Ketika Hidup Harus Memilih
Ayub 23:1-9, 16-17
Maz 90:12-17
Ibrani 4:12-16
Markus 10:17-31
Tujuan: Anggota jemaat tergerak untuk lebih memilih hidup kekal ketimbang kekayaan semu.
Sadar atau tidak sadar, manusia dalam hidupnya akan selalu dipertemukan dengan berbagai macam pilihan. Sejak kecil manusia sudah dibiasakan dan membiasakan diri untuk memilih: untuk tidur seharian atau bangun, untuk bermain atau belajar, memakai baju warna merah atau warna kuning, untuk masuk sekolah atau membolos, untuk makan nasi atau makan mie.... menginjak dewasa manusia diperhadapkan dengan pilihan jurusan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi: arsitektur, dokter, hukum, marketing, bisnis, teknik ..... hingga pilihan terakhir yang biasanya jatuh pada ranah jurusan teologi. Selesai pendidikan, manusia diperhadapkan dengan pilihan untuk bekerja atau tidak; pun bila mau bekerja bekerja dimana. Menikah, punya anak, hingga kembali menyekolahkan anak....hingga memilih mau dikuburkan atau dikremasi ketika ajal menjemput. Itu semua pilihan. Dan semuanya harus memilih dengan juga siap menanggung konsekuensi masing-masing pilihan.
Tidak ada pilihan yang tanpa konsekuensi, tidak ada pilihan yang tanpa resiko. Oleh karena itu banyak manusia menentukan pilihan berdasakan seberapa besar resiko yang harus dihadapinya. Hasilnya banyak pilihan manusia merupakan pilihan yang tidak bijak karena dipilih berdasarkan tingkat resiko bukan nilai positif dari pilihan itu sendiri. Mengapa hal tersebut terjadi? Karena manusia tidak suka berada di ranah tidak aman. Manusia suka berada dimana ia aman, nyaman, dan makmur. Memilih sesuatu yang beresiko adalah hal bodoh bagi sebagain besar manusia. Untuk apa berani memanggung resiko yang besar bila ada pilihan yang memiliki resiko kecil?
Pemahaman tersebut nampaknya membawa dampak yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Manusia lebih memilih menjauhkan diri dari segala konsekuensi walaupn pilihan yang diambilnya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, akhirnya yang didapati manusia bukan hidup penuh yang berkemenangan alih-alih menjadi hidup yang tidak berkenan dan menjadi jalan tol menuju maut.
Tapi, bagaimana kita harus memilih? Apa kriteria pilihan yang baik bagi manusia? Dan bagaimana menentukan prioritas dari berbagai pilihan tersebut? Pun bila pilihan yang baik itu ternyata membawa konsekuensi atau resiko yang besar bagaimana menghadapinya?
1. Berani keluar dari Zona Aman. Menjadi orang pilihan Allah bukan berarti menjamin hidup kita aman aman saja. Bahkan memilih untuk menjadi pengikut Kristus sama dengan memilih untuk menderita, sengsara, miskin, diburu, dibunuh, dicerca...... tapi eitsss bukan berarti hidup dalam kedukaan, dan kepedihan kan? Sukacita dan kedamaian senantiasa hadir dalam hidup orang benar, itu janji Tuhan, dan janji Tuhan adalah ya dan amin. Begitu pula janji Allah kepada Ayub. Ya... memang pencobaan itu sering kali datang silih berganti tanpa lihat kondisi dan situasi manusia, tapi Allah tidak membiarkan orang-orang pilihannya jatuh hingga tergeletak bukan? Allah bukanlah Allah yang tuli... bukan juga Allah yang tidak peduli akan penderitaan umatNya. Hanya saja rencana dan rancangan Allah bagi kita sering kali tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Itulah yang menjadikan pilihan untuk mengikut Allah adalah pilihan yang sering kali membawa kita ke tempat yang tidak pasti dengan perlindungan yang pasti. namun kita harus memberanikan diri untuk hidup di luar zona aman. Yaknlah bahwa konsekuensi apapun di tangan tTuhan menjadi sesuatu yang indah! Lebih dari itu dalam ketertekanan kita akan lebih mudah untuk melihat karya Tuhan. Jangan memilih karena cari aman ala dunia tapi pilihlah karena aman di tangan Tuhan.
2. Gunakan standar Allah dalam menentukan pilihan. Banyak orang memilih apapun itu, sesuai dengan keinginannya, kebutuhannya, kepentingannya, semua yang berpusat pada diri sendiri dan bukan kepada Tuhan. Itulah yang dialami oleh orang muda yang menjumpai Yesus. Ia berpikir menggunakan paradigmanya, pendapatnya, cara pandangnya untuk menilai keselamatan Allah. Ia ingin Allah menyesuaikan pandanganNya, rencana dan rancanganNya sesuai dengan keinginan pribadi. Mengapa kita perlu menggunakan standar Allah? karena Allah adalah sosok yang paling tahu yang terbaik bagi anak-anaknya. Kita sering kali tidak mengerti mengapa kita memilih sesuatu, bahkan kita juga sering kali tidak mampu memilih dengan benar. Ketika standar Allah menjadi acuan, maka dapat dipastikan pilihan kita adalah pilihan yang terbaik menurut Allah dan bukan hanya mengikuti naluri saja.
3. Doakan pilihan itu. Pernah mendengar bahwa doa orang benar itu besar kuasanya? Aminkan itu!! Bila kuasa dari doa kita tidak besar, jangan-jangan kita belum menjadi orang benar. Ya... doa kita punya kuasa... bukan untuk menjadikan pilihan kita yang salah menjadi benar, bukan pula untuk memaksa Tuhan menerima pilihan kita. Tapi doa punya kuasa untuk menjadikan pilihan Tuhan tepat menurut kita, dengan meminta Tuhan untuk menunjukkan pilihan itu. Mengapa harus didoakan? Karena doa adalah sarana kita untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Banyak manusia lebih memilih untuk berkonsultasi dengan para ahli yang dianggap mampu memberikan saran (bila mendapatkan bayaran yang sesuai dengan kredibilitasnya di masing-masing bidang), bahkan memilih untuk berkonsultasi via SMS dengan menunggu SMS dari Mama Laurent atau dari Dedy Corbushe daripada berkonsultasi dengan Tuhan yang kredibilitasnya terakui di seluruh jagad Raya, tanpa bayar pula... Ironisnya, manusia lebih percaya dengan pendapat dari manusia lain dibanding pendapat dari Tuhan yang adalah pemilik hidup itu sendiri.
Hidup akan selalu memberi pilihan. Namun sesungguhnya hanya ada dua pilihan utama dalam hidup.... memilih untuk mengikut Tuhan atau mengikuti hawa nafsu. Bukan berarti bila kita memilih Tuhan, kita harus menjadi penginjil, pendeta....orang yang menghabiskan hidupnya untuk melayani di gereja dll... memilih untuk mengikut Tuhan dapat diwujudnyatakan melalui setiap tindakan kita. bila mau menjadi seorang dokter jadilah dokter yang menaruh belas kasihan bukan hanya menaruh resep, bila ingin menjadi pengacara, jadilah pengacara yang menjunjung keadilan, bila ingin menjadi orang tua, jadilah orang tua yang menjadikan Kristus sebagai kepala keluarga, bila ingin menjadi guru, jadilah guru yang mendidik dengan kasih Kristus. Tidak mudah??? Ya...tapi pilihan itu akan membuat hidup kita menjadi berkat, bukan hanya memperoleh berkat!! amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar