Kisah
26:1-32
“Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau
lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di
sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku kecuali belenggu-belenggu ini”
Berdoa untuk suami, isteri,
anak dan orang tua yang tidak mau berubah nampaknya menjadi sesuatu yang
melelahkan, bahkan kadang membawa kita pada tingkat frustasi yang tinggi. Kita
merasa bahwa mendoakan mereka adalah sebuah kewajiban, karena kita juga ingin
semua anggota keluarga kita mendapatkan keselamatan. Namun ketika kita sudah
sedemikian lama berdoa, tapi tidak ada perubahan yang kita dapati, rasa lelah
dapat saja membuat kita menyerah.
Sebagai tokoh Kekristenan
mula-mula yang begitu mengagumkan, Paulus menjadi teladan dalam banyak hal.
Terutama dalan ketekunan memikul penderitaan dan kesetiaan terhadap Allah.
Penderitaan yang dialami Paulus bukanlah penderitaan ringan, walau tentu tak
sebanding dengan apa yang dialami oleh Yesus di atas kayu salib, namun Paulus
sebagai manusia mengalami begitu banyak penderitaan bersama dengan para rasul
lainnya.
Apa yang menarik dari kisah
Paulus hari ini? Coba perhatikan apa yang ia doakan? Apakah ia mendoakan
keselamatannya? TIDAK! Apaka ia mendoakan agar hidupnya nyaman dan enak? TIDAK!
Apakah dia mendoakan agar orang lain merasakan penderitaan yang ia rasakan?
TIDAK! Lalu apa yang menjadi doanya? Dia berdoa agar semua umat yang mendengar
kesaksiannya menjadi umat yang radikal dan militan bagi Tuhan. Tentu radikal
dan militan dalam artian yang positif, yaitu mampu mengabarkan sukacita
keselamatan dan kerajaan Allah kepada dunia dengan kesungguhan dan kesetiaan.
Tapi saudara nilai lain yang luar biasa
dari doa Paulus, bahwa Ia tidak menginginkan orang lain merasakan
belenggu-belenggu yang ia rasakan. Adakah kita berdoa seperti Paulus?