri untuk menemukan dan menjalankan hal-hal yang tidak menyenangkan sebagai konsekuensi dari kesetiaannya.
Itulah yang dialami oleh seorang Abraham, ketika ia dituntut untuk dapat membuktikan kesetiaannya kepada Allah. Bapa mana yang tega membunuh anak kesayangannya, dengan tangannya sendiri, sebagai korban bakaran? Permintaan Allah memang menjadi permintaan yang sangat tidak masuk akal sekaligus memberikan tantangan bagi Abraham untuk dapat membuktikan kesetiaannya. Apa yang dialami oleh Abraham menimbulkan tidak hanya pergumulan batin yang besar, namun dapat juga menimbulakan keraguan kepada Allah yang telah berjanji untuk menjadikan keturunannya menjadi bangsa yang besar.
Abraham bisa saja menjadi orang yang pertama kali ragu kepada Allah karena permintaanNya itu. Namun nampaknya permintaan yang tidak masuk akal sekalipun, tidak menggoyahkan iman percaya Abraham kepada Allah. Ia tidak mempertanyakan permintaan itu, alih-alih mempertanyakannya, ia dengan taat mengikuti apa yng dikehendaki oleh Allah untuk ia lakukan. Apa sesungguhnya yang membuat Abraham begitu teguh dalam imannya kepada Allah?
1. Abraham secara pribadi telah mendapat jaminan dari Allah. Hingga masa tuanya, Abraham tidak memiliki seorang anak, sehingga ia mengangkai Elizer, seorang budak yang lahir dari keluarga budak milik Abraham, menjadi ahli warisnya. Tapi Abraham, di masa tuanya mendapatkan suatu jaminan dari Tuhan bahwa ia sendiri akan memperoleh seorang anak. Di usianya yang ke 100 tahun lahirlah Ishak bagi Abraham dari Sara. Apa yang tidak mungkin bagi manusia mungkin bagi Allah, termasuk kelahiran Ishak dari Sara yang sesungguhnya sudah memasuki usia tidak produktif. Itulah yang membuat Abraham yakin bahwa Jaminan yang diberikan Allah bukanlah jaminan yang main-main, jaminan yang tidak dapat dibatasi dan dipatahkan oleh situasi dan kondisi apapun. Abraham yakin bahwa Allah akan mengingkari janjinya bukan karena ia adalah orang yang sangat beriman, namun karena Allahlah yang mengikat perjanjian dan bukan manusia biasa yang sering kali mengingkari apa yang telah dikatakannya.
2. Abraham mengenal siapa Allah dalam hidupnya. Abraham telah melihat karya Allah yang luar biasa dalam hidupnya, jauh sebelum Ishak lahir. Abraham telah mengenali panggilan Allah sejak usia 75 tahun. Panggilan Allah yang pertama itulah yang membuat Abraham meninggalkan Haran bersama Lot, untuk masuk ke dalam negri Kanaan (12: 1-9). Bahaya kelaparan telah memaksa Abraham pergi ke Mesir melalui Negeb. Di Mesir, ia dan Sarai dapat lolos dari Firaun karena Allah mendatangkan tulah atas Firaun (12: 10-20). Jadi, dapat dikatakan perjalanan iman Abraham bukanlah perjalanan yang instan, yang didapat hanya dalam hitungan hari. Imannya tumbuh seiring dengan pengenalannya kepada Allah dan pengalamannya berjalan bersama Allah. Alkitab memang tidak pernah menceritakan bahwa Abraham memiliki keraguan kepada janji Allah, namun sebagai manusia, Abraham pasti pernah bertanya-tanya dalam hatinya apakah yang ia jalani saat ini adalah suatu yang benar atau tidak. Tapi apa yang kita dapat pelajari dari Abraham adalah keraguannya sebagai manusia tidak menghalangi langkahnya untuk tetap menaruh kepercayaan kepada Allah. dengan pengenalannya kepada Allah, Abraham dimampukan untuk sungguh mempercakan diri kepada Allah. Itulah yang mendasari kesetiaannya kepada Allah.
Apa yang didapatkan Abraham sebagai balasan dari kesetiaannya?
1. Abraham senantiasa berjalan dalam rencana Tuhan yang indah pada waktunya. Apa yang dianggap manusia keberuntungan? Apakah ketika manusia mendapatkan apa yang ia harapkan dan inginkan? Ataukah ketika dalam kesesakan dan ketidakpastian ia mendapat yang terbaik? Mengikuti rencana Allah tidak menjadikan hidup Abraham lepas dari kesulitan ataupun mara bahaya. Namun dalam kesulitan dan mara bahaya sekalipun, Abraham tetap dapat menemukan Allah yang memelihara segenap kehidupannya.
2. Abraham semakin dikasihi dan diberkati Allah. Jangan kita menjadi setia agar mendapatkan berkat dan kasih Allah, karena itu adalah motivasi yang salah untuk setia. Kita setia kepada Allah karena Allah setia kepada kita. Mengorbankan Ishak adalah wujudnyata kasih Abraham kepada Allah karena Allah telah memelihara kehidupannya dengan cara yang luar biasa, dan bukan karena Abraham berharap Allah menyelamatkan Ishak pada waktunya.
Rekan-rekan yang terkasih dalam Tuhan, memang banyak dari kita melihat kesetiaan sebagai suatu beban hidup. Tapi kali ini kita telah belajar dari Abraham bahwa kesetiaan kepada Allah bukan beban, namun wujud cinta kasih, ketaatan dan pengabdian yang total kepada Allah. Jangan kita menganggap bahwa Allah hanya bermain-main ataupun hanya menguji manusia ketika Ia mengikat perjanjian dengan kita, manusia. Ada pula kita yang mempermainkan Allah, ketika kita hanya mampu berjanji dan tidak melakukan apa yang telah kita ikrarkan di hadapan Allah.
Allah tidak pernah bermain-main ketika Ia berjanji kepada manusia. Ia adalah Allah yang senantiasa menepati janjiNya. Itulah juga yang menjadi bukti nyata kasih Allah kepada manusia, bahwa Ia tidak pernah takut untuk mengikat perjanjian dengan manusia, walau sesungguhnya Ia tahu dengan pasti bahwa kemungkinan manusia membatalkan perjanjian itu lebih besar. Tapi Allah tidak pernah membatalkan perjanjiannya dengan manusia walau manusia melanggar perjanjian denganNya.
Abraham telah menunjukkan kesetiaan yang luar biasa bagi seorang manusia biasa. Itulah yang menjadikannya bapa orang percaya. Pertanyaannya kini, sebagai orang percaya, anak-anak Abraham, maukah kita menunjukkan kesetiaan yang total seperti yang ditunjukkan Abraham dalam hidupnya? Maukah kita mempercayakan diri seperti Abraham, dan membiarkan hidup kita dibawa kepada kepastian Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar